Mohon tunggu...
Ikmaluddin Aziz
Ikmaluddin Aziz Mohon Tunggu... wiraswasta -

MENULIS ADALAH MEMBACA DAN BELAJAR BERKALI KALI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Selamat Tinggal Jakarta

26 Desember 2014   18:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:25 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat Tinggal Jakarta

Kekhawatiran Wagub Jarot SF mengenai tenggelamnya Jakarta sebenarnya sudah banyak diprediksi oleh berbagai pihak, sudah sejak lama para peneliti, akademisi dan lembaga pemerhati Lingkungan Hidup menyatakan hal yang sama, benarkah tidak lama lagi Jakarta Tenggelam?

"Banjir itu bukan masalah, tetapi dampak, dampak dari perilaku kita. Karena itu mulai dari sekarang harus sadar terhadap perilaku kita. Kalau tidak mulai dari sekarang, saya khawatir 10 tahun atau 15 tahun lagi Jakarta akan tenggelam," ucap Djarot kepada Wartawan.

Jika Tanah di Jakarta semakin turun, sedangkan air laut semakin naik, maka Jakarta memang bias tenggelam. Nah bagaimana tanah bisa turun ... ?, mari kita cermati penjelasan berikut!

Jakarta adalah delta city yakni daratannya di bentuk dari endapan sedimen (endapan tanah) yang berasal dari letusan gunung berapi dan erosi atau pengikisan tanah oleh air sungai. Sedimen yang di bawa sungai ini akhirnya menumpuk di muara (tempat bertemunya aliran sungai dengan laut). Ribuan tahun kemudian, tumpukan endapan tanah ini membentuk daratan(delta).

Air tanah dangkal


lapisan tanah ini semakin lama akan menjadi semakin padat. Ketika tanah menjadi padat, pori-pori tanah pun akan menciut. Berarti tanah akan semakin turun. Proses ini berjalan otomatis.
Tanah di Jakarta , mau tidak mau, memang akan turun. Jika proses turunnya tanah berlangsung alami, Jakarta tidak akan cepat tenggelam. Masalahnya, ulah manusia membuat tanah di Jakarta turun lebih cepat dari seharusnya.
Jumlah bangunan besar di atas tanah Jakarta sangat banyak. Belum lagi kendaraan yang lalu lalang setiap detik di Jakarta semakin hari semakin tak terhitung jumlahnya. Ini membuat tanah harus menanggung beban sangat berat. Akibatnya, pemadatan tanah pun menjadi cepat.
Permukaan tanah di jakarta sudah banyak tertutup semen. Pepohonan semakin jarang. Akibatnya, air hujan tidak dapat di serap tanah untuk menggantikan air tanah yang di ambil. Karena tak ada air yang meresap, pori-pori tanah menjadi kosong. Ditambah beban yang sangat berat, tanah pun akhirnya turun dengan cepat.

Air tanah dalam


Lapisan tanah ini mengandung banyak pasir dan menjadi tempat tinggal air tanah dalam.
Jika air tanah ini diambil terus-menerus dan tidak di gantikan, maka ruang tinggal air(akuifer) ini akan kosong. Jika kosong, siapa yang akan menyangga berat beban di atasnya? Jika beratnya berlebihan, kira-kira, apa yang akan terjadi?

Bagaimana mengatasinya???


Kita tidak akan dapat membuat tanah yang sudah turun, naik kembali. Semakin lama, tanah di Jakarta memang akan semakin turun. Yang dapat kita lakukan adalah memperlambat proses turunnya tanah.
Caranya, kita harus menghemat penggunaan air bersih, sehingga tidak harus sampai menguras air tanah dalam. atau, jika kita mengambil air tanah dalam, kita harus mengisi ulang dengan air sebanyak yang kita ambil. itu dapat di lakukan dengan membuat sumur resapan injeksi, yakni sumur resapan yang dibuat dalam sekali sampai menembus lapisan batuan tak tembus air(akuitar).

Menurut penelitian para pakar Geodesi (ilmu kebumian), kondisi tanah di Jakarta mengalami penurunan yang cukup signifikan. Rata rata tanah Jakarta turun 7,5 centimeter per tahun karena pengerukan air tanah secara besaran. Kondisi ini sudah terjadi semenjak 20 tahun lalu. Penyebab utama nya adalah resapan air tanah akibat banjir, aliran dari rumah dan banyaknya Gedung pencakar langit dengan bobot luar biasa.

Tim dari Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan kajian subsidensi permukaan tanah di 23 titik di sekitar Jakarta menyimpulkan, penurunan permukaan tanah bervariasi, 2 sentimeter hingga lebih dari 12 cm selama 10 tahun sejak 1997 hingga 2007.

Jelas sudah bahwa kompleksitas pengaruh dan penyebab tenggelamnya Jakarta serta banyaknya kajian pembenar hal tersebut pasti terjadi. Sebagai bagian dari Masyarakat Jakarta, akankah kita diam berpangku tangan?, atau kita ikut berteriak meramaikan perdebatan tenggelamnya Jakarta tanpa melakukan tindakan pencegahan atau minimal memperpanjang waktu demi anak cucu kita?.

BPLHD sebagai ujung tombak

Sebagai Badan Pengendali Lingkungan Hidup, peran BPLHD DKI Jakarta sangat penting dalam upaya memperbanjang umur tenggelamnya Jakarta. Tata Kelola Lingkungan dan Penegakan Hukum sebagai ruang lingkup kerja BPLHD jelas merupakan pengendali ampuh untuk menekan angka kerusakan lingkungan terutama terhadap pembangunan Gedung pencakar langit serta pengambilan air tanah dangkal dan dalam secara sewenang – wenang oleh pihak pengembang. Sayangnya potensi ini belum maksimal, kurangnya support dari institusi Pemerintahan yang lain serta keterbatasan SDM dan Anggaran sering mengakibatkan BPLHD kurang leluasa menjalankan fungsinya. Sebagai contoh; dalam pembahasan Andal, RKL/RPL dan Amdal sebuah pembangunan, institusi Pemerintahan yang terlibat didalamnya terkesan meremehkan, pengiriman wakil instansi hanya sekedar mewakili semata sehingga sidang Andal yang seharusnya menjadi benteng awal pengendali kerusakan lingkungan hidup praktis hanya sekedar seremonial semata.

Jika Pemerintah serius dalam menangani permasalahan tenggelamnya Jakarta, maka tindakan yang harus dilakukan adalah memperkuat BPLHD dari semua lini termasuk didalamnya memaksimalkan tupoksi BPLHD dan Lembaga terkait lainnya serta memberikan kewenangan signifikan agar lembaga ini benar – benar mampu menjadi pengendali yang kokoh.

Semoga para pejabat Pemerintah DKI Jakarta benar – benar peduli dan tidak hanya teriak dan beretorika belaka tanpa kejelasan sikap dan tindakan nyata.

Salam Asil dan Lestari

Save our Jakarta

By. Ikmaluddin Aziz

Deputi 1 Walhi Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun