Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semua Serba Santri

21 Oktober 2018   10:43 Diperbarui: 21 Oktober 2018   11:13 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kyai Maemun cium tangan Kyai Hasyim, Gus Dur cium tangan Syekh Yasin Al-Fadani Makkah

Santri menurut kamus pesantren salaf, santri memiliki arti yang sangat mendalam. Secara umum, istilah santri disematkan pada anak-anak yang sedang  menimba ilmu agama pondok pesantren. Pesantren itu identik dengan NU. Menjelang pilgub, Pilpres, semua menyatakan diri sebagai seorang santri.

Buku yang diterbitkan oleh Gading Pesantren Malang, di jabarkan tentang kaidah santri sesuai dengan hurufnya. Maklumlah, para ulama NU, paling demen dengan huruf arab, sehingga mereka-pun masih merujuk pada Arab Pegon. Ini menjadi ciri khas santri NU, sejak berabda-abad, hingga sekarang. Salah besar, jika NU itu tidak suka arab, justru NU-lah yang mengajarkan cinta Arab, lebih-lebih pada durriyah Rosulullah SAW.

Masih menurut Kyai Nahdiyin di seluruh pelosok Nusantara, istilah "santri (), terdiri dari 5 huruf.  Yaitu Sin () Nun)) Ta( ( Ro') ) dan Ya (). Hanya Kyai NU yang sangat kreatif, inovatif dalam masalah-masalah beginian. Setiap langkah Kyai Nahdiyin selalu ada argumentasi yang kuat dan mendalam, bahkan kadang berdasarkan "istikharah" berbulan-bulan.

Syin berarti "syafiqul khair" yang berarti menjadi pelopor kebaikan. Sama persis dengan filsafat ilmu nawhu dimana "santri" itu harus mampu menjadi pelaku, perintis, pelopor, kebikan dimana-pun berada, sehingga posisinya sangat mulai "marfuk". Santri bisa menjadi Bupati, Camat, Walikota, Presiden, Walil Presiden, Menteri, Jenderal, Prajurit, bahkan juga bisa menjadi pemain bulu tangki, sepakbola. Bisa juga menjadi petani, pedangan, dokter, dosen, peneliti. Dengan tidak meninggalkan kesantriannya.  

Sedangkan "nun" memiliki makna "naasibul ulama (penerus ulama). Dalam ilmu nahwu, seorang santri sering menjadi wakil dari Kyai, baik ketika ngajar (ngulang ngaji) di pesantren, khutbah jumat, khutbah nikah, ceramah agama. Bahkan ketika undangan, Kyai sering mewakilkan kepada santri tertentu. Dengan harapan, kelak bisa menjadi terjun di masyarakat sebagai seorang rujukan masyarakat. Dalam filsafat nahwu, seorang santri setiap saat dan waktu bisa menjadi "naibul fail" yang artinya "penganti pelaku". Posisinya sama dengan "fail" yaitu marfuk (tinggi).

Huruf ta', berarti " tarikul ma'ashi (meninggalkan maksiat),". Dimana-mana, seorang santri itu menjadi pelopor kebaikan, dan juga menjadi pelopor mencegah kemungkaran.  Seorang santri, ketika diperintah gurunya, tidak satupun dari mereka menmbantah, mereka selalu berkata "saya mendengar dan saya taat". Di pesantren, selalu diajari ahlakul karimah, agar jangan sampai bermaksiat kepada Allah SWT dan Rosulullah SWT.

Huruf ro' yang berarti ridho. Seorang santri, sudah pasti manut dan taat kepada gurunya, memulyakan guru dan keluarganya, sebagaimana taat kepada kedua orangtuanya.  Ketika orangtua menyerahkan anaknya ke pesantren, berarti harus taat kepada Kyai yang mendidik spiritual dan intelektualnya. Ridho seorang Kyai, akan menentukan manfaat dan tidaknya ilmu yang diperolehnya.

Sedangkan huruf ya' berarti "yaqin". Seorang santri, ketika pulang dari pesantren mereka memiliki keyakinan bahwa apa yang diperoleh selama di pesantren akan bermanfaat bagi keluarganya, serta masyarakatnya. Keyakinan itu diperoleh, setelah mendapatkan ridho dari guru-gurunya. Makanya, santri itu dimana-pun berada, selalu yakin dengan rejekinya, yakin dengan takdir Allah SWT.

Santri itu Kreatif dan Inovatif

Seorang santri walaupun sehari-hari memakai sarung, tetapi mereka itu cerdas dan kreatif, inovatif, harus mampu mandiri. Sejak bangun tidur, hingga akan tidur lagi, kegiatan santri itu harus ngaji dan ngaji. Bagi santri, semua aktifitasnya itu merupakan ngaji, dan ngaji itu adalah ibadah.

Sebelum subuhan, mereka harus belajar, baru istirahat pada sekitar jam 21.00 malam. Sedangkan santri-santri senior, mereka harus ngaji kitab-kitab klasik, seperti; Ihya' ulumuddin, Al-Hikam. Santri itu kaya dengan gagasan, ide-idenya luar biasa. Kendati demikian, mereka tetap santun dalam bertutur, bersikap dan prilakunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun