Mohon tunggu...
Siti nurjanah
Siti nurjanah Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suka melakukan perjalanan, baca buku, nonton film atau drama juga mendengarkan musik. - Nulis juga di : https://www.stnurjanahh.com - IG dan Twitter : @st_nurjanahh

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Budaya Kerokan yang Tak Lekang oleh Zaman

25 November 2017   00:20 Diperbarui: 25 November 2017   00:28 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balsem Lang (Doc.Pri)

Bisa dikatakan, Saya termasuk orang yang mudah sekali terserang masuk angin. Sedikit kecapean, kerap sekali mudah drop. Sejak dahulu pengobatan alami yang Saya dapatkan adalah dengan kerokan, menggunakan koin dengan minyak sayur atau balsem sebagai media pelicin dan remahan bawang merah.

Yang dirasakan pasca kerokan badan pasti lebih enakan dari gejala masuk angin yang mengganggu. Mengalami gangguan kesehatan ringan, sebisa mungkin menghindari terlalu banyak mengkonsumsi zat kimia dengan obat-obatan itulah sebabnya kerokan kerap menjadi andalan.

Lebih praktis karena bahan pendukungnya mudah ditemui, sebagaimana yang biasa dan akrab ditengah masyarakat, BALSEM LANG sering digunakan untuk membantu meredakan masuk angin dan sakit kepala maupun ketika mengalami gejala flu.

Obat luar seperti balsem sudah dipercaya turun temurun cukup membantu mengatasi flu karena bisa menghangatkan dada sehingga membantu meringankan batuk yang timbul akibat pilek. Sensasi hangat yang ditimbulkan memberikan rasa nyaman ketika kondisi tubuh tidak terlalu sehat.

Menghirup aroma dari balsem bisa melegakan. Pengaplikasiannya bisa dengan mengosokkan balsem pada dada, leher, dan juga punggung atau sekedar dengan pijatan ringan di sekitar anggota tubuh yang dirasa kurang sehat.

Tetapi semenjak Saya mendengar berita seputar kerokan yang kurang baik bagi jaringan kulit dan syaraf, kebiasaan tersebut perlahan mulai ditinggalkan. Benarkah kerokan yang membudaya selama ini sejatinya tidak baik untuk kesehatan ? 

Di tengah pro dan kontra soal kerokan, ternyata ada seorang pakar pendidikan yang memuat dan melakukan riset seputar kerokan. Adalah Prof. DR.Didik Gunawan Tamtomo , PAK, MM. MKES , Seorang Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Ditemui dalam sebuah acara Nangkring bersama Kompasiana, beliau menuturkan beberapa anggapan keliru seputar kerokan.

"Hasil pemeriksaan di laboratorium patologi anatomi UNS menunjukkan tidak ada kulit yang rusak ataupun pembuluh darah yang pecah, tetapi pembuluh darah hanya melebar. Sehingga aliran pembuluh darah lebih lancar dan pasokan oksigen dalam darah bertambah. Kulit ari juga terlepas." Ungkap DR. Didik

Kadar endorfin orang-orang yang dikerok biasanya akan mengalami kenaikan yang signifikan. Peningkatan endorfin ini memberikan efek nyaman, rasa sakit hilang, lebih segar, dan bersemangat.

Disamping itu kadar prostaglandin menjadi turun. Prostaglandin adalah senyawa asam lemak yang berfungsi menstimulasi otot serta mampu menurunkan tekanan darah, mengatur sekresi asam lambung, suhu tubuh, dan memengaruhi kerja sejumlah hormon. 

Begitu banyak pengobatan modern, hingga kini orang Indonesia, terutama di Jawa, tetap akrab dengan kerokan saat merasa tidak enak badan. Praktik pengobatan ini dikenal sejak zaman nenek moyang, tetapi sejauh ini belum ditemukan literatur tentang asal-usul kerokan. Metode semacam kerokan juga dikenal di negara lain, seperti di China (gua sha), Vietnam (cao gio), dan Kamboja (goh kyol).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun