Mohon tunggu...
YanuarIwanSantoso
YanuarIwanSantoso Mohon Tunggu... Guru - Guru IPS pada SMPN 1CIPANAS CIANJUR

Tempat dan tanggal lahir Cirebon 06-01-1970, Jenis kelamin Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penguasa dan Ketakutan Kolektif

14 Desember 2018   17:43 Diperbarui: 15 Desember 2018   13:33 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketakutan-ketakutan kolektif rakyat bisa dengan mudah kita temukan dalam dokumentasi dan fragmen-fragmen sejarah,biasanya ketakutan kolektif yang menghinggapi suatu masyarakat disebabkan oleh unsur-unsur kekuasaan yang otoriter dan represif dari Minepthah (Fir,aun) yang kejam dan ingkar kepada Allah, Caligula dan Nero kaisar Romawi yang mengalami gangguan kejiwaan,Hitler dan Mussolini pemimpin fasis dari peristiwa Perang Dunia II.Polpot dan Khmer merahnya diKamboja ataupun Mao tse tung pemimpin komunis Tiongkok dari zaman kontemporer.

Ketakutan kolektif yang berdampak kepada pembunuhan dan penghancuran karakter karena direncanakan dan direkayasa secara masif oleh pejabat yang menganggap dirinya adalah pemimpin sekaligus penguasa.

Hal ini biasa dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda, pemerintah kolonial dengan sengaja membentuk strata penduduk dengan diskriminasi di mana penduduk pribumi yang biasa disebut "inlander"berada pada lapisan paling bawah setelah bangsa timur asing dan bangsa Eropa.

Achieved status (status yang diperoleh dari kerja keras dan pendidikan )sulit diperoleh penduduk pribumi karena akses kearah tersebut tertutup rapat melalui diskriminasi disegala bidang.

Ascribed status (status yang diperoleh dari keturunan dan kedudukan keluarga) menjadi orientasi sosial yang pertama dan utama, kelompok-kelompok masyarakat pribumi yang biasanya bekerja sebagai pamong praja dilengkapi dengan prestise status dan gelar kebangsawanan,mereka segera menjadi kelas menengah yang eksklusif dan jauh dari interaksi sosial masyarakat pribumi golongan bawah atau rakyat kebanyakan yang menjadi obyek penindasan kolonial.

Soekarno,Hatta,Tan Malaka atau Sjahrir adalah bentuk karakter individu yang menyimpang dari pola umum yang kelak menjadi agen perubahan dalam buku "Max Havelaar"Multatuli menggambarkan dengan tragis sekaligus ironis bahwa setiap kereta kuda yang ditumpangi oleh para pembesar Belanda dan elit pribumi selalu dijamin kelancaran jalannya oleh penduduk pribumi  yang bertugas mengangkat roda kereta yang terperosok kubangan atau jalan yang berlumpur atau bagaimana air mata Saijah yang jatuh dipipi kurusnya ketika melihat kerbau kesayangannya diambil secara kasar oleh centeng-centeng pribumi yang mengabdi kepada hierarkisme kolonial,ketakutan kolektif penduduk pribumi kelas bawah adalah hasil dari intimidasi kekuasaan dan ancaman berupa fisik dan psikis, hukuman buang sebagai kuli kontrak,siksaan fisik,dan hukuman penjara dengan proses pengadilan penuh tipudaya adalah hantu yang membuat mereka tunduk dengan kepalsuan.

Pendekatan-pendekatan kekuasaan untuk menimbulkan ketakutan pada masa kolonial memiliki perbedaan dengan masa kekinian.Sebagian anggota masyarakat dimasa kekinian lebih memilih bersikap pragmatis,mengikuti begitu saja arus sosial dan politik yang sengaja ataupun tidak dikembangkan oleh para pejabat yang merasa dirinya menjadi penguasa,beraneka ragam rasa takut,mulai dari takut kehilangan posisi dan jabatan,takut mengalami degradasi status,takut dimutasi ketempat yang lebih rendah dari tempat semula atau rasa takut didiskriminasi dalam pelayanan publik. 

Ketakutan dan rasa takut yang terlanjur terbentuk kokoh menghambat pelaksanaan demokrasi,terutama dari tingkat partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan pemerintahan terutama pelaksanaan pemerintahan daerah.Proses pembentukan karakter hipokrit dan munafik merajalela.

Menurut sastrawan dan budayawan Mochtar Lubis dalam pidato mengenai manusia Indonesia pada tahun 1977,sikap hipokrit dan munafik terbentuk dari penindasan kolonial yang begitu terstruktur dan masif.

Manusia Indonesia juga berjiwa feodal karena hampir segala sesuatu yang bersinggungan dengan kemanusiaan selalu dinilai dari kedudukan , posisid an jabatan, para pejabat dibawah penguasa daerah umumnya tidak bisa kritis karena adanya rasa takut yang segera menjelma menjadi sikap-sikap ABS yang kronis.

Thomas Jeffersons Presiden Amerika Serikat ke 3 mengatakan "Apabila pemerintah takut kepada rakyatnya maka yang terbentuk adalah demokrasi, tetapi apabila rakyat sudah takut kepada pemerintahnya maka yang terbentuk adalah tirani."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun