Namun sering kali manusia bertanya-tanya: mengapa ada yang rajin sholat tetapi hidupnya sulit, sementara ada orang yang lalai sholat namun hartanya melimpah? Bukankah sholat seharusnya membawa keberkahan dan kemudahan?
Pertanyaan ini wajar. Sebab manusia cenderung menilai keberhasilan dengan ukuran duniawi, terutama harta dan jabatan. Padahal, rezeki adalah bagian dari takdir. Allah memberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dengan kadar yang sudah ditentukan sejak awal.
Allah Swt menegaskan dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pemberi rezeki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh."
(QS. Adz-Dzariyat [51]: 58)
Umar bin Khattab pernah berkata, "Aku tidak pernah khawatir jika doaku tidak dikabulkan. Yang aku khawatirkan adalah jika aku tidak diberi taufik untuk berdoa. Sebab jika aku diberi taufik untuk berdoa, maka terkandung di dalamnya janji Allah untuk mengabulkan."
Perkataan Umar ini mengingatkan kita bahwa ukuran kebahagiaan bukan terletak pada harta, melainkan pada kemampuan untuk terus bersandar kepada Allah.
Sholat sebagai Doa dan Permohonan
Dalam setiap rakaat sholat, manusia tidak hanya berdiri, rukuk, dan sujud. Ia juga berdoa. Surat Al-Fatihah yang dibaca di setiap rakaat adalah doa yang paling lengkap: mengandung pujian, pengakuan, permohonan petunjuk, hingga perlindungan dari kesesatan.
Setelah sholat, manusia sering kali menambahkan doa-doa pribadi: memohon rezeki yang halal, kesehatan, perlindungan untuk keluarga, atau sekadar ketenangan hati. Semua permohonan itu adalah wajar, bahkan dianjurkan. Sebab manusia memang makhluk yang lemah, dan doa adalah bentuk pengakuan kelemahan itu.
Rasulullah saw bersabda:
"Doa adalah inti ibadah."
(HR. Tirmidzi no. 3371, hasan sahih)