Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Momen Emosional Lima Tahunan yang Coba Diurai oleh Dirty Vote

13 Februari 2024   16:23 Diperbarui: 15 Februari 2024   20:48 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu dari kompas.com

Saat esai ini ditulis jumlah views dokumenter Dirty Vote di kanal Youtube @dirtyvote dan @PSHKIndonesia masing-masing sudah lebih dari 7 juta. Kalau ditotal berarti ada 14 juta akun yang menonton Dirty Vote hanya dalam waktu dua hari setelah rilis pada 11 Februari 2024. Ada yang mengatakan views sebesar itu gampang dicari. Tinggal tonton berulang-ulang sampai 7 juta kali maka views pun bertambah sampai 7 juta.

Pertama, algoritma YouTube tidak semudah itu dikadali. Kedua, views tidak bakal nambah meski ditonton berulangkali dari akun berbeda. 

Ketiga, views memang bisa bertambah kalau ditonton dari gawai berbeda, tapi Itu berarti seseorang harus punya lebih dari satu smarphone, satu laptop, satu tablet, dan satu komputer hanya untuk menambah beberapa ratus views saja di satu video. Keempat, menambah views secara sengaja seperti itu berpotensi besar membuat video di-takedown YouTube. Kanal pemilik video juga bakal kena banned permanen. 

Jadi kalau banyak yang bilang video itu sengaja ditonton berulangkali supaya mencapai 7 juta views dalam waktu dua hari, itu mengada-ada.

Paling mungkin views meledak karena pihak pro dan kontra tergerak menontonnya sebab ingin penguatan dan menguatkan calon presiden yang mereka dukung. 

Pemilu adalah momen emosional yang mendorong orang ke TPS dengan membawa luapan perasaan daripada melihatnya sebagai hak lima tahunan warga negara. 

Makanya dalam memilih presiden pun kita mengedepankan emosi daripada mencari dan berpikir presiden seperti apa yang paling mumpuni memimpin Indonesia. 

Hati, Emosi, dan Rasionalisasi

Saya sering bertanya dan menemukan jawaban dari ibu-ibu yang menyatakan mendukung Prabowo Subianto karena kasihan melihat beliau yang sudah tua. Apalagi di tiap debat beliau seperti terlihat jadi bulan-bulanan capres lain. 

Usia Prabowo yang sudah tua kemudian membawa mereka pada pikiran Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo masih bisa mencalonkan lagi 5-10 tahun mendatang, jadi kenapa tidak memberi kesempatan pada Prabowo untuk jadi presiden.

KBBI mengartikan emosi sebagai luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat, juga keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis. Buat kaum emak-emak mencari rekam jejak dan informasi tentang calon presiden berarti tambahan beban kerja buat mereka selain mengurus rumah tangga.

Maka alih-alih memilih berdasarkan rasionalitas kemampuan capres dan kapabilitasnya memimpin Indonesia, emak-emak mengedepankan emosinya yang dibungkus rasionalisasi seperti, "Beliau ganteng dan gagah, kasih kesempatanlah buat jadi presiden." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun