Mohon tunggu...
Yan Baptista
Yan Baptista Mohon Tunggu... Ilustrator - pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyesalan

6 Januari 2018   21:39 Diperbarui: 8 Januari 2018   16:22 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Senja baru saja digelar. Ini malam Minggu. Hujan rintik-rintik turun ke bumi dengan malu-malu.

Nurmalia kembali duduk di depan cermin, merapikan lagi rambutnya yang panjang sebahu. Segurat senyum membias di wajah Nurmalia. Bibirnya tampak sempurna disaput lipstik merah muda. Alis hitamnya melengkung indah. Dibubuhkannya lagi bedak tipis-tipis pada wajah. Nurmalia memang gadis yang manis. Tak perlu lagi sangsi.

Sore ini Nurmalia hatinya penuh. Sebuah janji sudah disepakati. Nurmalia akan menemui Doni sang tambatan hati. Ah, Doni Ramdoni, pemuda gagah berkulit bersih berhidung mancung idola para gadis sekampung, yang Nurmalia kenal lima bulan lalu di Pasar Malam,memang telah membuat Nurmalia tersanjung.

Doni Ramdoni,pemuda mapan yang selalu menunggang sepeda motor ber-cc besar, memang tampan.Tubuhnya tegap atletis menantang langit. Doni mendekati Nurmalia malam itu di pasar malam bulan Februari. Senyumnya tulus menembus dinding hati Nurmalia. Nurmalia tak sanggup menolak bahkan untuk sekedar mengulur waktu,saat Doni menyatakan isi hatinya diikuti sebuah kecupan di kening.

"Kita jadian ya?" kata Doni kala itu. Singkat namun sarat arti.

Hari-hari setelah kejadian di pasar malam, adalah hari-hari yang penuh warna bagi Nurmalia. Doni bukan hanya rupawan dalam fisik tetapi juga santun membawa diri. Doni memperlakukan Nurmalia bak kristal cantik yang harus dijaga penuh. Menonton bioskop atau saling bertukar cerita di sudut food court mall tempat Nurmalia bekerja, adalah kebahagiaan sejuta rasa bagi Nurmalia.

Sampai pada siang itu. Di kamar kosnya, Nurmalia berserah diri dengan rela, membuka pintu sangkar keindahannya sebagai seorang wanita, melepaskan merpati nan suci ke awang-awang nirwana. Nurmalia tunduk. Tak kuasa menolak gelora naluri dunia. Tak ada air mata kala itu. Hanya hati yang damai mengakhiri seluruh rasa yang selama ini membuncah di dada.

"Aku akan bertanggung jawab, Lia" kata Doni mantap. Tak ada getar, tak ada ragu.

Gerimis sudah berhenti. Setengah tujuh malam waktu telah ditentukan. Nurmalia berjalan anggun ditopang sandal barunya yang berhak tinggi. Aku datang, duhai pangeran...

Sekelebat Nurmalia menangkap imaji. Sebuah sepeda motor ber-cc besar bercat biru terparkir di muka mini market. Sepeda motor Doni. Nurmalia mendekat mengambil jarak. Pintu mini market terbuka. Doni Ramdoni keluar dari sana tidak sendiri. Seorang gadis berambut kecoklatan  dengan tubuh indah dan dada yang seakan mau tumpah, melingkarkan tangannya di pinggang Doni. 

Begitu pula sebaliknya. Mereka tampak begitu akrab. Sejurus Nurmalia terpana. Doni melirik ke arah Nurmalia, kemudian segera membawa sepeda motorber-cc besarnya berlalu, bersama si gadis berambut kecoklatan dengan dada yang seakan mau tumpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun