Gelar "Bunda Berduakcita" diberikan kepada Bunda Maria dengan menitikberatkan pada sengsara dan dukacitanya yang luar biasa selama sengsara dan wafat Kristus. Menurut tradisi, sengsara Bunda Maria ini tidak terbatas hanya pada peristiwa-peristiwa sengsara dan wafat Kristus; melainkan meliputi "tujuh dukacita" Maria, seperti yang dinubuatkan Nabi Simeon yang memaklumkannya kepada Maria, "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri -, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." (Lukas 2:34-35).
Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita mulai populer pada abad keduabelas, meskipun dalam berbagai gelar yang berbeda. Beberapa tulisan didapati berasal dari abad kesebelas, teristimewa di kalangan para biarawan Benediktin. Pada abad keempatbelas dan kelimabelas, peringatan dan devosi ini telah tersebar luas di kalangan Gereja.
Peringatan "Santa Perawan Maria Berdukacita" hari ini mengungkapkan Maria sebagai teladan sempurna dari seseorang yang tetap setia berdiri di dekat kayu salib sampai saat kematian Puteranya. Tindakan kasih sedemikian mengungkapkan kemauan Maria untuk menanggung pencobaan macam apa pun, kesulitan apa pun, dan penderitaan sengsara yang bagaimana pun beratnya agar dapat tetap bersama dengan Yesus, berdoa untuk-Nya, dan mendukung Dia, walaupun hal itu berarti harus menyaksikan kematian-Nya yang mengenaskan di atas kayu salib.