Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki potensi besar dalam mengembangkan sistem keuangan syariah. Di saat yang sama, isu kesetaraan gender dan kualitas pendidikan masih menjadi tantangan yang perlu diselesaikan. Ketiga aspek ini---gender, sistem keuangan syariah, dan pendidikan---saling terkait erat dalam membentuk struktur sosial dan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana integrasi antara sistem keuangan syariah dan pendidikan dapat menjadi sarana strategis dalam menciptakan keadilan gender di Indonesia.
1. Gender dan Tantangan Ketimpangan
 Meskipun telah banyak kemajuan, ketimpangan gender di Indonesia masih nyata, terutama dalam akses terhadap pendidikan dan ekonomi. Banyak perempuan, khususnya di daerah pedesaan, menghadapi hambatan struktural seperti pernikahan dini, minimnya akses terhadap pendidikan tinggi, serta keterbatasan peran dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Padahal, perempuan memiliki peran sentral dalam pembangunan. Mereka bukan hanya sebagai pengelola rumah tangga, tetapi juga sebagai aktor ekonomi dan pendidik generasi masa depan. Oleh karena itu, menciptakan sistem yang inklusif dan adil bagi semua gender merupakan keharusan dalam proses pembangunan nasional.
2. Sistem Keuangan Syariah dan Potensi Inklusivitas Gender
Sistem keuangan syariah memiliki prinsip dasar keadilan, transparansi, dan keberpihakan terhadap pihak yang lemah. Salah satu instrumen keuangan syariah seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). Secara eksplisit diarahkan untuk membantu golongan marginal, termasuk perempuan kepala keluarga, janda, dan perempuan miskin.
Selain itu, pembiayaan syariah melalui lembaga keuangan mikro seperti BMT (Baitul Maal wat Tamwil) dapat memberikan akses modal usaha kepada perempuan pelaku UMKM, tanpa memberatkan mereka dengan sistem bunga tinggi seperti di perbankan konvensional. Dalam hal ini, sistem keuangan syariah bisa menjadi alat pemberdayaan ekonomi perempuan, dengan catatan bahwa praktiknya harus benar-benar inklusif dan tidak bias gender.
Namun demikian, implementasi sistem ini masih belum optimal. Kurangnya literasi keuangan syariah, terutama di kalangan perempuan, menjadi salah satu penghambat utama. Di sinilah pendidikan memainkan peran strategis.
3. Pendidikan sebagai Kunci Transformasi Sosial dan Ekonomi
Pendidikan merupakan pilar utama dalam menciptakan masyarakat yang setara dan adil. Pendidikan tidak hanya meningkatkan kapasitas individu, tetapi juga membentuk cara pandang terhadap peran gender dalam masyarakat. Kurikulum yang sensitif gender serta kesempatan pendidikan yang merata bagi laki-laki dan perempuan akan menciptakan generasi yang lebih terbuka terhadap kesetaraan.
Di sisi lain, pendidikan ekonomi syariah, baik di tingkat sekolah maupun masyarakat, masih sangat terbatas. Padahal, pemahaman akan prinsip-prinsip ekonomi Islam sejak dini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sistem keuangan syariah, termasuk perempuan.
Integrasi pendidikan ekonomi syariah dengan pendekatan gender dapat menghasilkan efek ganda: peningkatan pemahaman masyarakat terhadap sistem ekonomi Islam dan peningkatan kesadaran akan pentingnya peran aktif perempuan dalam sektor ekonomi.
Kesimpulan
Keadilan gender, sistem keuangan syariah, dan pendidikan merupakan tiga pilar penting dalam pembangunan inklusif di Indonesia. Dengan mengembangkan sistem keuangan syariah yang responsif gender dan memperkuat pendidikan yang menjunjung kesetaraan, Indonesia dapat menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkelanjutan. Integrasi ketiganya bukan hanya memungkinkan pemberdayaan ekonomi perempuan, tetapi juga memperkuat fondasi moral dan sosial masyarakat Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Islam dan Pancasila.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
