Aku sudah tidak tahan lagi dan menarik lengan Eunyul noona agak keras sehingga dia jatuh ke pelukanku. Aku tau aku tak sebaiknya melakukan ini, mungkin aku akan menyakiti noona dan kesannya sangat tidak sopan melakukannya di depan pria yang tidak kukenal ini, apalagi pria ini terlihat lebih dewasa dariku. Tapi melihat noona terus menolak pria itu meski maksudnya baik, aku tau aku harus bertindak.
"Dongsun..." panggil Eunyul noona, kurasa dia baru sadar aku dari tadi melihat mereka beradu mulut.
"Biarkan aku yang mengantarnya. Karena aku pacarnya."
Aku terkejut akan kata-kataku sendiri yang terdengar sangat tegas. Kami saling memandang satu sama lain, tapi aku tidak merasa terintimidasi, tinggi badanku cukup menguntungkan. Meski lampu di dekat kami bersinar temaram dan salju mulai berjatuhan lagi, aku bisa memandang wajah pria dewasa ini dengan cukup jelas. Siapapun dia ini, aku akui, dia tampan dan berkarisma.
"Oh, kau pacarnya. Baiklah, silahkan, aku serahkan Eunyul padamu," ujar pria itu sambil tersenyum tipis.
"Terima kasih atas bantuan Anda. Ayo, noona."
Aku melepaskan jaketku dan meletakkannya melindungi tubuh Eunyul noona lalu memapahnya perlahan berjalan keluar.
"Hyunbin-ssi," ujar Eunyul noona sambil menoleh ke belakang, "terima kasih dan..."
"Pergilah. Aku bisa menjelaskan keadaannya pada para satpam."
Saat kami menaiki ambulans yang menunggu tak jauh di depan gerbang, hal terakhir yang kulihat adalah pria tadi sedang mengobrol dengan para satpam. Namun dibandingkan menanyakan Eunyul noona apa yang terjadi, aku lebih mengkhawatirkan luka-lukanya. Aku mengambil kembali jaketku ketika para petugas medis memeriksa luka-luka di sekujur tubuh noona.
"Tenang, tidak ada pecahan kaca yang masuk ke kulit Anda. Kami bisa mengobati luka ini dengan cepat."