Mohon tunggu...
Zukhair
Zukhair Mohon Tunggu... -

Piss bro

Selanjutnya

Tutup

Nature

Green Constitution dan Masyarakat Ammatoa 'Kajang

5 September 2013   23:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:18 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel


Kesadaran masyarakat tentang isu lingkungan hidup dari waktu ke waktu telah mendapatkan perhatian khusus dari seluruh warga dunia. Akhir akhir ini maraknya konsep tentang lingkungan hidup dari segala sector kehidupan telah mewarnai segala sector.  Baik itu dari sector ekonomi, politik, arsitrktur, pemerintahan bahkan hukum sekalipun. Kesadaran tersebut berupaya diserap masuk dalam perundang undangan dalam bentuk hukum menjadi perhatian khusus dari berbgai kalangan baik itu para praktisi, politisi, dan akademisi itu sendiri. lingkungan hidup merupakan sebagai suatu kesatuan fungsional antara manusia dan alam. Manusia sebagai mahluk yang tak bisa lepas dari alam yang merupakan tempatnya bermukim, mencari makan, bahkan hidup mempunyai tanggung jawab secara moral untuk menjaga kelestarian dari lingkungan hidup itu sendiri. Dalam menjaga kesimbangan antara alam manusia hubungan antara keduanya idealnya haurus menjadi sebuah hubungan yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Bahkan secara khusus ekology mencoba menjelaskan hubungan antara manusia dan alam tersebut. Untuk menjaga konsistensi dari pada gagasan tersebut Hukum dalam fungsinya sebagai alat rekayasa social mempunyai andil yang besar dalam membentuk paradigma masyarakat untuk dapat menghargai alam dan menjaga alam tersebut sebagai satu kesatuan fungsional antara keduanya. Manusia takbisa hidup tanpa lingkungan hidup sebagai penyokong hidupnya. Bahkan alam merupakan unsure terpenting dalam kehidupan manusia.
Konstitusi sebagai sebuah kontrak social merupakan jaminan bagi masyarakat dalam hidup bernegara. secara politik konstitusi merupakan sebuah pengakuan terhadap kedaulatan Negara memberikan alas hak yang jelas untuk hidup bernegara sebagai suatu kesatuan. Dalam UUD NRI 1945 pasal 28 H dan pasal 33 ayat 1 menjamin secara jelas hak hak tentang lingkungan hidup diindonesia. Dalam kaitannya dengan living law baca : hukum adat. Negara memberikan ruang secara jelas kepada hukum adat untuk tumbuh dan berkembang diindonesia. Tentunya, walaupun Negara telah menjamin ruang tehadap munculnya produk hukum yang berbasis pada lingkungan hidup. Masih saja kesadaran terhadap lingkungan hidup menemui berbgai macam kendala. Baik itu di tataran das sollen mamupun das seinnya. Tentu hal ini tak luput dari peran aktif segala unsure masyarakat yang merupakan actor utama dalam isu pelestarian lingkungan hidup tersebut. Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang lingkunga hidup masih merupakan kendala yang utama. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya mejaga dan melestarikan lingkungan dalam masyarakat masih minim.
Diindonesia, produk produk hukum yang melindungi lingkungan hidup tersebut masih diaanggap kurang memadai. Masih kurangnya produk hukum berbasis lingkungan hidup masih jauh dari apa yang diharapkan. Ditambah lagi masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan menghargai keseimbangan lingkungan hidup masihlah membuat produk produk hukum itu terkesan pasif dalam pelaksanaannya. UU no. 32 tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup masih belum menjadi alat control social yang efektif dan efisien dalam menjaga keseimbangan lingkungan hidup tersebut. Dalam masyarakat perkotaan, masih kurang produk produk hukum baik itu berupa perda maupun undang undang yang berusaha mewujudkan hal tersebut. Kalaupun sudah ada, produk hukum tersebut masihlah sering diabaikan atau masih sering tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Di beberapa daerah diindonesia ada beberapa daerah yang secara tradisi telah mempunyai Produk hukum secara tidak tertulis (living law) telah ada semacam kesadaran komunitas yang bersifat menjaga kelestarian alam secara turun temurun. Hukum adat di daerah tersebut telah menjadi alat control social yang sangat efektif dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup tersebut. Komunitas tersebut walau terkesan sangat terisolir, tapi pada subtansinya mereka menjaga kelestarian hidup tersebut melalui Living law (hukum adat) secara turun temurun. Dalam masyarakat etnis kajang yang berlokasi di kabupaten bulukumba Sulawesi selatan, hukum adat tersebut muncul dari kesadaran mitos kosmogonis masyarakat tersebut. Dalam filosis masyarakat kajang, masyarakat Ammatoa Kajang menghayati bahwa keberadaan mereka merupakan komponen dari suatu sistem yang terkait secara sistemik dengan Turiek Arakna. Truriek arakna di maknai sebagai Pencipta segala sesuatu. dari dasar filosofis ini membentuk berbagai macam norma norma adat yang memngatur kehidupan masyarakat kajang dalam kesehariannya. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat juga sanagat memegang teguh pasanga ri Kajang (pesan di Kajang) yang juga adalah ajaran leluhur mereka. Isi pasanga ri Kajang tersebut, adalah:
Tangurangi mange ri turiea arana, yang berarti senangtiasa ingat pada Tuhan Yang Berkehendak.
Alemo sibatang, abulo sipappa, tallang sipahua, manyu siparampe, sipakatau tang sipakasiri, yang artinya memupuk persatuan dan kesatuan dengan penuh kekeluargaan dan saling memuliakan.
Lambusu kigattang sabara ki pesona, yang artinya bertindak tegas tetapi juga sabar dan tawakkal.
Sallu riajoka, ammulu riadahang ammaca ere anreppe batu, alla buirurung, allabatu cideng, yang artinya harus taat pada aturan yang telah dibuat secara bersama-sama kendati harus menahan gelombang dan memecahkan batu gunung
Nan digaukang sikontu passuroangto mabuttayya, yang artinya melaksanakan segala aturan secara murni dan konsekuen.

Kelima ajaran ini menjadi asas asas hukum yang berlaku dalam masyarakat adat Ammatoa kajang yang membentuk system hukum secara natural. Adapun hukum positif dalam masyarakat kajang di kenal sebagai passang yang artinya adalah pesan dari leluhur menjadi hukum positif yang tak tertulis yang dipegang teguh dan dijalankan dalam kehidupan sehari harinya secara konsisten dan turun temurun. Adapun passang tentang menjaga ekositem lingkungannya
“Naparanakkang juku // Napaloliko raung kaju // Nahambangiko allo // Nabatuiko ere’ bosi // Napalolo’rang ere tua // Nakajariangko tinanang”.
Artinya: Ikan bersibak; pohon-pohon bersemi; matahari bersinar; hujan turun; air tuak menetes; segala tanaman menjadi.
Passang diatas merupakan cerminan dari masyarakat kajang dalam menjaga kelestarian lingkungannya dengan cara menjaga hutannya agar tetap lestari. Dalam menjaga ekositem antara hutan dan masyarakatnya maka masyarakat kajang membagi hutannya dengan beberapa kawasan. Dalam kawasan adat masyarakat kajang, terdapat suatu kawasan inti yang berada di sekitar rumah Ammatoa dan para pemangku adat. Kawasan inti ini merupakan area pemukiman masyarakat yang merupakan tempat bermukimnya semua warga mastarakat. Dalam kawasan ini masyarakat tinggal bercocok tanam dan beternak dan melakukan aktivitas sehari harinya. Kawasan inti ini terlihat dari letak atau pola pemukiman yang menghadap ke arah Barat atau arah kiblat, yang masih menyesuaikan dengan adat dan tradisi mereka.
Dalam kawasan adat Ammatoa Kajang terdapat hutan adat yang disebut juga hutan pusaka seluas 317,4 Ha. Hutan ini sama sekali tidak boleh diganggu gugat, sehingga tidak diperbolehkan kegiatan apapun yang dapat merusak kelestarian hutan. Kegiatan yang dimaksud antara lain penebangan kayu, perburuan hewan dan membakar hutan. Setiap pelanggaran yang dilakukan dalam kawasan adat akan mendapatkan sanksi berupa hukum adat. Ada beberapa hukum adat, mulai dari hukuman paling ringan sampai paling berat. Hukuman paling ringan atau disebut juga cappa babala adalah keharusan menbayar denda sebesar 12 real ditambah satu ekor kerbau. Satu tingkat diatasnya adalah tangga babala dengan denda 33 real ditambah satu ekor kerbau, denda paling tinggi adalah poko babala yang diharuskan membayar 44 real ditambah dengan seekor kerbau. real yang digunakan dalam hal ini adalah nilainya saja, karena uang yang digunakan adalah uang benggolyang saat ini sudah sangat jarang ditemukan.
Ada dua bentuk hukuman lain di atas hukuman denda yaitu: tunu panroli dan tunu Passau. Tunu panroli biasanya dilakukan bagi kasus pencurian bertujuan untuk mencari palakunya. Caranya seluruh masyarakat harus memegang linggis yang membara setelah dibakar. Jika tersangka lari dari hukuman dengan meninggalkan kawasan adat Tana Toa, maka pemangku adat akan menggunakan tunu Passau. Caranya Ammatoa akan membakar kemenyan dan membaca mantra yang dikirimkan ke pelaku agar jatuh sakit atau meninggal secara tidak wajar. Adanya hukum adat dan pemimpin yang sangat tegas dalam menegakkan hukum membuat masyarakat kawasan adat Tana Toa sangat tertib dan mematuhi segala peraturan dan hukum adat
Selain hutan adat, terdapat juga hutan kemasyarakatan seluas 144 Ha. Hutan ini boleh digarap atau ditebang pohonnya, tetapi dengan syarat harus menanam terlebih dahulu bibit pohon yang jenisnya sama dengan pohon yang akan ditebang, bibit pohon ini harus ditanam disebelah pohon yang akan ditebang. Selain ini ada pula yang disebut hutan rakyat seluas 98 Ha. Hutan rakyat digarap secara bersama-sama oleh masyarakat dan hasilnya dinikmati bersama-sama.
Bagi masyarakat Kajang, bumi merupakan warisan nenek moyang yang sangat berkualitas dan seimbang. Untuk itu anak cucunya berhak dan harus mendapatkan kualitas yang sama persis. Ungkapan tersebut mengandung makna filosofis yang menempatkan bumi sebagai anugerah Allah SWT yang tak ternilai harganya karena menjadi sumber segala kehidupan, untuk itu menjaga alam dan keseimbangannya menjadi syarat yang utama.
Adapun contoh lain tentang kehidupan masyarkat kajang yang sangat menarik adalah  setiap kelahiran seorang anak, haruslah ditanam sebuah pohon sebagai symbol kehidupan anak tersebut. Atau dalam araea komunitas tersebut ada area area tertentu yang tak boleh ada penebangan pohon tanpa seizin dari kepala adat (ammatoa). Sangatlah disayangkan, dengan perkembangan moderenisasi lambat laun menggeser eksistensi daripada hukum adat daerah tersebut. Walaupun dalam UUD  melindungi 1945 hukum hukum adat yang masih berlaku tetapi dalam kenyataannya pergeseran social yang membuat dan perkembangan produk hukum yang terkesan menganak-tirikan hukum hukum adat yang masih berlaku membuat .
Contoh diatas merupakan salah satu dari sekian banyak daerah daerah yang ada diindonesia yang pola hidup masyarakatnya sangat terpaut dengan lingkungan hidup. Walau masih terkesan tradsionil dan berbasis komunitas, tetapi dalam pengejewantahan living law sebagai sumber hukum positif dapatlah menjadi inspirasi lahirnya berbagai produk produk hukum yang berbasis lingkungan hidup dalam menjaga ekologi manusia dan alamnya sebagai sebuah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Khususnya dalam isu pelestarian lingkungan, hal tersebut dapatlah menjadi bahan acuan kita untuk menimbulkan kesdaran kita akan pentingnya lingkungan hidup sebagai bagian dari hidup kita dalam menjaga ekosistem alam ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun