Mohon tunggu...
Yanuar Z. Arief
Yanuar Z. Arief Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kalbar, bagian dari Komunitas Masyarakat Energi Terbarukan (KOMMET)

Warga Kalbar, bagian dari Komunitas Masyarakat Energi Terbarukan (KOMMET)

Selanjutnya

Tutup

Nature

PLTN Bukan Solusi

9 Februari 2020   18:01 Diperbarui: 9 Februari 2020   18:52 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari estimasi tersebut, selain jenis pembangkit listrik konvensional seperti PLTU (Pembagkit Listrik Tenaga Uap) dan PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), akan dibangun juga jenis pembangkit dari energi terbarukan (renewable energy) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), yang umumnya memanfaatkan bahan bakar dari limbah organik seperti perkebunan kelapa sawit yang sangat banyak terdapat di Kalbar. 

Upaya meningkatkan pembangunan energi terbarukan ini tentunya tidak terlepas dari target pemerintah untuk memenuhi bauran pembangkit energi listrik dari energi baru dan terbaruan (EBT) pada tahun 2025 sebesar 23%, sedangkan pembangkit listrik menggunakan batu bara sebesar 54,4%, gas sebesar 22,2% dan BBM sebesar 0,4%. Dalam RUPTL PLN ini terlihat bahwa PLTN tidak dimasukkan dalam skenario pengembangan pembangkit listrik di Kalbar sehingga tahun 2027.

Andaikan kebutuhan energi listrik di Kalbar pada tahun 2027 melebihi estimasi tersebut, hal ini masih dapat diatasi dengan menambah pasokan dari provinsi lain di Kalimantan seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Hal ini jauh lebih strategis dan bermartabat dibandingkan dengan membeli energi listrik dari Malaysia (Sarawak). Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sebagai lumbung energi di Kalimantan dengan potensi sumber energi primer yang ada meliputi batu bara, gas alam, air, matahari, angin dan biogas. 

Di Kalimantan Selatan, deposit batu bara diperkirakan lebih dari 1,8 miliar ton dan potensi daya listrik dari air dapat mencapai 564 MW. Sedangkan di Kalimantan Tengah, deposit batu bara diperkirakan lebih dari 400 juta ton, potensi gas alam sebesar 20 mmscfd (million standard cubic feet per day/juta kaki kubik standar per hari) selama 20 tahun, dan potensi daya listrik dari air dapat mencapai 356 MW (RUPTL PLN 2018 – 2027).

Sementara di Kalimantan Utara (Kaltara), sudah ditandatangi proyek pembangunan PLTA sungai Kayan yang berkapasitas 9000 MW. PLTA ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia, bahkan di ASEAN, akan mulai dibangun pada tahun 2020, dan diperkirakan selesai pada tahun 2025.

Kembali ke aspek yuridis formal rencana pembangunan PLTN di Indonesia, sebagai penjabaran dari UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, maka dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) melalui Peraturan Presiden RI No. 22 tahun 2017.


Pada halaman 36 disebutkan bahwa “energi nuklir dapat dimanfaatkan dengan mempertimbangkan keamanan pasokan Energi Nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi EBT sesuai dengan nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat”. Kesulitan terbesar dalam merencanakan PLTN adalah tidak jelasnya biaya kapital, biaya radioactive waste management dan penutupan operasi (decommissioning) serta biaya terkait nuclear liability.

Akhirnya, dengan banyaknya permasalahan PLTN ini mulai dari pembangkitan, operasional, penanganan limbah nuklir dan juga sewaktu penutupan operasi (decommissioning), dibandingkan dengan masih banyaknya alternatif lain yang lebih baik dan aman bagi manusia dan alam sekitar, maka dapat disimpulkan bahwa rencana pembangunan PLTN di Kalbar ini BUKANLAH SUATU SOLUSI atau dalam istilah Bahasa Melayu Pontianak dapat disebut sebagai upaya yang merampot jak.

 

*merampot jak = tidak benar saja/ngawur

(Tulisan ini sudah diterbitkan pada kolom OPINI harian Pontianak Post edisi online pada 2 November 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun