Mohon tunggu...
Yan Okhtavianus Kalampung
Yan Okhtavianus Kalampung Mohon Tunggu... Penulis - Narablog, Akademisi, Peneliti.

Di sini saya menuangkan berbagai pikiran mengenai proses menulis akademik, diskusi berbagai buku serta cerita mengenai film dan lokasi menarik bagi saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Growth Mindset", Kunci Sukses Mengembangkan Hidup!

22 Mei 2020   01:32 Diperbarui: 22 Mei 2020   01:33 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada postingan sebelumnya, saya sudah menjelaskan bagaimana rasa malas itu bisa muncul. Dengan melihat faktor pemikiran sendiri yaitu "mental-block", saya kira masalah itu hanya bisa diselesaikan dengan mengatur cara berpikir sendiri. Untuk bisa seperti itu, memang butuh latihan dan komitmen. Beberapa orang sudah terbiasa melakukannya, tapi yang lain masih perlu melakukan penyesuaian. Alasannya karena memang kita dibiasakan untuk tidak memikirkan nasib diri sendiri. Kita hidup dalam masyarakat yang suka mendikte apa yang perlu dan tidak perlu kita lakukan, bahkan sampai apa yang perlu kita pikirkan. Dalam pengertian ini, pemikiran yang akan saya tawarkan sekarang adalah sebuah pembebasan dari kultur buruk yang ada di masyarakat.

Carol Dweck, seorang Professor Ilmu Psikologi dari Stanford University melakukan penelitian sejak tahun 60-an tentang bagaimana pemikiran seseorang mempengaruhi keberhasilannya di masa depan. Beberapa puluh tahun kemudian ia mendapatkan kesimpulan yang sangat menarik. Ternyata apa yang kita pikirkan sekarang sangat berpengaruh terhadap pencapaian hidup kita di masa mendatang. Dalam bukunya yang berjudul "Mindset : Changing the way you think to fulfil your potential", Carol menjelaskan tentang dua mindset yang mengatur pemikiran manusia, khususnya kemampuan untuk belajar. Bukan hanya belajar dalam kerangka akademis tapi juga belajar untuk bertahan hidup.

Mindset yang pertama itu yaitu mindset stagnan (fix mindset) dan kedua yaitu mindset bertumbuh (growth mindset). Memang penelitian dari Carol Dweck pertama-tama dimulai dari psikologi belajar. Apa yang membuat seseorang itu bisa terhambat dalam belajar. Dweck tidak menggunakan istilah "mental-block"tapi menurut saya "fix mindset" adalah penjelmaan dari itu. Bahkan kalau ditelusuri lebih lanjut, "fix mindset" adalah bentuk permanen dari "mental-block" karena itu berurusan dengan mindset.

"Fix mindset" adalah kepercayaan mengenai kemampuan manusia itu tidak akan berkembang, semua ditentukan dari awalnya. Kata-kata seperti jenius, pintar, istimewa, dst itu sangat mewakili mindset itu. "Kalau sudah pintar ya memang pintar, kalau sudah bodoh ya akan terus bodoh."  Semua sudah "fixed", tidak bisa berubah lagi. Orang-orang dengan mindset itu sangat percaya dengan keistimewaan. Mereka sangat mementingkan penampilan, karena mereka ingin punya keistimewaan itu. Orang yang merasa diri dan ingin selalu dipuji pintar, akan selalu berupaya agar "privilege" itu bertahan. Menurut Carol, ini justru menghambat, karena orang akan jadi takut salah, takut kelihatan bodoh, takut gagal. Jadi mereka akan sulit berkembang, karena salah satu syarat jelas dari perkembangan itu adalah kegagalan. Mereka justru paling benci dengan itu.

"Growth mindset" adalah kebalikannya. Orang-orang dengan mindset ini percaya bahwa semua hal bisa dipelajari. Selama itu menyangkut kemampuan otak dan didukung oleh kemampuan fisik yang mumpuni, sebenarnya tidak ada yang menghalangi kita untuk belajar apapun. Beberapa orang bahkan maju sampai ke titik bahwa walau kemampuan fisik yang terbatas asalkan kita percaya bahwa kita bisa belajar apapun. Menariknya, orang-orang seperti itu sangat rendah hati.

Dalam bukunya Mindset itu, Carol Dweck bercerita tentang Michael Jordan (Legenda Olahraga Basket asal Amerika Serikat) yang disebutnya sebagai contoh terbaik dari orang yang memiliki "Growth mindset". Dalam satu kesempatan, Michael pernah berkata bahwa ia selalu heran melihat orang-orang yang memuja dia bahkan seperti dewa. Itu benar karena saya saja yang tidak tahu basket, bisa tahu orang itu. Michael Jordan terkenal karena kemampuan bermain basketnya yang luar biasa. Tapi Ia sendiri berkata bahwa semua orang yang memuja dia itu salah. Ia bukan dewa, ia bukan jenius, ia menyadari diri hanya orang yang belajar dengan sungguh-sungguh supaya bisa menjadi pemain basket professional. Dalam bukunya, Carol Dweck bercerita bahwa sedikit orang tahu kalau Michael Jordan waktu masih SMA sering ditolak masuk dalam tim basket karena kemampuannya yang masih lemah. Michael selalu sadar kenyataan itu dan tidak pernah merasa diri lebih hebat dari orang lain. Karena ia tahu bahwa semua orang bisa seperti dia, asalkan belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh. Dan satu lagi, mencintai kegagalan. Karena dengan kegagalan, kita bisa terus belajar. Tidak penting itu orang menganggap kita bodoh karena  sering gagal, yang penting saya terus belajar dari kegagalan itu.

Kita memang hidup dalam masyarakat yang percaya dengan "fix mindset", sedikit saja kita punya prestasi, orang-orang sudah memuji kita seakan-akan mereka tidak bisa punya prestasi yang sama atau bahkan lebih. Semua itu keliru. Kalau orang yang memiliki "growth mindset", akan selalu yakin bahwa tiap orang punya potensi yang sama untuk berkembang. Memang saya sadari bahwa lingkungan juga berpengaruh. Contohnya, orang tua yang kaya bisa membayar pengajar-pengajar terbaik untuk mengajar anaknya. Mereka bisa membayar anaknya untuk belajar di sekolah-sekolah terbaik di dunia. Anak-anak itu tentu akan lebih cepat berkembang. Dibanding misalnya kita yang punya keterbatasan ekonomi untuk mendapat pendidikan yang layak, tentu akan tertinggal dari mereka. Tapi kendati memiliki keterbatasan itu, orang dengan growth mindset  tidak akan menyerah, galau dan putus asa. Ia akan memanfaat berbagai sumber daya yang ada misalnya internet dengan ilmu yang dengan mudah bisa diakses.

Yang perlu kita sadari bahwa akses untuk pendidikan itu sangat terbuka sekarang. Hanya saja orang-orang dengan "fix mindset" selalu merasa diri tidak mampu dan menyerah untuk menggapainya. Maka dari itu saya tidak setuju dengan wacana soal kita yang tidak usah bersusah payah untuk menggapai sekolah terbaik karena di dalam negeri sudah ada. Bagi saya itu suatu pembodohan yang sengaja diwacanakan oleh orang-orang kaya agar anak-anaknya nanti tetap berkuasa. Bagi orang dengan "fix mindset", tidak akan bisa melihat itu, tapi dengan growth mindset  sebenarnya kita sadar bahwa hanya dengan belajar terus pengetahuan baru kita akan bisa bersaing di dunia sekarang ini. Orang-orang kaya itu menyuruh kita misalnya supaya sekolah di dalam negeri dengan kualitas yang bobrok sekarang ini. Sementara mereka mengirim anak mereka untuk belajar di sekolah/universitas terbaik di dunia agar mereka selalu punya pengetahuan terbaik dan kita selalu tertinggal. Saya percaya orang-orang muda yang punya kebebasan untuk menggapai ilmu lebih tinggi, tidak boleh menyerah dengan keadaan. Selalu belajar ilmu baru, bahasa baru, upadate dengan segala perkembangan terkini agar kita bisa paham dengan akses-akses yang terbuka untuk kita. Kita harus selalu berusaha mengejar pendidikan terbaik, kendatipun di dalam negeri, tapi harus menggapai yang terbaik.

Kedua mindset ini tidak semata-mata menyangkut umur. Banyak anak muda yang sudah memiliki "fix mindset". Contoh yang saya alami sendiri, banyak mahasiswa yang tidak mau mempelajari dengan serius, ilmu yang sudah saya berikan. Padahal ilmu yang saya berikan itu setara dengan ilmu yang didapat anak orang kaya di universitas terbaik di dunia itu. Mereka lebih memusingkan penampilan supaya tidak kelihatan bodoh di hadapan orang lain. Sudah pasti kepada orang-orang seperti itu, tidak akan ada ilmu baru yang bisa diberikan. Karena mereka hanya akan berkutat pada ilmu yang sudah mereka pahami, yang tidak bisa dipahami itu kalau bisa dijauhi, takutnya nanti kelihatan bodoh. Padahal ilmu itu dikatakan baru karena belum kita pahami, kalau sudah dan mudah dipahami, itu nama namanya cerita zaman old.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun