Mohon tunggu...
Yan Okhtavianus Kalampung
Yan Okhtavianus Kalampung Mohon Tunggu... Penulis - Narablog, Akademisi, Peneliti.

Di sini saya menuangkan berbagai pikiran mengenai proses menulis akademik, diskusi berbagai buku serta cerita mengenai film dan lokasi menarik bagi saya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Nilai Pengorbanan Diri dari Para Buruh Migran

18 Mei 2020   00:28 Diperbarui: 18 Mei 2020   00:29 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana kalau impian yang sudah kita perjuangkan dengan "berdarah-darah" akhirnya tidak tercapai ? Berbagai upaya sudah dilakukan. Belajar seperti orang gila siang dan malam. Mencari informasi di sana sini mulai dari hadir di seminar-seminar, bertanya ke orang-orang yang berpengalaman sampai sering mencari info di media sosial.

Bukan juga singkat waktu yang dihabiskan. Mulai dari masih sekolah yang dasar, ikut perguruan tinggi sampai sudah berkeluarga dan beranak-cucu, bertahun-tahun sudah terlewat. Lalu karena titisan nasib hingga semua usaha tidak membuahkan hasil.

Dalam satu pengalaman yang tak terlupakan, Elok Halimah menyaksikan dua orang pekerja Imigran yang dikenal dengan Buruh Migran Indonesia (BMI) yang punya impian besar namun tak tercapai.

Dalam suatu kesempatan di Hongkong, Elok tak sengaja mendengar pembicaraan dua orang perempuan BMI atau yang terkenal di Indonesia sebagai TKW, berbicara dalam bahasa Jawa yang familiar dengannya.

Mereka bercerita tentang bagaimana keinginan mereka untuk mendapat hidup yang lebih baik akhirnya pupus karena persoalan ekonomi. Mereka iri melihat tetangga mereka yang bisa dengan nikmat merengkuh pendidikan tinggi dan bisa bekerja dengan layak.

Sementara mereka berdua hanya bisa terdampar bekerja di tanah orang yang tak dikenal ini sebagai pembantu rumah tangga. Tapi mereka sendiri akhirnya bisa bersyukur karena bisa lolos dari seleksi untuk menjadi BMI sementara banyak orang yang gagal.

Karena kesempatan yang dimiliki ini, mereka bisa membiayai keluarganya di kampung, agar kebutuhan orang tuanya dan terutama menyekolahkan adik mereka ke jenjang yang lebih dari yang pernah mereka miliki. Rupaya percakapan dari orang yang tak dikenal ini sangat membekas dalam diri Elok karena itu mengingatkan kenangan tentang Ayahnya yang bernasib seperti mereka.

Catatan Elok ini tergabung dalam buku kumpulan tulisan yang berjudul Berjuang di Tanah Rantau. Di dalam buku ini tercatat berbagai pengalaman hidup orang-orang yang berkarya maupun studi di luar negeri. Salah satunya ialah Ahmad Fuadi, penulis buku Negeri 5 Menara  yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Belakangan buku itu sudah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama.

Di antara berbagai cerita menarik tentang orang-orang yang berjuang di dalam buku Berjuang di Tanah Rantau itu, saya tertarik dengan cerita dari Elok yang berkisah tentang bagaimana respon orang yang impiannya tidak terwujud. Elok Hasimah adalah orang Indonesia yang saat ini berkarya di Jepang. Pengalaman yang diceritakannya itu terjadi saat ia berkunjung ke Hongkong.

Elok kemudian berkisah tentang ayahnya yang punya impian besar untuk bisa mengelilingi dunia. Di salah satu kampung terpencil di Jawa Timur, hanya ayahnya sendiri yang punya mimpi sebesar itu. Tiap hari ayahnya belajar tentang sejarah dan kebudayaan asing.

Ayahnya sendiri dengan tekun belajar bahasa inggris dan arab yang tak pernah dipakai untuk berkomunikasi dengan penutur asli. Tiap hari ayahnya menonton TV untuk mencari tahu tentang peristiwa di luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun