Mohon tunggu...
XAVIER QUENTIN PRANATA
XAVIER QUENTIN PRANATA Mohon Tunggu... Dosen - Pelukis kehidupan di kanvas jiwa

Penulis, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepandai-pandainya Tupai Melompat

20 Juli 2017   13:39 Diperbarui: 20 Juli 2017   13:44 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

New York. Siang hari. Saya bersama keluarga sedang berjalan-jalan di tepi pantai tempat Patung Liberty yang terkenal itu berdiri dengan anggun di kejauhan. Di taman seputar pantai ada banyak tupai. Mereka begitu menggemaskan. Karena terbiasa melihat orang, mereka tidak takut-takut untuk mendekat. Apalagi kalau kita menggenggam makanan.

Saat anak saya bermain-main dengan seekor tupai imut, saya melihat seorang balita sedang asyik main kejar-kejaran dengan tupai. Dia bersama keluarga tampaknya asyik juga memberi makan binatang mengerat yang imut-imut ini. Meskipun sudah diberi makan, masih ada juga tupai nakal yang mencuri makanan di trolly pengunjung.

Tupai bukan binatang yang asing bagi saya. Ketika masih sekolah di Blitar, saya sempat mempunyai seekor bajing. Bajing, meskipun mirip tupai, ternyata binatang yang berbeda. Karena kemiripannya itulah orang---termasuk saya---tidak membedakan antara tupai dan bajing. Tupai memiliki moncong lebih panjang sedangkan bajing lebih rata. Nggak kebalik kan? Wkwkwk.

Bajing itu saya taruh di sebuah kurungan bulat yang bisa berputar pada porosnya, sehingga, meskipun dia berlari sekencang-kencangnya, dia tetap berada di tempatnya. Setiap hari saya senang melihatnya main akrobat di kandangnya. Lincah sekali. Ketika bajing itu mati karena bau cat baru di rumah saya, saya sedih sekali.

Meskipun lucu dan menggemaskan, baik tupai maupun bajing ternyata adalah pencuri ulung. Itulah sebabnya mengapa pencuri barang-barang di truk yang sedang melaju disebut 'bajing loncat'. Saya pernah melihat film dokumenter tentang bajing loncat ini dari sebuah tayangan televisi swasta. Mereka dengan gesitnya meloncat dari satu kendaraan ke kendaraan lain. Mereka biasanya bekerja berkelompok. Satu orang naik ke atas truk sasaran sambil membawa parang atau samurai. Dengan senjata itulah dia merobek terpal truk. Setelah itu dia memindahkan barang di atasnya ke teman-temannya yang ada di belakangnya. Kerjanya rapi sekali.

Kembali ke tupai-tupai mungil di New York. Selama saya berada di taman itu, saya tidak melihat adanya tupai yang berkelahi satu sama lain. Entah karena jumlah pengunjung yang memberi makan mereka berlimpah saat itu atau karena memang ada 'kode etik' di antara mereka tidak tidak berebut makana. Hal berbeda yang saya alami saat memberi makan possum di taman dekat apartemen anak saya saat kuliah di Melbourne. Begitu saya membawa roti para possum itu dengan segera turun dari pohon terdekat dan berebut makanan di tangan saya. Saya khawatir mereka salah gigit. Bukannya menggigit roti atau temannya. Jangan-jangan malah menggigit jari saya.

Berbicara tentang tupai, di tanah air saat ini sedang happening 'adu lari' antara Pansus Hak Angket KPK yang digagas DPR melawan KPK yang sedang berjuang menyelesaikan kasus megakorupsi e-KTP. Lho, apa hubungan antara tupai dengan 'balap cepat' ini? Ramai di pemberitaan bahwa ada tokoh yang disamakan dengan tupai karena begitu pandainya melompat dari satu kasus ke kasus lain tanpa terjatuh sekalipun. Sebagai rakyat jelata, saya hanya bisa bertanya, "Kok bisa?" Padahal, saya sering membaca berita polisi yang berhasil menembak bajing loncat yang beraksi di Sumatera Selatan. Di dalam kasus megakorupsi ini, apakah tupainya yang terlalu pandai sehingga tidak pernah jatuh atau pemburunya yang gagal fokus sehingga tidak pernah bisa menembaknya dengan tepat? 

Atau memang tupainya tidak mencuri sehingga diluputkan oleh Sang Ilahi? Atau tupainya terlalu pandai berkongsi bagi-bagi rezeki dengan teman-teman sesama tupai sehingga tidak saling gigit dan jadi peniup peluit? Mana bisa tupai main semprit? Ah, ketimbang dituduh berpikir pakai teori konspirasi dan pusing sendiri, lebih baik saya menyeruput es degan sambil mengikuti berita terkini sebelum kelapa mudanya dicuri tupai he, he, he.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun