Pow menggerakkan tangannya, memohon Lopi agar mengeluarkan dirinya dari dalam ember. Lopi mendorong ember itu perlahan hingga mendekati tepian teras. Hups, tubuh Pow tergeser ke luar. Ah, kini dia terbebas. Pow menarik napas lega. Matanya berkedip, lalu menatap Lopi. Dengan tubuh lemasnya Pow mengulurkan tangan kepada Lopi.
"Lopi, maafkan aku. Mungkin ini akibat dosaku."
"Apa maksudmu, Pow?"
"Sebenarnya aku berniat menghajarmu tadi. Kau membuat tidurku terganggu."
"Begitukah? Maafkan aku juga, Pow. Tapi, apakah kau lupa, hari ini lebaran tiba. Kenapa dirimu hanya tidur sepanjang hari?"
"Benarkah?"
Pow terdiam sejenak. Sayup-sayup suara takbir bersahutan menghiasi hari yang indah itu.
"Lopi, maukah kita akur mulai hari ini?" ajak Pow penuh harap.
"Siap, Pow. Karena hanya kau yang aku punya, teman sekaligus musuh. Miaw..."
Pow dan Lopi tertawa bersama penuh kemenangan. Kemenangan tanpa harus saling mengalahkan. (YR)