Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Anies Antitesis Jokowi, itu Salah?

15 Oktober 2022   20:28 Diperbarui: 16 Oktober 2022   08:11 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : https://pos-kupang.com-tribun/

Belum selesai persoalan beberapa kader dan pengurus daerah di Partai Nasdem yang mundur dan menjadi korban karena deklarasi pencapresan Anies Baswedan. Publik dikejutkan oleh pernyataan Zulfan Lindan, seorang politikus Nasdem bahwa Anies Baswedan adalah antitesis Jokowi.  Buntut dari pernyataan tersebut, Zulfan langsung dinonaktifkan dari kepengurusan DPP Nasdem. Menariknya lagi, Zulfan Lindan merespon dan menegaskan bahwa dirinya sudah lama mundur dari kepengurusan DPP Nasdem, yakni sejak April tahun 2020. Jika Zulfan benar telah lama mundur dari kepengurusan partai, maka penonaktifannya hanya sebagai peredam dan sekedar bumbu pemanis saja. Terlepas dari penonaktifan tersebut, kemelut ini telah menimbukan persepsi pada masyarakat. Masyarakat bisa saja memandang bahwa Nasdem memang betul telah mengusung Anies Baswedan tetapi tidak mau lepas koalisinya dengan Jokowi hingga tahun 2024. Padahal momentum ini adalah saat yang tepat untuk keluar dari koalisi dan berdiri sebagai oposisi.

Bila melihat fenomena atas polemik ini menimbulkan kesan bahwa Nasdem ingin bermain di dua kaki hingga tahun 2024. Partai Nasdem tentunya telah memiliki perhitungan tersendiri dengan memainkan strategi dua kaki ini. Jangan disalahkan, jika nantinya ada persepsi di masyarakat bahwa partai Nasdem belum siap kehilangan kursi Menterinya di kabinet pemerintahan ini. Menurut pendapat penulis secara pribadi, Zulfan Lindan juga tidak salah atas ucapannya. Zulfan mungkin melihat bahwa ini adalah saat yang tepat, bergerak langsung merebut simpati masyarakat. Pendapat yang diucapkannya bertujuan menyaring pemilih  yang pada pemilu sebelumnya tidak memilih Jokowi. Padahal rekan yang rencananya akan diajak untuk berkoalisi pada tahun 2024 yaitu Partai Demokrat dan PKS telah berdiri dengan tegak dan mampu bersebrangan dengan pemerintahan sekarang. Ambiguitas partai Nasdem ini tentunya akan menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Partai Demokrat dan PKS.

Tindakan reaktif terhadap Zulfan Lindan, memunculkan dugaan bahwa di tubuh partai Nasdem juga belum bulat dukungannya ke Anies Baswedan. Memang benar, Ketua Umumnya Surya Paloh telah mendeklarasikan Anies sebagai Capres dari Nasdem. Namun, belum berani beroposisi dengan Jokowi. Kegamangan ini dikhawatirkan akan menyulitkan Anies Baswedan dalam mem branding dan positioning dirinya. Zulfan Lindan sebenarnya telah benar, yaitu mengarahkan dan menuntun masyarakat dengan memberi label branding bahwa Anies adalah seorang memiliki keunggulan dibandingkan Jokowi dan layak untuk dipilih. Positioningnya, Anies Baswedan adalah calon yang berbeda dan akan membawa perubahan dari pemerintahan sebelumnya (Jokowi). Jika Anies tidak diberikan citra yang berbeda yaitu antitesis Jokowi, maka masyarakat bisa saja menilai bahwa Anies akan meneruskan program yang telah dilaksanakan oleh Jokowi. Akhirnya pemilih bisa saja menilai bahwa pemerintahan Jokowi telah berhasil sehingga akan dilanjutkan oleh calonnya yaitu, Anies.  Lalu bagaimana dengan rencana rekan koalisinya yaitu Partai Demokrat dan PKS yang menilai pemerintahan saat ini belum berhasil dan perlu diperbaiki sana-sini. Capres lain, yaitu AHY bahkan lebih maju dan berani melabel diri dengan partai Demokratnya sebagai antitesis Jokowi dan pemerintahan saat ini.

Melihat situasi ini, kebingungan atas rencana koalisi Nasdem, Demokrat dan PKS dapat saja terjadi. Deklarasi diumumkan cepat oleh Nasdem, namun tidak boleh menyerang rezim pemerintahan yang berkuasa saat ini. Partai Demokrat dan PKS bisa saja berpikir ulang dan tidak ingin cepat bergabung dalam koalisi partai Nasdem. Jangan disalahkan, jika PKS dan Demokrat nantinya memiliki hitung-hitungan politik tersendiri. Tentunya lebih baik bagi kedua partai tersebut untuk mengambil sikap "wait and see" dalam memutuskan bergabung dalam koalisi  yang digagas oleh partai Nasdem. Seandainya bergabung, wajar jika diputuskan pada saat last minute pencalonan Capres di KPU. Kedua partai tentunya berkepentingan untuk meraih dan menjaga simpati masyarakat yang dulunya tidak memilih Jokowi. Bertindak elegan sebagai oposisi dengan cara mengkritik kekurangan pemerintahan Jokowi. Bila, strategi dua kaki ini tidak dirubah cepat oleh partai Nasdem, secepat mendeklarasikan Anies Baswedan. Wajar saja, jika publik mulai meragukan koalisi ini akan terwujud. 

Salam Demokrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun