Awal Agustus tahun lalu, saya sedikit memaksakan diri untuk menonton film Rossa, All Access to Rossa 25 Shinning Star, di bioskop.
Sedikit memaksakan diri, dalam arti, kalaupun harus menonton sendirian, saya tak akan pernah menyesal nonton film ini.
Film dimulai dengan gegap gempita panggung yang penuh  lampu dan gemerlap cahaya, tuturan Rossa dan sahabat sahabatnya selama perjalanan karir dan  hidupnya, naik turunnya, tangis dan bahagianya. Dari film ini, saya bisa melihat sisi lain dari seorang Rossa. Asli aslinya. Yang  gak pernah diketahui orang termasuk para fansnya.
Saya, mungkin bukan fans Rossa yang fanatik dan tidak juga mengikuti sepak terjang apalagi  hapal lagu lagunya. Saya bukan salah satunya.
Lagu pertama Rossa yang hits judulnya Nada Nada Cinta, dengan video klipnya bersama Foto Mode sampul. Dua idola yang lagi moncer moncernya saat itu. Aih saya masih ingat. Beberapa lagu berikutnya saya juga masih ingat.Pertama kali melihat Rossa di lagu Nada Nada Cinta, dia seolah menyanyi dengan hatinya, matanya, bibirnya. Semuanya. Sempurna. Mungkin itulah yang membuat dia bertahan dengan karirnya. Siapa sangka  dia juga  sudah pikirkan karirnya matang matang. What's next. Begitu terus. Perfeksionis, dan rela mengorbankan diri buat orang lain.
Beberapa lagu ceria juga dinyanyikan Rossa, gak cuma lagu sedih saja. Dan dua duanya sama sama asyik.
Film ini tentang "show must go on" seperti kata kata yang diucapkan oleh Rossa.  Saat mulai meniti karirnya dimulai dengan cerita perceraiannya. Diantara tawa ngakaknya, siapa yang tahu kalo dibaliknya ada cerita sedih. Rossa memang seperti lagu lagunya. Ada cerita lucu, jatuh cinta, ditinggal nikah, patah hati, dan semuanya dikemas dengan sangat rapih dan juga yang  tersimpan di dalam hatinya yang terdalam. Siapa yang tahu saat itu dia sedang sangat terpuruk, orang terdekatnyapun seolah tak menyadarinya. Rossa begitu professional dan perfeksionis menutupinya, persis seperti film yang dibuat untuknya. Indah, gemerlap, penuh cahaya padahal ada air mata dan patah hati dibaliknya dan disimpannya rapat rapat.
Bisa jadi, dalam hati kecilnya, mengapa bahagia tak pernah bisa menyentuhnya. Apakah Rossa mengingkari, Â bahagia seperti apa yang diinginkan yang belum dicapainya, disaat keberlimpahan materi telah diperolehnya. Sebegitu sulitnya kah buat Rossa untuk memberikan ruang orang lain untuk membahagiakan dirinya?
Katanya, setiap lagu seperti diary dan catatan catatan harian pribadinya. Mengapa dia bisa mengemasnya begitu apik. Tanpa pernah membuatnya mendayu dayu seperti lagu cengeng lainnya.
Begitulah, Rossa, seperti juga kehidupan kita. Ketika kebahagiaan dan kesedihan datang bergantian atau bersamaan, tanpa sengaja sebenarnya kebahagiaan atau kesedihan, kita sendiri yang membuatnya begitu.