Mohon tunggu...
Yasintus Ariman
Yasintus Ariman Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu ingin berbagi

Aktif di dua Blog Pribadi: gurukatolik.my.id dan recehan.my.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jiwa Tersangkar

18 Desember 2017   11:56 Diperbarui: 18 Desember 2017   12:21 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hidup itu bingung. Bingung. Bingung.  Ya, bingung saja. Bingung itu  linglung. Linglung itu konyol. Dan, konyol itu ideot. Aish.., aku ini ideot?"

"Ya, kau ideot. Bukankah kau menjalani hidup yang bukan pilihanmu?

"Betul. Tapi, aku ingin membuat ibuku bahagia."

Bahagia? Bukankah dia memperalatmu untuk menutupi perilaku bobroknya terhadap ayahmu?"

"Aku sudah memaafkannya dan tak pernah ingin mengingatnya lagi."

"O, ya? Tapi bukankah kau lebih memilih untuk kawin dari pada menjadi imam selibater yang berarti kau tidak boleh kawin?"

Inilah pergulatan batin Misel dalam permenungan pribadinya. Ia sungguh merasa terpenjara dalam kebingungan, antara memilih untuk mengikuti ibunya yang menghendaki agar ia menjadi imam/pastor berjubah putih dan tidak kawin, ataukah mengikuti dorongan batinnya untuk hidup sesuai kodratnya sebagai manusia yaitu kawin.

Saat itu matahari telah pergi. Gelap menyelimuti jagat. Suasana sepi, sunyi, hening, mengitari dan menyelimuti rumah karantina. Misel dan teman-temannya asyik bergulat dalam kesendirian. Semuanya taat dan setia menjalankan rutinitas pribadi dalam kamar masing-masing.

Tak ada bunyi-bunyian yang mengganggu. Selain teriakan babi di kandang yang sedang berebut makanan. Atau, mungkin sedang saling merayu dan berjuang menyetubuhi satu sama lain.

Teriakan babi memang bukanlah hal yang asing bagi Misel dan teman-temannya. Teriakannya sudah sekian akrab di telinga mereka sehingga tidak lagi merasa terganggu. Mungkin jika babi tidak berteriak akan muncul rasa kangen pada teriakan hewan tersebut.

Babi adalah binatang favorit. Setiap hari Sabtu malam, daging babi menjadi santapan yang selalu hadir di meja makan. Semua menyantapnya dengan penuh suka cita. Tidak ada haram-haraman atau najis-najisan. Semuanya halal. Dan, tak ada efek buruk yang dihasilkan kecuali badan yang tambun mirip tubuh hewan yang disantap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun