Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kemanapun Beban Pembuktian Mengalir, Muaranya adalah Laboratorium Forensik Polri

13 Mei 2025   08:40 Diperbarui: 13 Mei 2025   08:40 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

: ASKARA, 13 Mei 2025

Polemik dugaan ijazah S-1 palsu presiden RI ke 7, Bapak H.Ir.Joko Widodo, sempat dihiasi perdebatan keras mengenai asas hukum "Actory In Cumbit Onus Probandi". Pihak pak Jokowi mengartikan ini sebagai "Siapa yang mendalilkan, dialah yang wajib membuktikan,". Sementara  pihak lawan menyatakan bahwa asas itu juga berarti "Siapa yang merasa memiliki hak terhadap sesuatu, maka dialah yang wajib membuktikan".

Terkait permasalahan yang sudah menjadi gaduh-nasional tersebut telah terjadi  saling lapor dan gugat antara pihak pak Jokowi dengan pihak-pihak  yang  kontra pak Jokowi. Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) telah mendaftarkan aduan masyarakat mengenai kecurigaan bahwa Ijazah Jokowi palsu ke Bareskrim Polri pertama kali pada tanggal 9 Desember 2024. Sementara itu pada Senin tanggal 14 April 2025 sekelompok pengacara yang tergabung dalam tim Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM) mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Surakarta. Merespon pihak-pihak yang menuduh Ijazahnya palsu, pak Jokowi dan tim penasehatnya melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan penghinaan yang telah dilakukan oleh lima orang kepada Polda Metro Jaya pada hari Rabu (30/04/2025). Terbaru, Rektor dan beberapa petinggi UGM digugat di PN Sleman pada Senin (05/05/2025) terkait perbuatan melawan hukum yang berhubungan erat dengan Ijazah Jokowi yang diduga palsu. Penggugat adalah seorang pengacara Bernama Ir.Komaruddin S.H.,M.H., yang memiliki sebuah Law Firm beralamat di kota Makassar.

Begitulah, dari semua proses penegakan hukum tersebut diatas maka tahapan yang paling krusial adalah pembuktian materiel tentang asli atau palsunya barang bukti dokumen Ijazah S-1 Sarjana kehutanan UGM milik ayah dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Mas Gibran Rakabuming Raka itu. Sebagian besar publik belum tahu apakah dokumen bukti itu adalah Ijazah pak Jokowi yang sudah bersliweran di medsos atau ada dokumen lain. Dan satu-satunya Lembaga di negeri ini yang secara hukum dan teknis bertanggung jawab terhadap pemeriksaan barang bukti dokumen adalah Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri serta Bidang Laboratorium Forensik di 10 Polda seluruh Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan pihak-pihak yang bisa mengajukan permintaan pemeriksaan barang bukti dokumen adalah Penyidik, Jaksa dan Hakim baik sipil maupun militer.

Saat ini barang bukti dokumen sangat penting itu beserta dokumen pembandingnya telah berada di Bareskrim yang selanjutnya akan dikirim ke Puslabfor. Dengan demikian sekali lagi Puslabfor yang mempunyai semboyan Sanyata Karya Dharma, memiliki kesempatan untuk membuat terang suatu perkara yang sampai saat ini masih sangat gelap. Seluruh masyarakat Indonesia yang kini betul-betul terbelah antara pendukung Pak Jokowi dan yang curiga Ijazah pak Jokowi palsu, tentu saja berharap kali ini Puslabfor mampu mengulangi prestasi besarnya tatkala berhasil mengungkap kasus-kasus Bom Bali (2002), Angeline (2015) dan Kopi Jessica (2016) yang berskala internasional. Sebagai mantan anggota Labfor Polri, yang terlibat aktif dalam penanganan kasus Bom Bali dan Angeline, saya berkeyakinan bahwa kasus ini, secara teknis, tidak serumit dan sesulit kasus Kopi Jessica, apalagi jika dibandingkan dengan kasus Angeline dan kasus Bom Bali.

Semua pemeriksa dokumen yang berpengalaman memahami bahwa kasus ini memiliki beberapa karakteristik  yang berbeda dengan kasus non-dokumen. Karakteristik khusus tersebut antara lain adalah :

  • Tidak ada second opinion. Hal ini berbeda dengan misalnya barang bukti narkoba, ada beberapa laboratorium  lain yang "berhak" memeriksa dan mengajukan second opinion.
  • Diantara ilmu-ilmu Forensik lain, Ilmu dokumen forensik ( khususnya tanda tangan forensik/Grafonomi) merupakan ilmu yang paling diragukan keilmiahannya. Hal ini disebabkan oleh tingkat subyektifitasnya yang sangat tinggi. Kesimpulan hasil pemeriksaan sepenuhnya ditentukan oleh kapasitas dan integritas pemeriksa. Sementara alat instrumentasi betul-betul sekedar alat bantu proses pemeriksaan.
  • Seseorang tidak mungkin merekayasa komposisi kimia dari urine, keringat, sperma dan air ludahnya, tetapi yang bersangkutan tentu bisa merekayasa tanda tangannya sendiri dengan niat jahat yang bakal merugikan orang lain.
  • Kasus dokumen selalu melibatkan paling tidak dua pihak yang saling berhadapan. Satu pihak berlawanan dengan banyak pihak atau banyak pihak berhadapan dengan banyak pihak.
  • Pemeriksa dokumen tidak boleh salah dalam mengambil kesimpulan pemeriksaan ( Edward Sibarani, 1970). Kesimpulan yang salah mengakibatkan terjadinya dua jenis miscarriage justice, peradilan sesat, sekaligus. Pertama miscarriage justice positif yakni menghukum orang yang tidak bersalah. Kedua miscarriage justice negatif yakni membebaskan orang yang salah. Padahal salah satu adagium hukum  utama menyatakan bahwa lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
  •  

Mengacu pada beberapa karakteristik khas tersebut para pendahulu Puslabfor mewanti-wanti kepada para pemeriksa dokumen untuk :

  • Berpegang teguh dan selalu berpijak pada kerendahan hati dengan terus belajar, belajar dan belajar.
  • Fokus pada materiel dokumen (bukti dan pembanding) abaikan faktor non teknis  di balik kasus dokumen tersebut.
  • Ketika melaksanakan tugas pemeriksaan perbandingan antara dokumen bukti dan dokumen-dokumen pembanding, "libatkan" pihak yang tidak mungkin melakukan kesalahan, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dengan demikian pemeriksaan dokumen tidak bisa dilakukan dengan tergesa. Konsep alon-alon waton kelakon dan biar lambat asal selamat adalah dalil operasional yang harus secara saklek dipegang teguh oleh pemeriksa dokumen. Intervensi dari pihak luar, bahkan dari pimpinan sekalipun, adalah barang haram dalam pemeriksaan dokumen.

Tahapan pemeriksaan awal yang sangat krusial adalah penentuan dokumen pembanding. Dalam kasus Ijazah pak Jokowi, dokumen-dokumen Ijazah pembanding bukan hanya representasi dari Fakultas Kehutanan UGM tetapi harus merupakan dokumen autentik yang mewakili UGM. Dengan demikian "para" calon dokumen pembanding harus termasuk Ijazah S-1 non Kehutanan yang terbit pada masa wisuda yang sama dengan wisudanya pak Jokowi pada tahun November 1985 (?). Maka akan afdhol sekali kalau 7 pembanding yang sudah berada ditangan Bareskrim itu terdiri dari 3 lembar Ijazah Kehutanan dan 4 lembar Ijazah non kehutanan yang berbeda-beda (misalnya 1 lembar Ijazah Teknik, 1 lembar Ijazah Kedokteran, 1 lembar Ijazah Hukum dan 1 lembar Ijazah Sastra atau fakultas non-kehutanan lainnya).

Pemeriksa dokumen forensik pertama sekali akan melakukan pemeriksaan perbandingan terhadap masing-masing calon dokumen pembanding tersebut. Unsur-unsur umum seperti ukuran kertas dan kenampakan dokumen dibawah sinar biasa, sinar tembus pandang, sinar ultra ungu dan sinar infra merah dengan berbagai sudut pencahayaan (dengan menggunakan alat Video Spectral Comparator) serta elemen-elemen khusus seperti tanda tangan Rektor UGM, cap stempel dan meterei harus menunjukkan hasil identik diantara 7 lembar calon dokumen pembanding tersebut. Jika ada salah satu, salah dua atau mungkin salah tiga dari calon dokumen  pembanding  "menyimpang" dari dokumen pembanding lain yang diyakini keasliannya maka dokumen itu akan disingkirkan atau dibebastugaskan dari "jabatan" sebagai dokumen pembanding.

Katakanlah 6 calon dokumen pembanding  lolos seleksi dan satu calon dokumen pembanding yang tersingkir diseleksi awal ini adalah 1 diantara 3 ijazah fakultas kehutanan, maka tanda tangan pembanding Dekan Fakultas Kehutanan tinggal dua buah. Karena pemeriksaan perbadingan tanda tangan membutuhkan minimal 3 buah tanda tangan pembanding maka tanda tangan pembanding Dekan Fakultas Kehutanan  harus ditambah 1 lagi dan tidak harus berupa ijazah yang paling penting itu adalah tanda tangan asli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun