Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik

To’o RJ Lino dan Loyonya Kepretan Rajawali

18 September 2015   10:50 Diperbarui: 18 September 2015   17:03 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RJ Lino, Dirut Pelindo II yang menggegerkan Indonesia. Saya memaggilnya To’o (bahasa Rote), setelah mengetahui dirut Pelindo II itu berasal dari Rote. Tepatnya Kabupaten Rote Ndao, provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT]. Ia lahir di Rote tahun 1953. To’o adalah panggilan untuk kaum laki-laki Rote yang lebih tua. Bisa bermakna bapak, om, kakak, dan orang yang secara usia lebih di atas kita. Saya mengerti soal budaya ini, karena saya pun tulen asal NTT. Tepatnya dari pulau Alor. Kami mencari sirip ikan hiu di Pulau Rote. Bahkan penduduk Rote Papela itu 35% berasal dari Alor; daerah asal saya [ini data perkiraan saya]. Kakak saya nomor tiga, menikah dengan orang Rote, dan menetap di sana.

Pasca ruang kerjanya digeledah Kabareskrim Mabes Polri, To’o Lino uring-uringan. Watak orang Rote nya mendidih. Semua orang besar di republik ini diremas urat lehernya. Kepala Bappenas hingga Wapres Jusuf Kalla diteleponnya di hadapan awak media. To’o Lino mendemonstrasikan kekuatannya. Ia tak setuju bila ruang kerjanya digeledah Kabareskrim terkait dugaan korupsi mobile crane oleh Pelindo II. 

To’o bahkan mengancam mundur sebagai dirut Pelindo II, bila kasus mobile crane ini tak dihentikan. Kabareskrim Buwas dibikinnya terpental. Suplemen apa yang dimakan To’o Lino, hingga antibody politiknya begitu kuat nan perkasa? Sayangnya, Buwas, tak punya trombosit politik yang cukup untuk menahan menghantam To’o Lino.

Rajawali kepret; alias Rizal Ramli (RR) selaku Menko Maritim pun dibuatnya tak berdaya. To’o Lino meminta RR belajar lagi soal penggunaan kereta api (KA) sebagai pengangkut container di pelabuhan Tanjung Priok setelah ia dikritik RR soal kinerjanya dalam penanganan dwelling time, bahwa ide RR tak efisien. Menurut Lino, penggunaan KA untuk muat container, dalam rangka menurunkan dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok  itu memakan waktu lama; dan juga mengingat jalur KA kita masih sedikit. Sehingga saran RR bahwa KA masuk ke pelabuhan kontainer itu ide salah.

Mantan Managing Pelabuhan Guigang, Guang Xi di Cina itu terus menghantam RR. Ia menganjurkan RR belajar lagi pada negara-negara yang bisnis kepelabuhanannya sudah maju. Sayap Rajawali itu seakan loyo, tak lagi mengepak kencang di media. Pasca tanggapan To’o Lino, RR nyaris diam tak berkutik. To’o seperti menginjak sayap rajawali dan mencekik batang lehernya. Rajawali mati kutu !  

Dirut BUMN dengan panggilan masa kecil Manneke” (Belanda: anak kecil) ini tak berhenti minginjak sayap rajawali. Pada Senin [14/09/2015], ia bikin iklan eksklusif satu halaman penuh, di dua koran kakap sekaligus [Bisnis Indonesia dan Kompas]. Empat halaman di Bisnis Indonesia dan empat halaman di Kompas. Dari iklan di dua koran itu, nampak, To’o adalah sosok yang ambisius, keras dan petarung. Laga-laganya To’o punya kekuatan ekstra. Punya nafas cadangan dan punya kelebihan antibody politik.    

Iklan eksklusif itu ditenggarai, menelan biaya Rp.2-3 miliar. Ketika ditanya, soal biaya iklan, alumni ITB tamatan 1976  ini mengelak, kepada awak media, To’o bilang, ia tak tahu menahu soal biaya iklan itu. Hebatnya To’o. Dus, disebuah BUMN sekelas Pelindo II, uang bernilai miliaran dikeluarkan tanpa sepengetahuan dirut.

Tentu hanya To’o dan Tuhan yang tahu, bahwa apakah, anggaran sebesar itu sudah ditetapkan melalui mekanisme RKAP Pelindo II pada APBN 2015. Apakah ada dalam rincian belanja yang ditetapkan? Atau itu belanja yang diada-adakan, dalam rangka meredup-redamkan hantaman kepapakan maut RR terhadap To’o Lino di publik?

Lagi-lagi, bila iklan ekslusif tentang New Port Priok I itu hanya untuk mematikan kepretan rajawali, maka ini sungguh terlalu. Memanfaatkan anggaran negara untuk baku hantam sesama pejabat negara di media. Apalagi bila anggaran iklan sebesar itu, tak ada dalam RKAP Pelindo II. Manneke  terlalu jago, dan terus bermanuver.

Dari dalam Pelindo II, To’o Lino digerogoti Serikat Pekerja (SP) Jakarta International Container Terminal (JICT) sebagai anak usaha PT Pelindo II. Ia juga dilaporkan JICT ke KPK soal indikasi korupsi pembelian mobile crane. SP JICT protes keras, karena kerja sama JICT dengan Hutchison Port Holding (HPH) yang akan diperpanjang To’o Lino itu berpotensi merugikan JICT. Lagi-lagi To’o memang hebat, dan hebatnya itu adalah, kerjasama dengan HPH baru habis 2019, tapi sudah diperpanjang lagi hingga 2039. Itupun tanpa melalui konsesi otoritas pelabuhan; dalam hal ini menteri perhubungan.     

Hebatnya To’o, kerjasama JICT dengan HPH itu bukan menguntungkan, malah berpotensi merugikan JICT. Jika kita pelajari dan investigasi dari data SP JICT, maka kerugian negara tersebut berangkat dari pendapatan JICT setiap tahun yang rata-rata sebesar US $160 juta dollar. Dengan kerjasama itu, setoran modal Hutchison Port Holdings (HPH) cuma US$ 215 juta dengan imbal saham 49%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun