Mohon tunggu...
Yaslis Ilyas
Yaslis Ilyas Mohon Tunggu... profesional -

DR. Yaslis Ilyas, DRG. MPH. HIA. MHP. AAK; CEO Yaslis Institute; Pendiri: Perhimpunan Ahli Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia & Lembaga Anti Fraud \r\nAsuransi Indonesia\r\nE-mail:yaslisilyas@gmail.com; yaslisintitute@gmail.com; \r\nwww.yaslisinstitute.org\r\nPendidikan:\r\n1977 Dokter Gigi, F.K.G, Universitas Indonesia\r\n1984 Master of Public Health, School of Public Health, University of North Carolina at Chapel Hill, USA.\r\n1995 School of Public Health, University of California, Berkeley, USA.\r\n1998 DR.PH, Pascasarjana Universitas Indonesia.\r\n2000 MHP dan HIA, Health Insurance Association of America\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

INA CBG Ditukangi, BPJS Bangkrut!

3 April 2014   23:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

INA CBG Ditukangi, BPJS Bangkrut!!!

JKN telah berlangsung 3 bulan semakin banyak keluhan kepada BPJS baik oleh PPK apalagi keluhan peserta sudah tidak ketulungan banyaknya. Berita kalutnya operasional BPJS hampir setiap hari disampaikan baik padamedia cetak, sosial media, radio maupun televisi. Boleh dikatakan BPJS jadi hot issues nasional menandingi berita yang berkaitan dengan pileg yang akan dilaksanakan pada tg 9 April, 2014.

Banyak rumah sakit belum dibayar atau telat bayar oleh BPJS walau telah sudah diverifikasi dan menyerahkan klaim kepada BPJS. Seharusnya, badan ini menurut peraturan harus membayar RS setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi kondisi finansial RS dan selanjutnya berefek terhadap kualitas pelayanan kepada peserta. Jangan heran kalau peserta yang ketempuan anomali pelaksanaan JKN oleh BPJS.

Senjangnya operasional BPJS disebabkan BPJS berfungsi hanya sebagai kasir JKN. Mestinya BPJS berperan sebagai lembaga Managed Care yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan dan keuangan sehingga program menjadi efektif dan efisien. Apakah BPJS sebenarnya cacat kongenital? (Bagaimana para bidan BPJS? Kok jadi begini?) Kenapa BPJS tidak dapat berperan dengan seharusnya?

Kondisi ini, diperparah dengan lemahnya personel BPJS terutama inferiornya verifikator klaim RS. Karena banyak verifikator baru direkrut bulan Januari 2014 sehingga belum mendapatlan pelatihan cukup untuk dapat berkerja dengan baik. Verifikator ini tidak mempunyai cukup pengetahuan dan keterampilan untuk mengenal kemungkinan abuse dan fraud pada klaim RS. Verifikator gamang berhadapan dengan penangungh jawab INA CBG RS yang banyak punya latar belakang dokter dan dokter spesialis. Pihak RS dengan mudah dapat mempengaruhi bahwa semua tindakanpada klaim RS adalah sudah benar dan sesuai dengan standar pelayanan medis. Verifikator sulit untuk mempertanyakan atau berdebat dengan pihak RS karena pada posisi inferior baik pengetahuan dan skill terhadap pelayanan medis. BPJS bobol karena terjadinya over pricing pada klaim RS sangat mungkin! Karena itu peningkatan kualitas verifikators BPJS is  a must! Paling penting adalah pengetahuan dan skill verifikator untuk mendeteksi adanya moral hazard.

Apakah terjadi fraud pada pelayanan RS?

Pihak RS akan selalu mengatakan klaim mereka bersih dari abuse dan fraud. Mereka selalu mengatakan sekedar kiat untuk membuat RS tidak merugi. Apakah pernyataan ini dapat dibenarkan?Berikut beberapa operandi dugaan bentuk fraud yang dilakukan oleh pihak RS.

Pertama, pada klaim rawat jalanbanyak pihak RS melakukan multipel kunjungan rawat jalan. Biasanya, pada penderita penyakit kronis yang biasanya satu kali visit/bulan dilakukan 2 s/d 4 kali kunjung untuk mendapatkan revenue yang lebih besar hanya dari satu peserta. Ada juga RS hanya memberikan obat tidak lebih dari Rp 50.000/visit dan hindari pemeriksaan lab atau pendukung lainnya sehingga RS masih cukup untung besar. Pelayanan ini berakibat turunnya kualitas pelayanan RS, kalau dibiarkan akan membuat branding RS Indonesia semakin terpuruk! Tentu, yang paling malang adalah pasien yang notobene peserta BPJS dan malang-melintang tidak satupun lembaga yang melindungi hak-hak peserta termasuk BPJS sendiri.

Kedua, Ada operandifraud pada rawat jalan RS yang lebih halus dan akan sangat merugikan BPJS. Penulis mendapat informasi apa yang dilakukan oleh satu RS swasta untuk menukangi tarif rawat jalan INA CBG yang sebesar Rp 160.000/visit s/d Rp 165.000 visit pada RS type B. Contoh: pada pasien Diabetes Millitus (DM) rawat jalan bisa dapat disulap tarifnya menjadi sebesar Rp 1.600.000/visit. Bagaimana caranya? Setelah pasien di diagnosa menderita DM kemudian dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan fungsi hati (SGOT & SGPT), kemudian diberikan suntikan insulin, terakhir software INA CBG ditukangi dengan input procedures: other diagnostic on pancreas¸ maka tarif bisa disulap menjadi Rp 1.600.000/visit. Masalahnya apakah semua pasien DM setiap visit perlu periksa SGOT dan SGPT? Mungkin untuk kunjungan pertama dibutuhkan! Apakah setiap pasien harus di injeksi insulin? Tentunya ada ketentuan yaitu bila gula darah >200 mg/100 ml darah. Apakah procedures: other diagnostic on pancreas dapat dibenarkan untuk pasien DM? Input kode tindakan pada pancreas dengan terapi insulin pada DM suatu tindakan yang sangat ngawuur. Ini dapat dipastikan tindakan Fraud. Yang perlu diwaspadai oleh BPJS adalah operandi ini terus berkembang dan menyebar luas ke RS2. Kalauini terjadi BPJS bisa collaps bung! Nah, INA CBG tidak mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kemungkinanwhite collar fraud yang seperti ini. Kecurangan ini hanya dapat ditangkal secara manual, sedangkan verifikator kemampuannya terbatas.

Berapa besar prediksi kerugian untuk kasus pasien DM rawat jalan RS? Dari data Pusdatin Depkes 2014, penderita DM seluruh Indonesia berjumlah 21,3 juta orang. (www.depkes.go.id/index.php/vw=2&id=414). Berdasarkan data Jamkeskin Jakarta evidense visits adalah 5/1000/bulan penderita DM akan berkunjung ke RS. Dengan demikian, dapat diperkirakan jumlah pasien DM yang membutuhkan rawata jalan RS adalah 5/1000/bulan x 21.300.000 = 106.500 org/bulan. Perkiraan kerugianyang bisa diderita BPJS adalah (Rp 1.600.000 – Rp 160.000) x 106.5000/bulan x 12 = Rp 1,840 Triliun/tahun! Angka yang mencengangkan, hanya untuk satu jenis diagnosa penyakit! Bagaimana kalau banyak jenis diagnosa penyakit yang bisa ditukangi karena kelemahan software INA CBG?Ditambah lagi verifikator masih baru dan kompetensi nya tidak cukup! Bobol deh BPJS!

Ketiga, operandi kecurangan pasien rawat inap yang lebih mengerikan! Fraud ini dilakukan pada pasien rawat inap yang perlu operasi katarak di RS. Setelah pasienrawat inap di diagnosa menderita katarak, kemudian dilakukan tindakan: 1. Phaco adalah teknik tindakan pada operasi katarak. 2. IOL adalah intra oculer lens. Lensa pengganti yang ditanamkan dalam mata sebagai pengganti lensa kita yg sudah buram karena katarak. Kalau tindakan sampai disini maka biaya operasi katarak hanya sekitar Rp 4.000.000/operasi.Selanjutnya ada pihak RS yang menukangi software INA CBG dengan menambahkan input Other diagnosnistic on blood vessel, maka tarif berubah menjadi Rp 22.000.000/operasi. Luaaar biasa, bukan? Ini sebuah kelemahan lagi dari software INA CBG! Sebenarnya Procedure Other diagnosnistic on blood vessel adalah suatu tindakan fraud! Kenapa operasi katarak disulap menjadi operasi pembuluh darah!? Kalaupun terjadi inilah salah satu yang disebut: preventable adverse events. Maka seluruh konsekuensi biaya terhadap even tersebut harus ditanggung oleh dokter dan RS, bukan asuradur! Bagaimana cara deteksinya? Verifikator harus knowledgeable and experience dan tidak inferior complex! Salah satu kiat yang paling mudah adalah kalau terjadi tindakan seperti ini harus ada dokter spesialis bedah vascular dan benar dia melakukan operasi ini di RS tersebut!

Berapa prediksi kerugian BPJS via pasien katarak? Jumlah penderita katarak di Indonesia pada tahun 2013 sekitar 1,5% penduduk atau 2000.000 orang (www.beritasatu.com). Kalau dianggap peserta BPJS baru 50% jumlah penduduk maka penderita katarak 1000.000 peserta. Berdasarkan dataJamkeskin Jakarta diperkirakan 5/10.000/penderita/tahun akan membutuhkan operasi katarak di RS. Dengan demikian, dapat diperkirakan jumlah pasien katarak yang membutuhkan operasi yaitu:5/10.000/tahun x 2000.000 = 1000.000 org/tahun. Perkiraan kerugian yang bisa diderita BPJS adalah (Rp 22.000.000 – Rp 4.000.000) x 1000.000/tahun= Rp 18 Triliun/tahun! Angka yang menakutkan, hanya untuk satu jenis operasi saja!

BPJS harus segera melakukan tindakan pencegahan kemungkinan tindakan fraud yang bisa membangkrutkan BPJS dengan memperkuat tim verifikator dan mengembangkan Unit Anti Fraud. Jangan Pimpinan BPJS hanya berkilah kami hanya Juru bayar semua ditentukan oleh regulator alias Kemenkes RI. Jangan sampai BPJS seperti kasus bailout Bank Century! Bisa-bisa, banyak yang jadi buronan KPK dan masuk Bui!!! Untuk National Casemix Center Kemenkes RI harus segera me-review dan mengoreksi INA CBG software yang banyak kelemahan ini.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun