XILI'S DIARY
CHAPTER 2
HAPPINESS
        Aku, Huang Xili. Umurku sekarang 18 tahun, tinggi badanku 163 cm dengan berat badan 48 kg. kupikir badanku cukup proporsional, tapi Yifang jie sering bilang aku terlalu kurus. Oh ya, aku tiga minggu yang lalu baru saja lulus SMA, dan tebak, aku belum tau mau berkuliah dimana! Baba dan mama sudah kebingungan sebenarnya aku mau berkuliah atau tidak, tapi sesungguhnya aku tertarik dengan jurusan Bahasa dan Sastra Korea yang tidak disediakan kampus-kampus di Guangzhou. Satu-satunya cara untuk memuaskan keinginanku adalah aku harus berkuliah di Korea. Aku harus ke Seoul. Dan semuanya itu terasa memungkinkan sejak pertemuanku yang terakhir dengan Yifang jie. Kurasa aku sudah memberinya usul yang bagus supaya kami semua bisa ke Seoul mengejar KRYSD. Pasti menyenangkan rasanya kalau aku dan Yifang jie, dan sekaligus Aqian, bisa tinggal di asrama KRYSD! Aku bisa melihat Donghae setiap hari... senangnya!
        Tapi ternyata keinginan sederhana kami ini tidak bisa berjalan mulus. Yifang jie belum menemukan alamat asrama mereka, dan baba dan mama tidak mengizinkanku ke Seoul. Mereka terlalu protektif! Apalagi mama. Mama sih selama ini mendukung rasa nge-fansku pada KRYSD dengan membelikan apa saja yang kuinginkan kalau berhubungan dengan mereka. Tapi itu juga yang membuat mama tidak akan percaya padaku kalau aku mau ke Seoul. Mama cukup yakin aku ke Seoul bukan untuk kuliah, tapi untuk mengejar KRYSD. Huhu, betapa kasihan aku. Tapi, Yifang jie sudah janji akan membujuk mereka supaya bisa membiarkanku pergi. Dia akan datang sore ini. Akibatnya, sekarang aku tidak tenang saat ber-surfing-ria. Aku takut salah satu dari mereka akan pergi entah kemana. Aku belum juga menemukan titik terang alamat mereka. Aduh...
        "Ma, aku akan pergi minum kopi dengan tetangga kita," aku mendengar suara baba bicara.
        Tidak!!! Dengan beberapa langkah lebar aku sudah keluar kamar. Baba dan mama sedikit kaget karena aku membuka pintu dengan terburu-buru. Sekarang mereka memandangiku. Ups...
        "Ba, jangan pergi," kataku.
        "Kenapa?" tanyanya heran.
        Aku menggerak-gerakkan kedua tanganku seolah bicara dengan bahasa isyarat, "itu... Yifang jie mau datang. Dia bilang... ada yang ingin dia bicarakan dengan baba... dan mama."
        "Oh, Yifang? Kapan dia mau datang?"