Mohon tunggu...
Yafet Ronaldies
Yafet Ronaldies Mohon Tunggu... Freelancer - Human Mood-an

Ordinary Writer || Digital Writer || Freelance || Hobi makan || Enjoy Cook {Linke Ideologie}

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keperempuanan dan Si Paling Kesetaraan Gender

10 September 2022   00:03 Diperbarui: 10 September 2022   00:15 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, persoalannya jika ada orang yang secara tiba-tiba mengakui secara gender dia netral atau katanya setengah-setengah (bencong). Ini tidak masuk dalam kategori gender. Karena kembali di awal. Tuhan yang Maha Esa, hanya menciptakan dua gender, laki-laki dan perempuan, gak lebih.

Sesungguhnya bukan hanya agama langit (revealed religion), agama-agama bumi (philosophical religion) juga membicarakan permasalahan gender yang menyangkut hubungan antara laki-laki dan perempuan dan hal tersebut sangat mempengaruhi sudut pandang penganutnya. Kedatangan era baru ini membuat terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap posisi perempuan yang selama ini hanya bergelut dalam dunia domestiknya.

Mary Wollstonecraft (penulis, filsuf dan feminis dari Spitalfields, London Britania Raya yang hidup pada dekade abad ke-18) yang dengan lantang menyerukan persamaan hak di antara lelaki dan perempuan serta menolak semua bentuk perbudakan. Dia juga sangat tajam mengkritik kebiasaan lelaki pada masa itu yang menjadi tirani terhadap keluarga. 

Pada sisi lain dia meminta perempuan untuk lebih bersikap jantan dan lebih maskulin. Inti dari perjuangannya adalah persamaan hak di antara lelaki dan perempuan seperti diungkapkannya: "Untuk membuat umat manusia lebih berbudi luhur, dan tentu saja lebih bahagia, kedua jenis kelamin harus bertindak dari prinsip yang sama: tetapi bagaimana hal itu bisa diharapkan ketika hanya satu yang diizinkan untuk melihat kewajarannya?(yaitu laki-laki). 

Untuk membuat kesepakatan sosial benar-benar adil, dan untuk menyebarkan prinsip-prinsip yang mencerahkan itu, yang hanya dapat memperbaiki nasib laki-laki. Karena mereka (perempuan) sekarang dibuat begitu rendah oleh ketidaktahuan dan keinginan yang rendah, sehingga tidak layak untuk disamakan dengan mereka(laki-laki): atau, oleh kelicikan yang menggeliat, mereka (laki-laki) menaiki pohon pengetahuan, dan hanya memperoleh cukup untuk menyesatkan manusia."

Semenjak itu diskusi dan perdebatan mengenai posisi perempuan yang selama ini dianggap sebagai makhluk cerewet, pelacur dan tidak berguna mulai diarahkan kepada aspek-aspek ilmiah baik itu perbedaan sosial, kultural, fisik, kehidupan seks dan peran perempuan sebagai ibu.


Selanjutnya apabila abad ke 17 dan 18 merupakan era kebangkitan perempuan, maka abad ke 19 dan 20 dianggap sebagai zaman puncak kebangkitan tersebut, dimana perempuan mulai aktif diberbagai bidang yang selama ini dinominasi oleh lelaki. 

Selogan persamaan hak di antara lelaki dan perempuan semakin nyaring terdengar. Perbedaan kelamin bukan penghalang dalam persamaan hak pada aspek-aspek kehidupan yang lain.

Implementasi tujuan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Indonesia adalah tugas yang sangat berat. Bagaimanapun juga akan bergantung atau didasarkan pada sejumlah kondisi, yang tidak dapat dihindari. 

Kebenaran dari pernyataan di atas juga terbukti dalam kenyataan bahwa kondisi tidak hanya realistis untuk pencapaian tujuan kesetaraan gender. 

Perjuangan mencapai kesetaraan gender, sebenarnya hampir final, akan tetapi penerapannya masih jauh dari harapannya. Saat ini, penting untuk dicatat bahwa karena realisasi kesenjangan yang diciptakan oleh marjinalisasi dan ketidakadilan sosial terhadap perempuan dan hilangnya mata rantai dalam agenda pembangunan oleh terbatasnya akses ke peluang yang ada di hampir semua sektor sosial-politik, ekonomi, bisnis dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun