Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ingat, Idul Adha Bukan Hari Raya Kuliner Daging-dagingan

11 September 2016   13:38 Diperbarui: 12 September 2016   10:36 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: aktualpost.com

Kadang, kita merasa hari raya kurban hanya berputar-putar di soal orang-orang memperbaiki protein hewaninya setiap tahun. Lantas begitu riuhnya orang-orang membicarakan soal harga kambing atau sapi dan juga arang pembakar sate dan aneka bumbu gulai kambing. Hari raya kurban bukan hari kuliner seantero dunia.  

Ujung-ujungnya setelah kurban, klinik di desa hingga Puskesmas di Kecamatan disesaki warga yang mengeluh diare alias mencret karena kelebihan makan sate pun gulai kambing. Yang paling menderita adalah, mereka yang punya darah tinggi, tapi ngotot makan sate dan gulai kambing di hari raya kurban. Tak sedikit dari mereka ini yang terserang kolesterol jahat, hingga akhirnya struk dan tepar pasca hari raya kurban.

Hari raya kurban juga acap memperlihatkan demonstrasi kekurangan daging warga. Bahkan dua tahun lalu, ribuan orang rela antre dan terinjak-injak hanya karena ingin mendapatkan kupon daging pasca lebaran Idul Adha. Mencret, tekanan darah tinggi dan struk hingga terinjak-injak saat mengantre kupon daging, adalah anomali yang tiap tahunnya menjadi momok Idul Adha. Lantas; tontonan-tontonan itu, membonsai nilai-nilai keperibadatan atau spiritualitas yang ada dalam pesan simbol hewan kurban dan tentu makna haji bagi mereka yang menjalankannya.

Empat sales promotion girl (SPG) hewan qurban yang selalu tampil menarik di setiap hari raya qurban (sumber : http://foto.okezone.com)
Empat sales promotion girl (SPG) hewan qurban yang selalu tampil menarik di setiap hari raya qurban (sumber : http://foto.okezone.com)
Jadi, Idul Adha bukan cuma hari di mana kita menyumpal mulut dan usus dengan aneka rupa olahan daging sapi dan kambing, tapi justru menjadi momentum umat muslim meresapi pesan simbol dari hari raya kurban yang berujung pada sifat kolektif tentang kerelaan dan pengorbanan.

Dua pesan yang nyatanya semakin tererosi oleh egoisme sosial yang marak di tengah-tengah kita. Baik negara yang ego terhadap rakyat kecil demi pembangunan, pun struktur sosial tertentu yang ego dan menelantarkan kelompok pinggiran yang hidup dalam kemelaratan di sekitarnya.

Jomplangnya jarak orang kaya dan miskin,rakyat kecil yang kehilangan sumber mata pencaharian akibat digusur, adalah tontonan kolektif yang menggambarkan keringnya watak pengorbanan negara atau pun penguasa. Justru orang-orang kecil itu menjadi 'kurban' demi keserakahan pembangunan.

Pesan Simbol
Ada dua pesan penting yang mestinya kita urai dari hari raya kurban. Pertama; hari raya kurban adalah suatu pesan kenabian yang ditransmisikan Allah melalui sifat kerelaan Nabi Ibrahim AS yang melalui mimpinya, di mana ia diperintahkan Allah untuk menyembelih putra semata wayangnya Ismail, dari istri keduanya Siti Hajar.

Ibrahim dalam perintah Allah itu, berada dalam suatu gejolak kebatinan yang sulit kita gambarkan dengan nalar manusia biasa. Namun begitu kuatnya sifat kenabian dalam dirinya, akhirnya ia tunduk pada perintah Allah dan tenggelam dalam kepasrahan dan kerelaan (ikhlas), sebagai ultimate dari penghambaan dirinya pada Allah.

Karena watak kerelaan itulah, Allah kemudian menggantikan Ismail dengan seekor domba yang kemudian dikurbankan. Jadi, hari raya kurban sesungguhnya adalah suatu refleksi historis dalam mengurai pesan simbol pengorbanan Ibrahim AS untuk menunjukkan watak penghambaannya kepada Allah.

Pesan sosialnya adalah, sifat kerelaan itu menjadi kesadaran komunal setiap muslim yang termanivestasi dalam diri setiap individu dalam suatu masyarakat sebagai kesadaran kolektif dalam membangun spiritualitas sosial. Tentu watak spiritualitas sosial dimaksud adalah, terciptanya masyarakat yang rukun, damai  dan sejahtera sebagai konsekuensi sifat kerelaan sebagaimana peristiwa kerelaan nabi Ibrahim.

Kedua: hari raya kurban atau pun bulan haji, juga menjadi pesan simbol yang begitu kuat mengingatkan manusia pada kematian. Wukuf di Arafah sebagai rangkaian penting ibadah haji dengan cuma menggunakan pakaian ihram, adalah revolusi kematian yang mendorong umat muslim menembus masa depannya di alam kubur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun