Sepanjang hari tadi, tak peduli suasana kehidupan bernegara sedang dilanda berbagai persoalan, mulai dari korupsi yang tak habis-habis, kebijakan efesiensi yang dampaknya mengular kemana-mana, program embege yang kedodoran lantaran cekak anggaran dan lain-lain, jutaan umat Islam Indonesia mengecap kebahagiaan.
Idul Fitri, bagi umat Islam memang merupakan momentum kebahagiaan. Sebagaimana sabda Rosullulah SAW, bahwa "Orang yang berpuasa akan meraih dua kebahagiaan, yakni kegembiaran ketika berbuka puasa (berhari raya) dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya."Â (HR Muslim).
Vibes kebahagiaan umat Islam hari ini tercermin dalam berbagai bentuk ekspresi. Mulai dari semangat berbagi, ghiroh silaturahmi dan saling mengunjungi sambil bernostalgia dengan keluarga, kerabat dan sahabat, serta tentu saja saling memaafkan. Masif dan terasa dimana-mana.
Bahkan mungkin juga dirasakan oleh mereka yang saat ini masih dalam perjalanan mudik yang sesungguhnya melelahkan. Atau oleh kawan-kawan aktifis dan mahasiswa yang masih terus berjuang menjaga normalitas demokrasi dari potensi abuse of power sebagai dampak revisi UU TNI yang dikhawatirkan bakal menghidupkan kembali dwi fungsi tentara dalam kepolitikan nasional.
Kembali pada Fitrah
Secara syar'i istilah Idul Fitri memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, "kembali berbuka puasa" (kembali makan minum) berdasarkan kata "Id" dari akar kata "aada-yauudu" yang artinya kembali. Dan "Fithri" dari akar kata "ifthar, afthario-yufthiru" yang artinya berbuka puasa.
Pemaknaan itu didasarkan antara lain pada hadits tersebut diatas dan hadits lain yang diriwayatkan Anas bin Malik, "Tidak sekali pun Nabi Muhammad SAW pergi (untuk shalat) pada Hari Raya Idul Fithri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya."
Jadi Idul Fitri adalah Hari Raya dimana umat Islam kembali berbuka (makan dan minum) sebagaimana sebelum datang Ramadhan. Dan pada hari itu yang jatuh pada tanggal 1 Syawal, bahkan puasa diharamkan.
Kedua, "kembali pada fitrah". Fitrah disini berasal dari akar kata "fathoro-yafthiru" yang artinya suci, bersih dari dosa dan keburukan. Secara syar'i makna ini didasarkan antara lain pada hadits Nabi SAW, "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq'alayh).
Dengan demikian, dalam konteks teologis ini Idul Fitri berarti kembali pada keadaan suci (fitrah). Yakni bebas dari segala dosa karena mendapatkan pengampunan Allah SWT setelah proses "penyucian" (purifikasi) melalui ibadah puasa dan berbagai bentuk amalan-amalan lainnya di sepanjang Ramadhan.
Makna yang kedua itu terkoneksi dengan tujuan teologis ibadah puasa yakni untuk meraih derajat Taqwa sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Minimalis itu Spiritualis Â
Di tengah kemeriahan Lebaran seperti dikabarkan berbagai platform media dan tentu saja yang saya alami sendiri sesiang sampe sore tadi, sahabat-sahabat Kompasianer berbagi perspektif dan juga pengalaman perihal Lebaran Minimalis. Menarik, sarat dengan cerita-cerita human interest, bahkan juga banyak yang menginspirasi.