Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Lecturer I Researcher

Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion I FISIP Universitas Setia Budhi Rangkasbitung I Menulis untuk ridho Allah, menjaga kewarasan, menebar kemanfaatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Lebaran) Minimalis itu Spiritualis

31 Maret 2025   23:58 Diperbarui: 1 April 2025   00:10 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi saya sendiri, terma Lebaran Minimalis menarik, bukan semata-mata karena pesan maknawiyahnya. Di dalam Kamus Kita, istilah "Minimalis" dimaknai sebagai sesuatu yang berkenaan dengan penggunaan unsur-unsur yang sederhana dan terbatas untuk mendapatkan efek atau kesan yang terbaik.

Penulis buku Becoming Minimalist, Joshua Becker, memaknai minimalis sebagai pilihan tindakan untuk mendapatkan apa yang membuat anda bahagia dan menghilangkan apa yang tidak.

Ringkasnya, konsep Lebaran Minimalis tidak lain adalah Lebaran yang diselenggarakan dan dirayakan dengan cara sederhana, menghindari perilaku belanja yang berlebihan (ishraf) serta menjauhi kecenderungan konsumtif.

Dalam perspektif syar'i Lebaran Minimalis dalam arti yang demikian itu adalah keharusan dan prinsip yang sejatinya diteguhi oleh setiap muslim dan muslimah. Sebab jika berlebaran dengan cara sebaliknya, ishraf atau berlebihan, maka ada paradoks mendasar antara semangat mensyukuri kebahagiaan karena telah berhasil melewati ujian di sepanjang Ramadhan dengan perilaku yang dalam Al Quran dikategorikan sebagai Mubadzirin, orang-orang yeng berperilaku boros.

Terkait para Mubadzirin ini, di dalam Al Quran surat Al Isra ayat 27, Allah mengingatkan dengan lugas, Innal-mubadzirina kanu ikhwanasy-syayatin, wa kanasy syaitanu lirabbihi kafuro. Bahwa "Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."

Gagasan tentang Lebaran Minimalis juga relate dengan salah satu prinsip hidup setiap muslim dan muslimah, yakni kesederhanaan. Di dalam Al Quran konsep sederhana atau kesederhanaan ini kurang lebih setara makna hakikiyahnya dengan sikap Wasath. Artinya moderat, tengah-tengah, adil atau juga proporsional dalam konteks tertentu.

Terdapat sejumlah ayat Al Quran yang memuat pesan perihal keharusan umat Islam berperilaku wasath atau wasathiyah.

Di dalam Surat Al Isra ayat 29 misalnya, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal."

Kemudian di dalam Surat Al Furqon ayat 67, Allah mengajarkan: "Dan orang-orang yang baik adalah apabila menyalurkan (hartanya), maka ia tidak tidak berlebihan dan tidak terlalu pelit. Dan adalah (pembelanjaan) di antara kedua itulah yang baik." 

Dari dasar pijakan ini dapat disimpulkan, bahwa konsep minimalis sebagaimana diulas diatas sejatinya adalah spiritualis karena ia merupakan pilihan sikap dan perilaku yang dasar pijakannya jelas ada di dalam Al Quran.  Terlebih lagi, Lebaran sendiri, istilah lokal kultural dari Idul Fitri tidak lain adalah peristiwa keislaman sebagaimana diulas didepan. Hakikat maknya kembali pada (potensi dasar) kesucian (fitrah) sebagai manusia tatkala mereka Allah ciptakan pada mulanya.

Ulasan terkait https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/67e98fb8c925c435c74273e2/lebaran-dan-spiritualitas-mudik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun