"Alisa buka pintunya, kita belum selesai bicara." Nadine mengetuk pintu itu, "Pergi!" teriak Alisa dari dalam, "maafkan aku, jika aku pernah salah paham terhadapmu. Tapi kita bisa mencari jalan keluarnya bersama!" tangis Nadine.
"Nadine sudahlah!" seru Ridwan menghampirinya, "kita harus bicara padanya, Wan. Kita harus katakan apa tujuan kita kesini!"
"Kita cari waktu yang lebih tepat!"
"Tapi....!"
"Lagipula ini sudah malam, tidak enak dengan tetangga!"
Sekali lagi Nadine memandang pintu itu, berharap Alisa akan membukanya setelah itu ia mengikuti ketika Ridwan menuntunnya. Alisa masih menangis di balik pintu.
* * *
Selama beberapa hari Alisa tidak keluar rumah, bahkan tidak berniat membuka toko bakerynya. Ia mengijinkan Ita dan Fitri cuti pulang kampung. Tetapi ia menyerahkan kunci tokonya pada mereka, ia bilang jika mereka kembali dirinya tidak ada, maka mereka berhak memiliki toko itu. Â
"Memangnya mbak Alisa mau kemana?" tanya Ita, "aku masih belum tahu, tapi....aku titip toko ini ya. Aku tidak mau sampai toko ini tutup, mama sudah membangunkannya dengan jerih payah. Anggap saja sebagai milik kalian!"
"Mana bisa begitu mbak Alisa!"
"Kenapa tidak, kalian sudah lama membantu mama di sini. Kalian berhak!"