Mohon tunggu...
Giandi Ferniawan Pamungkas
Giandi Ferniawan Pamungkas Mohon Tunggu... Insinyur - Karyawan BUMN Perum Jasa Tirta II

menulis dan berpikir dengan persepsi yang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dimana Kebebasan untuk Kita ?

3 Juni 2014   05:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:46 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DIMANA KEBEBASAN UNTUK KITA ?

Setiap kali kita menonton TV tidak
akan lepas dari acara yang membahas tentang pemilu tanggal 9 Juli 2014 besok.
Mulai dari yang debat, pemaparan kelebihan dan kekurangan dari capres-cawapres,
serta yang paling sering yaitu iklan – iklan mereka. Hampir di semua stasiun TV
kurang dari selang waktu satu jam pasti wajah capres-cawapres kita ini muncul.
Yang saya permasalahkan bukan dari acaranya, bagus jika ada acara semacam debat
karena kita bisa melihat seberapa jauh pengetahuan berpolitik kedua calon. Yang
saya sesalkan adalah sistem kampanye mereka. Bisa kita lihat banyak sekali
terbentuk relawan – relawan, kubu – kubu, kelompok – kelompok pendukung salah
satu calon. Apakah dengan begitu tercermin bahwa masyarakat kita sudah terpecah
? Pasti pertanyaan itu akan dijawab seperti ini, “ya kan maksud kami adalah
mendukung capres-cawapres bukan untuk mengelompok-kelompokkan masyarakat”. Nah
sekarang begini, jika memang maksudnya seperti itu, lalu untuk apa setiap kali
pidato, pasangan capres-cawapres ataupun pendukungnya disela-sela materinya
menjelek-jelekkan pihak lawan. Meskipun dengan bahasa paling halus, yang
namanya menjatuhkan ya tetap menjatuhkan. Bisa kan isi pidatonya tidak seperti
itu, saya rasa dengan memaparkan visi misinya, proker-proker yang akan
dijalankan kedepan, dan seberapa optimis mereka terhadap kemajuan bangsa
inikepada masyarakat itu sudah lebih
dari cukup. Setiap manusia memiliki yang namanya kelebihan dan kekurangan, jika
semua orang tahu itu lalu untuk apa diperjelas ? Dengan adanya pidato yang
seperti itu akan menyulut perpecahan antar kelompok. Terutama bagi orang-orang
yang pendidikan berpolitiknya rendah akan menjadi sosok yang fanatik terhadap
calon yang dia pilih. Akhirnya, perpecahan pun tidak terhindarkan. Saya tidak
memprediksi, karena buktinya sudah ada. Tempo hari yang lalu, terjadi
pembakaran posko dukungan calon X yang masih belum diketahui siapa pelakunya.
Bagi yang fanatik kepada calon X, dia akan berpikir pelakunya adalah lawannya
si calon Y, sedangkan pihak calon Y akan berpikir itu cuma sebuah trik politik
untuk mendapatkan simpatik. Selain itu, materi pidato yang membahas kekurangan
lawan, menurut saya, justru akan menjatuhkan citranya. Dimana harga diri
seorang pemimpin ketika dia menjelek-jelekkan lawan. Justru dengan rendah hati,
santun dan tetap fokus membenahi bangsa ini wibawa seorang pemimpin akan
terjaga.

Dari pengamatan saya, unsur rahasia
dan bebas dalam pemilu sudah tercoreng. Kenapa ? bisa dllihat di TV betapa
banyak orang – orang menyerukan siapa yang dia dukung dan akan dipilih nantinya
pada tanggal 9 Juli 2014. Memang saya bukan ahli dalam bidang ini, tapi ketika
di sekolah saya diajarkan ada unsur RAHASIA dalam pemilu yaitu setiap orang
memiliki hak untuk tidak mengatakan siapa calon yang dipilihnya. Kemudian unsur
BEBAS. Tanpa sadar pikiran kita ini diarahkan oleh media, yaitu media – media
yang sudah dimiliki oleh partai politik. Contoh, jika kita sering menonton
Metro TV maka kita akan cenderung untuk memihak ke Jokowi-Jusuf Kalla karena
Metro TV adalah milik Partai Nasional Demokrat (NASDEM) yang saat ini
berkoalisi dengan PDI-P. Begitu pula jika kita sering menonton acara stasiun TV
ANTV dan TV ONE maka kita cenderung memihak ke Prabowo-Hatta karena dua stasiun
TV tersebut milik Abu Rizal Bakrie yang saat ini berkoalisi dengan Prabowo.
Jadi tetap kita melaksanakan demokrasi , melaksanakan pemilu, presiden yang
dipilih adalah suara rakyat tapi, suara tersebut hasil paksaan dan tekanan
pihak calon yang tanpa kita sadari. Bebas itu ya bebas dari hati nurani, tidak
ada unsur paksaan sedikitpun. Menurut saya sih ya, akan lebih baik jika
kampanye-kampanye dengan pidato itu dikurangi saja, hanya buang-buang waktu,
tenaga dan harta. Lebih baik mereka ini langsung terjun ke masyarakat, lakukan
yang terbaik dengan melakukan pengabdian-pengabdian bagi mereka yang
membutuhkan. Langsung lakukan apa yang dapat mereka lakukan dengan cara
masing-masing yaitu dengan memberikan solusi – solusi terhadap permasalahan
yang terjadi di Indonesia. Beri para calon jangka waktu tertentu untuk
melakukan pelayanan masyarakat tersebut, berikutnya biar masyarakat yang
meniilai siapa yang tulus kepada bangsa dan pantas menjadi pemimpin bagi
mereka. Sosok seorang pemimpin itu dibuktikan dari apa yang mereka lakukan,
bukan dari apa yang mereka janjikan. Jika mereka tulus kepada bangsa, mereka
tidak akan merasa rugi jika tidak terpilih. Bagi mereka yang tidak tulus, sudah
barang tentu akan melakukan berbagai kecurangan, atau malah tidak akan setuju
dari awal.

Untuk menutup opini saya, saya ingin
mengajukan beberapa pertanyaan jikalau ada
calon pemimpin atau yang sudah jadi pejabat dan rakyat Indonesia
tercinta membaca.

mso-bidi-theme-font:minor-latin">1.Kenapa ya para calon kita ini, baik
legislatif maupun eksekutif, tidak melakukan sesuatu dulu kemasyarakat sejak
dulu baru mencalonkan diri, malah justru mencalonkan diri dulu baru menjanjikan
sesuatu ke masyarakat ?

mso-bidi-theme-font:minor-latin">2.Kenapa ya kita sebagai rakyat yang
dipimpin, hanya bisa menuntut ketika terjadi sesuatu tanpa memenuhi
kewajibannya dulu ? Disuruh buang sampah di tempatnya, eh malah sembarangan,
pas sudah banjir nuntut ke pemerintah mana solusinya mana janjinya ?

mso-bidi-theme-font:minor-latin">3.Kenapa ya kita tidak berpikir kritis
sampai ke solusi hanya sampai ke permasalahan ? Dimana-mana mahasiswa melakukan
demonstrasi ke pemerintah, malah ada yang pakai kekerasan, kenapa sih kok
enggak langsung mikir solusi terbaik lalu disampaikan ?

mso-bidi-theme-font:minor-latin">4.Kenapa ya pemerintah yang belum tahu
atau sudah tahu bahwa dia salah, didemo masyarakat/mahasiswa bukannya menemui
mereka lalu melakukan negosiasi, eh malah pergi nggak tau kemana ?

mso-bidi-theme-font:minor-latin">5.Kenapa ya ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun