Mohon tunggu...
yulia anna
yulia anna Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta dan hobby menulis

Satu Keyakinan "berhasil"

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Cerita Tanpa Akhir dari Kota Metropolitan

12 November 2017   22:45 Diperbarui: 12 November 2017   23:02 3423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta penuh dengan warna. Serba serbi kehidupan tersaji  disana. Semua profesi juga dilakoni disana. Kota yang memberikan banyak tantangan dan masih menjadi pilihan utama mereka yang ingin meraih masa depan yang lebih baik. Jakarta memang memiliki magnet luar biasa yang mampu menarik masyarakat luas untuk mengais rejeki. Tak heran jika setiap tahun penduduk kota Jakarta semakin bertambah. Membludaknya pendatang dari luar Jakarta terlihat saat arus balik tiba. H+2 setelah lebaran biasanya menjadi momen yang tepat bagi masyarakat yang berminat menjadi warga kota metropolitan itu.

Salah satu kesan pertama tentang Ibukota ini adalah macet. Macet akan menjadi masalah besar jika membuat stress. Waktu seolah begitu lama karena terjebak macet.  Tak dapat dibayangkan betapa sulitnya hidup di Jakarta. Inilah salah satu tantangan bagi yang hidup di Jakarta. Bagaimana tantangan itu dapat dilalui oleh mereka yang hidup di Jakarta? Tidak ada pilihan lain kecuali menikmati. Menikmati proses hidup disana dan melakoninya dengan lapang dada. Bagi pendatang baru, kemacetan jelas membuat stress. Namun bagi penduduk lama yang sudah kompromi dengan kemacetan adalah hal yang biasa.

Macetnya jalanan di Jakarta tak pandang waktu. Mulai dari pagi, siang bahkan hingga malam lalu lintas masih padat. Seolah profesi yang mereka jalani tak kenal kata istirahat. Hingga rumah tempat tinggal mereka hanya menjadi persinggahan sementara. Pergi pagi buta, pulang larut malam. Dan interkasi dengan keluarga pun semakin jarang. Hal ini menjadi masalah besar bagi pertumbuhan anak. Anak semakin tidak mengenal orang tuanya. Orang tua juga semakin jauh dengan anaknya. Hilangnya komunikasi antara orang tua dan anak akan membentuk anak untuk mencari perhatian dari orang diluar orang tuanya. Keadaan anak akan semakin parah saat anak berada pada lingkungan dan komunitas remaja yang bebas pergaulan. Yang mereka lakukan hanyalah bersenang-senang. Perhatian yang hilang dikeluarga akan tergantikan dengan rutinitas berkumpul dengan komunitasnya untuk bersenang-senang. Miris rasanya melihat kehidupan yang seperti itu. Anak-anak  akan semakin jauh dari masa depannya. Masa depan yang cerah tak kan lagi terbersit dalam benak mereka. Dan bagaimana para orang tua menyikapinya?. Semua akan kembali pada kebijakan dari masing-masing para orang tua. Jika orang tua membiarkan kondisi seperti ini berlarut-larut, anak akan semakin jauh masuk kedalam komunitas dan sulit untuk melepaskan diri dari komunitas. Gambaran masa depan yang orang tua harapkan juga tak bisa terwujud. Bagi kita, yang belum menginjakkan kaki di Jakarta dan masih mengebu-gebu untuk hijrah ke Jakarta, haruslah berfikir ulang. Kemungkinan-kemungkinan terburuk yang tak terduga pasti akan bermunculan.

Menjalani hidup adalah sebuah pilihan. Apapun pilihannya pasti ada konsekuensinya. Begitu juga pilihan untuk menjalani hidup di Jakarta. Konsekuensi menjalani kehidupan yang keras dan penuh tantangan.  Jakarta memang menyimpan banyak cerita. Sebagai Ibukota negara Indonesia, gambaran cerita kehidupan disana selalu menjadi topik dan mengisi berita-berita utama media. Masyarakat diluar Jakarta mampu membaca warna kehidupan Jakarta. Jadi, jika pilihan hati jatuh pada Jakarta, maka siapkan mentalnya. Siapkan diri akan resiko terburuknya.

Masalah macet memang tak bisa dibiarkan. Pemerintah sudah banyak melakukan cara untuk mengatasi macet. Salah satunya adalah car pooling atau mobil bersama. Hal ini dimaksdukan agar pengemudi-pengemudi yang membawa mobil pribadi tidak hanya diisi sendiri. Namun diharapkan dapat menampung penumpang lain didalam mobil itu. Hal ini memang akan sedikit mengurangi kemacetan. Namun solusi ini perlu adanya sosialisasi yang extra kepada personil pemilik kendaraan pribadi tersebut. Karena tidak semua orang mau memberi tumpangan pada orang lain. Apalagi hidup dikota besar yang individualis. Akan sulit merealisasikan car pooling ini. Jika solusi car pooling ini diterapkan, pemerintah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemilik mobil pribadi. Dan ini pasti akan menjadi polemik baru diantara pemilik mobil pribadi. Mereka akan terusik oleh aturan yang merugikan diri sendiri. Dan tentu, akan menjadi PR baru pula bagi pemerintah untuk mencari solusi yang paling tepat mengatasi macet Jakarta. Dan cerita tentang macetnya Jakarta takkan usai.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun