Mohon tunggu...
Efendi
Efendi Mohon Tunggu... -

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pesan-Pesan untukmu Guruku

25 Juni 2012   23:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:32 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering



Guru pada saat ini dituntut untuk lebih dalam memberikan pengajaran. Seiring berkembangnya ilmu pengatahuan dan teknologi (IPTEK), guru diminta dengan cepat untuk menguasainya agar dapat berpacu dengan perkembangan zaman. Selain itu, guru juga dituntut untuk memahami realitas pendidikan (fakta dan sistem pendidikan) agar dapat menjadikannya guru “hebat”.

Fakta pendidikan di Indonesia saat ini dekejutkan dengan potret buruk wajah pendidikan. Potret tersebut terwujud  dari perilaku siswa, mahasiswa sampai demontrasi para guru dan pendidik lainnya yang menuntut dinaikkan tunjangan mereka merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi, betapa dunia pendidikan kita begitu rapuhnya. Bukti kuat dengan masih adanya tawuran di kalangan siswa dan mahasiswa. Kecurangan ketika UNAS, narkoba, dan pergalan bebas. Lebih parah lagi berdasar Survei KPA (Komisi Perlindungan Anak) yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia juga menemukan 93 persen remaja pernah berciuman, dan 62,7 persen pernah berhubungan badan, dan 21 persen remaja telah melakukan aborsi (Kompas.com 10/05/2010).

Sementara itu, sistem  pendidikan yang materialistik terbukti telah gagal melahirkan manusia saleh, berkepribadian mulia yang sekaligus menguasai pengetahuan, ilmu, dan teknologi (PITEK). Secara formal kelembagaan, sekulerisasi  pendidikan ini telah dimulai  sejak adanya dua kurikulum pendidikan  keluaran dua departamen yang berbeda, yakni  Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional.  Terdapat kesan sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (PITEK) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tak tersentuh standar nilai agama.  Kalaupun ada hanyalah etik-moral (ethic) yang tidak bersandar pada nilai agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Pendidikan yang materialistik  memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi.  Bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan  investasi yang telah ditanam oleh orang tua siswa.  Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan,  jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi  yang sangat individual. Nilai transendental dirasa  tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Ini semua merupakan representasi (gambaran) dari keadaan sistem pendidikan yang sekularistik-materialistik.

Semua itu terjadi lantaran mengabaikan aturan-aturan Allah Swt. Dalam keyakinan Islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan karena perilaku manusia sendiri. Ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surah ar-Rum ayat 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ

“Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan  oleh karena tangan-tangan manusia”. (QS. Ar Rum: 41)

Muhammad Ali Ashabuni dalam kitab Shafwatu al-Tafasir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan  bi maa kasabat aydinnaas dalam ayat itu adalah “oleh karena kemaksiatan-kemaksiatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia (bi sababi ma’ashi al-naas wa dzunu bihim)”.  Maksiat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah, yakni melakukan yang dilarang dan meninggalkan yang diwajibkan dan  setiap bentuk kemaksiyatan pasti  menimbulkan dosa dan dosa berakibat turunnya azab Allah Swt. Selama ini, terbukti   di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara,  banyak sekali kemaksiatan  dilakukan. Dalam sistem sekuler,  aturan-aturan Islam memang  secara sengaja tidak  digunakan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Agama telah diamputasi dan dikebiri; dimasukkan dalam satu kotak tersendiri dan kehidupan berada pada kotak yang lain. Dalam urusan pengaturan kehidupan, sosial kemasyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan. Akibatnya, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk  tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.

Pendidikan dalam Islam

Pendidikan dalam Islam dapat (harus) kita fahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi tertentu (Islam). Dengan demikian, pendidikan dalam Islam merupakan proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dipandu ideologi/aqidah Islam. Inilah paradigma dasar itu. Berkaitan dengan itu pula secara pasti tujuan  pendidikan Islam dapat ditentukan, yaitu menciptakan SDM yang berkepribadian Islami, dalam arti cara berfikirnya berdasarkan nilai Islam dan berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Begitu pula, metode pendidikan dan pengajarannya dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer of knowledge, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak.

Beberapa paradigma dasar bagi sistem pendidikan dalam kerangka Islam:

1. Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiyah islamiyah (pola sikap yang islami).

2. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal salehdan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).

3. Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan  dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.

4. Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw. Dengan demikian Rasulullah saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia. Al quran mengungkapkan bahwa “Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah  (teladan) yang terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah dan hari akhirat”.

Paradigma yang ada harus mendapat dukungan dari tiga pilar: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga menyiapkan anak sejak dini untuk didik menjadi anak yang saleh. Taat pada Allah, Rasul-Nya, dan orang tua. Ini sebagaimana yang diajarkan Luqman (Surat Luqman:12-18). Sekolah dijadikan tempat untuk mengembangkan skill dan kemampuan pemahaman IPTEK. Di sekolah anak didik akan menjadi insan kamil (sempurna) yang cerdas, menguasai IPTEK, dan mampu menggenggam dunia dengan landasan iman. Yang lebih penting adalah pengaturan di masyarakat.  Masyarakat yang menjadi tempat hidup anak akan membentuk pola pergaulan dan arah kehidupannya. Oleh karena itu negara yang menjadi pengatur urusan umatnya, seharusnya mewujudkan kehidupan Islami. Wujudnya diterapakan sistem islam dalam seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik, pendidikan, budaya,dll). Negara menyediakan sarana dan prasarana penunjang pendidikan untuk seluruh rakyat. Bahkan seharusnya negara menggratiskan biaya pendidikan. Karena pendidikan merupakan kebutuhan asasi bagi setiap manusia. Inilah wujud tanggung jawab negera yang benar-benar mengurusi rakyat secara benar dengan Islam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun