Mohon tunggu...
lukas purnama
lukas purnama Mohon Tunggu... Guru - Menjadi berkat

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Tukang Tambal Ban

8 Juni 2019   11:03 Diperbarui: 8 Juni 2019   11:08 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://otomotifnet.gridoto.com

Beberapa waktu yang lalu saya bersama dengan beberapa teman mengunjungi dua teman yang baru saja mendapatkan keluarga baru atau momongan. Kami berangkat bersama, tidak lama kemudian sampailah kami di rumahnya. Rumahnya terletak di pinggir jalan raya. Sebenarnya itu bukan rumah, karena memang tidak layak untuk disebut rumah. Bentuknya seperti lapak, ukuran 3 x 5 m. 

Di belakang, ada MCK ala kadarnya. Di depan, digunakan untuk usaha, yaitu tambal ban. Jadi tempat ini dijadikan sebagai tempat usaha sekaligus tempat beristirahat. Sewa per tahun Rp 600.000,00. 

Dia tinggal bersama dua anak, yang pertama kelas 1 SD, kedua baru lahir, dan istri tercintanya. Sudah 6 tahun dia tinggal di tempat ini. Biaya sewa tempat ini, menurut dia agak murah karena disingkiri atau penyewa tidak mau menyewa di situ . Penyewa tidak mau karena di belakangnya ditempati oleh para waria.

Begitu kami datang, si empunya rumah lagi sibuk menambal ban sebuah Honda Freed. Kami segera masuk dan disambut oleh istrinya, dengan sangat ramah. Anaknya yang masih bayi diletakkan di lantai beralaskan tikar dan selimut. Ibu -- ibu masuk ke dalam, sedangkan kami, bapak -- bapak duduk di luar karena tempat yang memang tidak memungkinkan kami sekedar untuk duduk. Ibu -- ibu mulai bercengkerama dengan ibu bayi. 

Si Bapaknya menemui kami, walaupun sedang ada kerjaan, dengan sangat ramah, hangat dan sopan, bersalaman dengan kedua tangan sambil kepala menunduk. Terlihat, dia begitu bahagia.

"Ngopi ya pak," demikian katanya. "Wah ... Nggak usahlah. Bikin repot aja," timpal teman saya. Sebentar kemudian empat gelas kopi panas pun tersaji. Kami segera menikmatinya. Glek ... gelontoran kopi hangat masuk dalam kerongkongan, lumayan untuk menghangatkan badan setelah beberapa saat hujan turun.

Kami segera berbincang ringan dengan si Bapak empunya rumah. Tidak berapa lama kemudian datang lagi motor yang bannya kempes. Si Bapak bergegas menambalnya, setelah sebelumnya meminta ijin dan mohon maaf karena harus direpotkan dengan pekerjaannya itu.

Untuk mempersingkat waktu, kami berdoa bersama dan memberikan sekedar bentuk tanda kasih. Lalu kami mohon pamit untuk melanjutkan kunjungan ke teman kami yang satunya.

Dalam perjalanan saya bertanya -- tanya dalam hati. Ini Bapak kok baiknya minta ampun. Saya sendiri terkadang tidak mampu untuk melakukan sesuatu seperti yang dilakukan bapak itu. Untuk sopan mungkin masih bisa. Tetapi untuk yang lain, kehangatan, keramahtamahan, dan berbagi mungkin masih berat. Ya kalau pun bisa, ada hitung -- hitungannya.

Saya yang hidupnya lebih beruntung daripada si Bapak ini, kadangkala masih banyak mengeluh. Saya membayangkan, bagaimana bapak ini bisa memenuhi kebutuhannya sehari -- hari? Untuk makan, membayar sekolah anaknya, mencukupi kebutuhan bayi, istri dan dirinya sendiri. Bagaimana dengan tidurnya? Kalau malam, apakah ada banyak nyamuk? Apakah tidak terganggu dengan deru kendaraan yang lalu lalang di sepanjang jalan itu? Bagaimana dengan kesehatannya? Apakah ditanggung BPJS? Banyak pertanyaan terlontar.

Rasa -- rasanya kalau saya jadi Bapak ini, saya tidak akan sanggup. Saya kagum dengan semangat dan segala hal yang diperlihatkan Bapak ini. Walaupun si Bapak, orang yang sangat sederhana karena keterbatasannya, tetapi mampu menunjukkan sikap yang mulia. Sebuah sikap yang sulit ditemui di jaman ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun