Mohon tunggu...
YAFI ANWAR MUHAMAD
YAFI ANWAR MUHAMAD Mohon Tunggu... Penulis

Fortis Fortuna Adiuvat,- Keberuntungan Berpihak Kepada Mereka yang Pemberani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tenaga Kerja Indonesia Illegal, Apakah Layak Mendapatkan Perlindungan Negara?

24 Agustus 2025   12:04 Diperbarui: 24 Agustus 2025   12:04 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ppid.bantulkab.go.id/di-indonesia-terdapat-18-juta-tki-ilegal-di-luar-negeri-2/

Fenomena tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri secara ilegal bukanlah hal baru. Berita tentang penyelundupan pekerja migran lewat jalur laut, penipuan agen, hingga deportasi massal hampir setiap tahun menghiasi media. Di balik itu, ada realitas getir: para pekerja ini berangkat bukan karena ingin melanggar hukum, melainkan karena terdesak kebutuhan ekonomi, minimnya lapangan pekerjaan di tanah air, serta mahalnya biaya untuk mengikuti jalur resmi penempatan tenaga kerja. Mereka adalah potret dari wajah buram pembangunan ekonomi nasional yang belum mampu memberi kesempatan kerja layak bagi semua. Namun, ketika masalah muncul mulai dari eksploitasi, gaji tak dibayar, penyiksaan majikan, hingga ancaman hukuman mati di negara tujuan muncul dilema besar: apakah negara Indonesia masih berkewajiban melindungi tenaga kerja ilegal ini?

Secara normatif, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menegaskan bahwa perlindungan harus diberikan kepada setiap pekerja migran, baik dalam proses keberangkatan, selama bekerja, maupun setelah kembali ke tanah air. Dalam undang-undang ini, tidak ada frasa eksplisit yang menghapus perlindungan hanya karena seorang pekerja berangkat lewat jalur ilegal. Dengan kata lain, mereka tetap WNI yang memiliki hak konstitusional. Konstitusi Indonesia juga memberikan dasar yang kuat. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menjamin bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 28D menegaskan hak atas kepastian hukum, perlindungan, dan keadilan. Maka, ketika seorang pekerja migran menghadapi ancaman atau perlakuan tidak manusiawi di luar negeri, negara sejatinya tidak bisa sekadar beralasan "mereka ilegal, jadi tak ada kewajiban melindungi."

Namun, praktiknya tidak sesederhana itu. Negara tujuan kerja memandang pekerja ilegal sebagai pelanggar hukum imigrasi. Mereka bisa langsung ditangkap, dipenjara, atau dideportasi tanpa proses panjang. Posisi pemerintah Indonesia pun menjadi dilematis: jika membela terlalu keras, bisa dianggap menentang hukum negara sahabat; tetapi jika diam, rakyat sendiri akan menilai negara abai terhadap anak bangsanya. Tak jarang, pekerja ilegal yang tertangkap justru menjadi korban ganda. Pertama, dieksploitasi oleh majikan atau agen. Kedua, dihukum oleh negara tujuan. Ketiga, seringkali tidak mendapat perlindungan maksimal dari negaranya sendiri. Inilah lingkaran penderitaan yang terus berulang.

Menyalahkan pekerja migran karena berangkat secara ilegal seringkali tidak adil. Banyak di antara mereka adalah korban dari biaya jalur resmi yang sangat mahal, proses administrasi yang berbelit dan memakan waktu lama, minimnya akses informasi di desa-desa, hingga keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri. Selama masalah-masalah struktural ini tidak diselesaikan, maka pekerja ilegal akan terus muncul, dan negara akan terus berhadapan dengan dilema perlindungan.

Jawabannya jelas: ya, negara wajib melindungi mereka. Legalitas status hanyalah instrumen administratif, sedangkan perlindungan warga negara adalah mandat konstitusional. Negara tidak boleh memandang mereka semata-mata sebagai pelanggar hukum, melainkan sebagai korban dari sistem migrasi yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Dalam perspektif HAM, negara tidak bisa membiarkan warganya diperlakukan semena-mena hanya karena label "ilegal." Namun, perlindungan bukan berarti melegitimasi jalur ilegal. Justru sebaliknya, negara harus hadir lebih aktif dalam pencegahan: memperkuat jalur migrasi resmi yang murah, cepat, dan transparan menindak sindikat perdagangan manusia; serta menjalin perjanjian bilateral yang lebih melindungi pekerja migran, apa pun status mereka.

Tenaga kerja Indonesia ilegal adalah wajah dari kegagalan struktural yang harus segera dibenahi. Mereka berangkat karena kebutuhan, bukan karena niat melawan hukum. Mereka adalah korban, bukan pelaku. Pertanyaan apakah negara harus melindungi mereka seharusnya sudah terjawab ya, negara wajib melindungi, karena mereka tetap warga negara Indonesia, tetap manusia, dan tetap anak bangsa. Meninggalkan mereka sama saja dengan mengkhianati amanat konstitusi. Karena pada akhirnya, ukuran keadilan suatu negara tidak hanya dilihat dari bagaimana ia memperlakukan warga yang patuh hukum, tetapi juga dari bagaimana ia melindungi yang paling rentan dan terpinggirkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun