"Waduh, ini dapur atau kapal pecah?"
        Inilah ungkapan yang keluar saat melihat keadaan dapur menjelang berbuka. Berantakan alias acak-acakan. Perabot tergelak tidak pada tempatnya, terigu tercecer di mana-mana, belum lagi lantai basah. Banyak lagi yang lainnya yang membuat kepala ini cenat-cenut. Ya, beginilah akibatnya kalau masak melibatkan anak-anak. Jarang sekali tampak bersih dan rapih setelah mereka turut membantu.
        Pengalaman seperti ini akan sangat mungkin terjadi pada setiap ibu yang melibatkan anak-anaknya membantu memasak. Termasuk kejadian yang terjadi sore itu di dapur. Kebetulan anak-anak masih dalam masa liburan awal puasa, belum banyak tugas sekolah yang merepotkan mereka. Ya, dari pada melihat mereka hanya tiduran sambil main HP, lebih bagus kalau mereka terlibat di dapur. Sekedar membuat resep sederhana French fries, saya membimbing mereka membuatnya dari tahapan awal sampai selesai. Selain kegiatan itu, anak-anak juga diberi tanggung jawab untuk menyiapkan hidangan berbuka. Alhamdulillah mereka melakukannya dengan senang hati dan semangat biarpun kondisi akhir dapur seperti tadi. Ah, biarlah yang penting mereka mau belajar banyak hal. Soal merapihkan dapur setelah memasak biarlah jadi PR berikutnya.
        Mengutip dari sebuah iklan produk deterjen - "Berani kotor itu baik"- saya membiarkan hal itu terjadi saat ini, tanpa omelan tak jelas yang terlontar. Biarkan dapur kotor karena aktivitas anak-anak memasak. Namun ada pelajaran yang mereka dapat di sana. Terlebih di bulan Ramadan ini, semangat mereka membantu tampak lebih besar dari hari biasanya. Apalagi jika menu berbuka yang akan dibuat adalah selera mereka. Wah, pasti tambah seru!
        Tidak cukup hanya di dapur, aktivitas rutin salat berjamaah juga mulai ditanamkan. Minimal salat magrib dilakukan berjamaah di rumah. Sedangkan salat isya, tarawih dan subuh dilakukan di masjid. Alhamdulillah, mereka mau melaksanakannya, bahkan dengan penuh semangat. Padahal pada hari-hari sebelumnya jangankan ke masjid, salat saja dilakukan di akhir waktu. Astagfirullah.
        Terinspirasi dari Program Tadarusan yang dilaksanakan guru-guru di tempat saya mengajar, Ramadan kali ini saya juga memprogram membaca Al Qur'an dengan model tadarus bersama. Perlu diketahui, tadarusan sebelumnya dilakukan masing-masing. Entahlah mengapa baru terpikir sekarang. Dengan memanfaatkan aplikasi WA, saya membuat daftar nama surat yang harus dibaca oleh semua anggota keluarga, baik yang ada di rumah maupun yang di luar rumah. Karena kebetulan 2 anak yang besar kuliah di luar kota. Setiap selesai membaca Al Qur'an, kami harus menceklis bagian kami masing-masing. Alhamdulillah kegiatan ini pun berjalan lancar. Membaca Al Qur'an terasa menyenangkan.
        Barakallah, Ramadan kali ini membuka hati dan pikiran anak-anak untuk belajar apa arti mandiri, tanggung jawab dan yang utama adalah kesadaran diri. Kesadaran melakukan segala sesuatu tanpa paksaan dan tanpa tekanan. Kesadaran diri inilah yang menjadi modal dasar sebuah keikhlasan yang akan melahirkan kebahagiaan.
        Berbagi pengalaman adalah hal terindah yang dapat saya lakukan. Mudah-mudahan cerita ini menginspirasi yang lain juga memberi keberkahan bagi kita semua. Keberkahan yang tidak hanya sebatas bulan Ramadan tapi berlanjut di bulan-bulan berikutnya. Aamiin.
Selamat berpuasa. Jangan pernah lelah untuk mendidik putra putri kita. (YR)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI