Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai wahana bermain bagi penuturnya. Salah satu bentuk permainan bahasa yang kerap muncul dalam percakapan sehari-hari adalah pembalikan urutan kata yang menghasilkan efek humor. Fenomena ini dapat diamati pada ungkapan "pulang--pergi" dan "pergi--pulang" dalam konteks percakapan tentang tiket perjalanan.
Secara konvensional, istilah "pulang--pergi" digunakan dalam bahasa Indonesia untuk merujuk pada perjalanan bolak-balik dalam satu paket. Urutan kata ini bersifat idiomatis dan sudah mapan dalam bahasa, meskipun secara kronologis "pergi" biasanya terjadi sebelum "pulang". Pemilihan urutan "pulang" terlebih dahulu dalam idiom ini tidak semata-mata mengikuti logika waktu, melainkan mengikuti pola penekanan makna yang mengutamakan tujuan akhir atau kepulangan sebagai titik penting perjalanan. Dalam kajian semantik, hal ini dapat dikaitkan dengan prinsip markedness, di mana unsur yang lebih bermakna atau dianggap penting diletakkan di posisi awal.
Gurauan muncul ketika seseorang dengan sengaja membalik urutan kata menjadi "pergi--pulang". Pembalikan ini bekerja melalui mekanisme pelanggaran ekspektasi (incongruity). Penutur memanfaatkan fakta bahwa pendengar telah terbiasa dengan bentuk idiomatik "pulang--pergi". Ketika bentuk tersebut diubah menjadi "pergi--pulang", pendengar secara otomatis menyadari ketidaksesuaian dan menangkapnya sebagai upaya humor. Dalam perspektif pragmatik, pembalikan ini berfungsi sebagai disruptive strategy terhadap norma bahasa yang mapan, sehingga menciptakan kejutan makna.
Selain itu, gurauan ini juga memperlihatkan bagaimana bahasa memuat logika internal yang kadang tidak sejalan dengan logika realitas. Ungkapan "pulang--pergi" dalam tataran sintaksis tampak tidak kronologis, tetapi secara budaya telah diterima. Ketika pembicara "memperbaiki" logika itu dengan mengatakan "pergi--pulang", justru lahirlah efek komik karena ia tampak mengkritisi konvensi bahasa dengan alasan yang masuk akal namun berlebihan. Inilah yang dalam retorika humor disebut sebagai overliteralness, yaitu mengartikan bahasa secara terlalu harfiah hingga melahirkan kelucuan.
Dengan demikian, pertanyaan "mana yang benar, pulang--pergi atau pergi--pulang?" tidak dapat dijawab hanya dari perspektif tata bahasa. "Pulang--pergi" benar secara idiomatik dan institusional, sedangkan "pergi--pulang" benar secara kronologis, namun menjadi lucu ketika digunakan untuk menggugat kebiasaan bahasa. Dalam ranah studi sastra dan linguistik, gurauan ini menjadi contoh bagaimana permainan kecil terhadap urutan kata dapat membuka ruang tafsir, memicu tawa, sekaligus mengungkap relasi antara bahasa, logika, dan budaya tutur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI