[caption id="attachment_277369" align="aligncenter" width="500" caption="Candi Shinta"][/caption]
Gunung Penanggungan adalah Laboratorium Arkeologi yang sangat kaya akan peninggalan purbakala. Walaupun tingginya hanya 1659 meter dpl, tapi gunung ini eksotis. Puncaknya bulat gundul, dengan tonjolan-tonjolan anak gunung (bukit) di lereng-lerengnya. Ada 8 anak gunung. Bentuknya unik ini oleh penduduk Jawa Kuno dianggap mirip dengan puncak Mahameru, gunung suci di India. Tak heran, hingga saat ini, masih bertebaran candi-candi kecil di lereng-lereng Gunung Penanggungan yang menunjukkan bahwa di masa lampau gunung ini memiliki kedudukan tinggi dalam masyarakat Jawa. Pendakian 2004 Tertarik oleh fenomena ini, di musim panas tahun 2004 saya dengan beberapa murid saya yang tergabung dalam KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) mengadakan pendakian. Saya masih ingat, mereka adalah Jarot, Sobirin, Rokmad, Erni, Yuliani didampingi Jauhar.. Rutenya melalui lereng Barat. Tepatnya, naik dari Desa Seloliman, Trawas Mojokerto. Pendakian diawali dari Candi Jalatunda. Lalu dilanjutkan menuju arah puncak. Pendakian 2 hari dengan base camp di Candi Lurah, hanya mampu "melacak" 11 candi kecil yang tersebar di pinggang gunung. Hampir separuh candi tertutup semak dan kayu. Bahkan, untuk menemukannya harus menyibak ilalang, memangkas ranting atau memanjat pohon. Padahal, hasil penelitian Van Romondt, ada 80 candi tersebar di Gunung Penanggungan. Dari pendakian itu akhirnya saya petakan posisi candi berdasarkan ketinggian dari permukaan laut.
Pendakian 2006 Berdasarkan peta hasil kunjungan tahun 2004, maka tahun 2006 saya adakan pendakian ulang. Masih dengan murid kelas 3 yang juga anggota KIR:Â Melshandi, Yanti, Aji dan Edi. Tujuan pendakian kali ini adalah pemetaan ulang posisi candi sekaligus membuat
Film Dokumenter sederhana. Setelah semua peralatan siap, maka pada hari H kami pun berangkat. Edi yang sudah bisa mengoperasikan
handycam, saya beri tugas sebagai pengambil gambar. Melshandy saya bekali dengan naskah-naskah sederhana dan bertugas sebagai presenter pemula. Setelah berdoa, segera saya buka pemetaan lokasi candi yang kami temui di tahun 2004. Kami bahas tentang rute dan posisi candi. Ini karena kondisi di gunung bisa saja berubah. Baik karena ada jalur baru atau semak-semak yang semakin lebat. Berdasarkan pengalaman dan pemetaan, jika melalui rute lama, maka dalam perjalanan ke puncak akan menemukan candi dengan urutan:Â
Candi Bayi, Candi Putri, Candi Pura, Candi Genthong dan Candi Shinta. Berikutnya ada
Candi Lurah, Candi carik, Candi Naga, Candi Syiwa, Candi Wisnu dan Goa Botol [caption id="attachment_277371" align="aligncenter" width="500" caption="Candi Guru"]
[/caption]
Candi Bayi dan Candi Putri Dengan langkah perlahan tapi pasti, tim pun mulai mendaki. Mula-mula masuk hutan dengan pohon lebat. Lambat laun berubah jadi ladang tanaman pisang. Sempat istirahat beberapa kali. Cuaca terik sehingga kerongkongan kering. Untung membawa air minum cukup. Sesuai dengan rencana, setelah 2 jam mendaki akhirnya satu demi satu candi pun bisa ditemukan kembali. Mula-mula menemukan
Candi Bayi. Bentuk aslinya sudah runtuh. Tersisa hanya berupa tumpukan batu berlumut yang diselimuti rumput. Perjalanan pun kami lanjutkan. Tak sampai setengah jam melangkah, akhirnya menemukan jejak
Candi Putri pada ketinggian 900 meter dpl. Candi kecil ini unik. Dibangun dengan menempelkan dinding belakangnya di lereng bukit. Dibuat berteras tiga. Di tengah terdapat tangga naik. Di puncak terdapat altar.Hiasan pipi tangga masih utuh.
Candi Pura dan Candi Genthong Dari Candi Putri beberapa langkah ke atas kami menemukan
Candi Pura. Kondisi Candi Pura lebih parah dibanding Candi Putri. Hanya tinggal reuntuhan dengan sisa altar di puncaknya.  Secara struktur, kedua candi mirip. Berteras dan berundak. Selepas Candi Pura, setelah menyibak ilalang yang menghalangi jalan, kami menemui
Candi Genthong. Ada yang menyebutnya candi Genuk. memang Candi ini berupa Genthong atau Genuk tempat menyimpan air. Terbuat dari batu Andesit. Di sebelahnya terdapat sebuah Altar. Mungkin juga Yoni. Mengapa ada Genthong atau Genuk di Gunung Penanggungan? Ini mungkin erat kaitannya dengan ketiadaan air di kawasan ini yang kering kerontang. Memang tak banyak pohon besar di kawasan mendekati puncak Gunung, sehingga tak banyak resapan dan simpanan air di dalam tanahnya. Mungkin Genthong berfungsi sebagai penadah dan penyimpan air. Bisa juga keberadaan Genthong ini ada hubungannya dengan Air Suci untuk upacara. Kami sempatkan istirahat agak lama dan makn siang di candi Genthong. Melepas penat dengan berdiam di payungi pohon-pohon kecil. Bekal nasi bungkus dan Mie Instant pun dilahap. Langsung dilahap ering tanpa perlu direbus. Hampir sejam kami di area ini. Tak terasa hari semakin sore. Bergegas kami menuju
Candi Shinta pada ketinggian 1050 meter dpl. Disambut susunan batuan berbentuk makam tepat di jalan masuk. Di pojok kanan ada altar batu yang kokoh. Candi Shinta ada di pojok mengarah ke puncak gunung. Tersisa altar di puncaknya. Tubuh dan kaki candi sudah tak nampak lagi. Karena tak ada perlengkapan dan perbekalan untuk mengina, maka setelah mendokumentasikan Candi Shinta, kami pun bergegas kembali. Turun menuju desa untuk kembali pulang.
Punden Berundak Jika dicermati, candi di Gunung Penanggungan berciri khas. bagian belakang ditempelkan di dinding bukit. Dibangun berteras dan di tengah terdapat tangga. Ini mirip ciri bangunan asli Indonesia jaman megalitikhum: Punden Berundak. Diperkirakan, candi-candi ini dibangun di masa Majapahit akhir. Saat itu muncul gejala
Milenarisme, pemujaan terhadap roh nenek moyang yang bersemayam di gunung. Para pemujanya berharap, dengan pemujaan itu akan muncul tokoh baru yang akan mampu menegakkan kemabli kejayan majapahit. [caption id="attachment_277372" align="aligncenter" width="500" caption="Puncak Penanggungan"]
[/caption]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Travel Story Selengkapnya