Teknik ini penting terutama pada kasus di mana pelaku menggunakan lebih dari satu platform atau mencoba menghapus bukti digital. Dengan kemampuan memulihkan data, akuntan forensik membantu penyidik hukum dalam membangun kronologi kejahatan secara akurat.
3. Kolaborasi dan Regulasi Anti--Money Laundering (AML)
Akuntansi forensik tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan kebijakan dan kerja sama lintas lembaga. Dalam menangani crypto fraud, akuntan forensik sering bekerja sama dengan lembaga seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Interpol, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penerapan prinsip Anti--Money Laundering (AML) dan Know Your Customer (KYC) menjadi kunci dalam pencegahan pencucian uang melalui aset digital. Dengan adanya regulasi yang mewajibkan pertukaran kripto untuk mencatat identitas pengguna, peluang pelaku untuk menyembunyikan identitas dapat diminimalkan.
4. Pencegahan dan Penguatan Sistem Audit Digital
Selain fungsi investigatif, akuntansi forensik juga berperan dalam pencegahan. Akuntan forensik membantu perusahaan fintech, bursa kripto, dan lembaga keuangan untuk merancang sistem pengawasan dan audit digital yang mampu mendeteksi transaksi mencurigakan secara real-time. Penerapan big data analytics dan machine learning memungkinkan sistem mengenali pola transaksi tidak normal yang berpotensi mengarah pada tindak kriminal.
Salah satu kasus terkenal yang menunjukkan peran penting akuntansi forensik adalah skema investasi Bitconnec yang beroperasi pada tahun 2016--2018. Platform ini menjanjikan keuntungan tinggi melalui algoritma perdagangan otomatis, padahal sebenarnya merupakan skema Ponzi. Ribuan investor di seluruh dunia mengalami kerugian lebih dari USD 2 miliar setelah sistem tersebut runtuh.
Dalam penyelidikan kasus ini, tim akuntan forensik digital bekerja sama dengan lembaga hukum internasional menggunakan teknik blockchain tracing. Mereka berhasil menelusuri aliran dana dari investor ke sejumlah wallet milik pelaku utama, bahkan setelah dana tersebut dipindahkan melalui berbagai exchange dan layanan mixing. Hasil investigasi menjadi bukti penting dalam pengadilan dan memungkinkan sebagian aset dikembalikan kepada korban.
Kasus ini menunjukkan bahwa meskipun aset kripto bersifat anonim, transaksi di blockchain tetap dapat dianalisis dengan metode akuntansi forensik yang tepat. Hal ini menegaskan bahwa teknologi tidak hanya menjadi alat bagi pelaku kejahatan, tetapi juga solusi bagi akuntan forensik untuk menegakkan keadilan.
Meskipun potensinya besar, penerapan akuntansi forensik dalam konteks aset kripto menghadapi sejumlah tantangan serius.
Pertama, minimnya regulasi global menyebabkan pelacakan lintas negara sulit dilakukan. Setiap negara memiliki kebijakan berbeda mengenai legalitas kripto, sehingga kolaborasi internasional sering terhambat.
Kedua, kurangnya tenaga ahli yang memiliki kompetensi gabungan di bidang akuntansi, hukum, dan teknologi blockchain menjadikan kapasitas investigasi masih terbatas.
Selain itu, muncul juga isu privasi data. Analisis blockchain terkadang memerlukan akses terhadap informasi sensitif pengguna, sehingga harus dijalankan dengan memperhatikan prinsip etika dan hukum perlindungan data seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa atau Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi di Indonesia.