Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Asalinya Shalat Adalah Sarana Healing

28 Februari 2025   08:12 Diperbarui: 28 Februari 2025   08:12 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

: https://youtu.be/W0gG93fDFAA?si=67Xeo3oRoj3VGGCw

'Apabila pengabdian, shalat dan do'a yang tulus kepada Yang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan masyarakat, maka hal itu berarti kita telah menanda tangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut," (Alexis Carrel, dokter ahli bedah Perancis, 28 Juni 1873 -- 5 Nov 1944, Peraih Nobel Kedokteran 1912, dalam Shihab, Q, 1992).

Berbagai literature mengabarkan bahwa isra' mikraj nabi Muhammad SAW didahului oleh beragam peristiwa pilu. Laki-laki pilihan itu memang selalu menderita bahkan sejak masih dalam kandungan ibundanya karena sudah ditinggal ayahanda tercinta menghadap Tuhan (Nabi lahir pada 20 April 571). Penderitaan itu meningkat drastis ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul pada tahun 611. Ketika kesedihan itu mencapai puncaknya 10 tahun kemudian, maka Gusti Allah menghibur kanjeng nabi dengan travelling, memperjalankan  sang kekasih di malam hari ke tempat-tempat yang penuh berkah. Dengan demikian pada mulanya, shalat, sebagai mahkota isra' mikraj, adalah metode healing.

Shalat sebagai sarana penghiburan jika dikelola dengan baik bisa berkembang menjadi sarana counselling, supporting, training dan berpuncak pada flying atau mikraj menuju sidratul-muntaha kita masing-masing. Bukankah shalat adalah mikrajnya seorang mukmin ?! ( Kitab Ruhul Ma'ani 9/271, Kitab tafsir  Naisabur 3/192 dan Kitab Ruhul Bayan 2/213, M.Junaidi Sahal, Suara Muslim Net, 11 Maret 2021). Sementara itu kata Rab  yang ada pada QS 1 : 1 dan banyak muncul pada ayat-ayat Al Qur'an lainnya, ditafsirkan sebagai Tuhan pencipta sekalian makhluk. Yang bukan hanya memberi mata penghidupan saja, melainkan bagi tiap makhluk telah Ia tentukan sebelumnya daya kemampuan, dan dalam lingkungan daya kemampuan itu Dia siapkan sarana, yang dengan sarana itu mereka secara berangsur-angsur dapat meneruskan perkembangannya hingga mencapai puncak kesempurnaan tertinggi sebagai manusia, al-insan-al-kamil ( Murtadho IMA dan Lane EW dalam Ali MM, 1971).  

Sebenarnyalah yang paling ditakuti oleh para pemuka kafir Qurais dari ajaran nabi Muhammad SAW adalah konsep kesetaraan umat manusia. Orang Arab tidak lebih mulia dari orang non Arab dan orang kulit berwarna tidak lebih buruk dari pada orang kulit putih. Yang paling mulia dihadapan Allah dulu, kini dan yang akan datang bukanlah orang yang paling tinggi jabatannya, atau paling melimpah harta bendanya atau paling berderet gelar akademiknya, yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa ( QS 49 : 3). Dan semua orang dalam semua strata ekonomi dan sosial-politik memiliki peluang yang sama untuk menjadi manusia bertaqwa. Inilah yang menjelaskan kenapa pada awalnya sebagian besar pengikut nabi suci adalah kaum dhuafa, yang secara ekosospol  berada di strata paling bawah.

Ketakutan akan potensi kehilangan privilege itulah yang menyebabkan sebagian besar public figure kafir Qurais terus merintangi dan mengganggu upaya nabi Muhammad menyiarkan ajaran tauhid. Upaya perintangan itu meningkat menjadi teror seiring dengan semakin banyaknya masyarakat golongan lemah  Arab yang menerima ajaran nabi. Teror itu berkembang dari penyerangan pribadi  sampai pengasingan dan pemboikotan seluruh keluarga nabi (Bani Hasyim) yang diformalkan dalam sebuah piagam yang digantungkan di Ka'bah. Kemudian kepedihan yang harus dihadapi nabi terus beranjak naik ketika dua orang terkasihnya yakni Pamanda Abu Thalib bin Abdul Mutholib dan istrinda tercinta Khatijah dipanggil Tuhan pada tahun yang sama. Wafatnya kedua orang itu betul betul seperti melolosi tulang nabi hingga tahun itu disebut sebagai amul husni atau tahun  kesedihan ( sekitar 620 M).

Rupanya amul husni bukanlah sebuah puncak. Sesudah kehilangan dua orang yang selalu membelanya itu Muhammad melihat Qurais makin keras menggangunya bahkan sudah menyusun rencana untuk membunuhnya. Beliaupun merasa tertekan sekali. Namun semua itu tidak menyurutkan semangatnya untuk mengajarkan al-islam. Diapun mendatangi kabilah Banu Kinda di bagian selatan Makkah, kabilah Banu Kalb yang berdekatan dengan Suriah, Banu Hanifa yang bermukim di dekat negara Irak sekarang dan Banu Amir yang nomaden. Namun mereka semua menolak seruan nabi itu dengan sangat buruk.

Terasing seorang diri, Muhammadpun pergi ke kota Tha'if, 60 kilo meter dari Kota Makkah. Tujuan beliau adalah agar mendapatkan dukungan dan suaka dari orang-orang di kota yang sejuk dan memiliki banyak kebun buah-buahan itu. Alih alih memberikan perlindungan, kabilah Tha'if malah melemparinya dengan batu.

Nabipun mengangkat kepala dan menengadah, mengadukan duka lara dihadapan Illahi dengan cucuran air mata :

"Allahumma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. O  Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah dan Engkaulah pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan diriku ?! Kepada orang jauh yang berwajah muram kepadaku-kah ?! atau kepada musuh yang akan menguasai diriku ?! Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Dikau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapn, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia-akhirat daripada kemurkaan-Mu yang akan Kau timpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada upaya selain dengan Engkau jua," (Do'a Tha'if, Haikal M.H., 1998, hlm.149).

Dalam rangka menghibur kegundahan dan keresahan Nabi, maka Gusti Allah merancang dan mengeksekusi peristiwa isra' mikraj ( 621 M). Apakah isra' mikraj melibatkan ruh sekaligus jasad Nabi atau hanya ruhnya saja, akan terus menjadi perdebatan. Saat ini science sudah semakin dekat untuk memastikan bahwa isra' mikraj melibatkan tidak saja jiwa tetapi sekaligus jasad nabi suci Muhammad SAW. Fenomena black hole semakin sesuai dengan narasi al qur'an tentang peristiwa mikraj Nabi Muhammad. Bentuk dan situasi gelap lubang hitam yang saat ini sudah diketahui oleh para astrofisikawan sangat mirip dengan bentuk  pohon sidrah dan situasi lingkungan peristiwa mikraj (QS 53 : 1, 14, 16 dan 17). Menurut banyak mufasir pohon sidrah adalah pohon bidara/jujuba. Beberapa ilmuwan seperti Jorge Pullin (Astrofisikawan Argentina), Rudolfo Gambini (Fisikawan Uruguay) dan Gerald Hooft (Astro-fisikawan Belanda) serta  disetujui oleh Stepen Hawking (Fisikawan Inggris Raya)  meyakini bahwa tak lama lagi ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu mengetahui keajaiban ilmiah yang secara implisit maupun ekplisit telah dikabarkan oleh kitab Suci Al Qur'an lebih dari 15 abad yang lalu (https://youtu.be/W0gG93fDFAA?si= 67Xeo3oRoj3 VGGCw).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun