Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suami Ingin Terlihat Kaya, Salah Siapa?

2 Oktober 2020   21:49 Diperbarui: 2 Oktober 2020   21:51 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Unsplash/tienne Beauregard-Riverin

Biasanya cerita rumah tangga yang sampai ke telinga dan mataku adalah seputar perempuan yang jadi korban aneka masalah.

Entah mereka yang terlalu mandiri sampai-sampai membuat suaminya lupa kewajiban. Atau yang dipekerjakan tanpa gaji oleh keluarga besar suami. Ada pula yang diam-diam dimadu dan berlarut-larut dalam derita, sembari menanti ending layaknya sinetron azab.

Tapi kali ini beda. Setidaknya ada dua sumber yang membagikan cerita seputar derita para suami padaku. Dunia itu adil.

Tak usah kubagikan cerita detailnya di sini. Memangnya aku penulis lambe-lambean! Kubagikan, siapa tau bisa diambil hikmahnya.

Baca juga: 7 Fakta Kota Metropolitan di Negara Kaya

Sebutlah namanya Babang. Tadinya ia bekerja di sebuah bank pemerintah dengan gaji berkali lipat UMP. Dengan gaji itu, ia mantap menikahi pujaan hati yang level belanjanya bisa dibilang lima kali di atas keluarga Babang.

Belum lama menikah, entah wangsit dari mana, Babang memilih resign dan membuka usaha. Kalau hitung-hitungan logika manusia, harusnya dia memulai usaha sebelum menikah. Ah, mungkin istrinya sejak dilamar sudah siap diajak susah.

Menurut salah satu coach bisnis di kotaku, kalau mau jadi pengusaha, jangan banyak jajan. Biarlah orang yang boros karena belanja produk kita. Kitanya jangan!

Barangkali si Babang belum pernah dengar teori itu. Jadi ketika ia memulai bisnis, gaya hidup ala keluarga istri masih terbawa.

Kalau pagi-pagi kita, eh aku, menimbang-nimbang beli kue, lontong, atau buat gorengan sendiri, Babang dan istri biasa sarapan di restoran hotel. Barangkali dapur mereka menangis, karena pasangan itu makan siang dan malam pun selalu di luar.

Sementara Babang baru saja membuka usaha, yang tentunya butuh banyak modal. Sedangkan pemasukan belum seberapa. Alhasil, bahkan sebelum pandemi, Babang sudah dililit banyak utang.

Sebenarnya, menurut saudara Babang, usahanya terbilang lancar. Pemasukan banyak, tapi karena gaya hidupnya lebay, jadi pendapatan itu tak pernah cukup.

"Waktu dia utang lagi, sebenarnya kesal, Kak. Tapi katanya untuk susu anak. Sepuluh juta sebulan baru susu aja, belum yang lain."

Gatal kepalaku membaca chat dari kawan tersebut. 10 juta untuk susu, dia pasti sultan!

Tak beda jauh dengan Babang, Mamas juga punya kisah yang mirip. Ia memang bukan dari keluarga mapan, tapi Mamas tau diri. Ia lebih memilih istri dari kalangan selevel.

Tapi karena sering diremehkan keluarga istri, Mamas berusaha menunjukkan bahwa ia punya kemampuan lebih.

Memang, sejak dulu kuakui Mamas punya hoki bagus. Banyak yang menganggap Mamas bertangan emas, apa saja yang dijualnya laku. Undian apa saja yang diikuti, pasti dimenangkannya.

Tapi aku selalu punya keyakinan, tidak ada orang yang beruntung terus atau sial terus. Roda itu berputar, hari ini senang, besok bisa blangsak. Begitu pun sebaliknya.

Mamas suka berbagi. Sayangnya ia seperti khawatir dianggap tak mampu jika sewaktu-waktu tak mampu membagi. Memang menyenangkan membuat orang lain bahagia, tapi kalau itu mengorbankan diri ... namanya bodoh, Mas!

Sejak ekonomi Indonesia digadang-gadang bakal meroket, sebenarnya Mamas sudah mulai menumpuk utang. Ia pikir keberuntungan akan terus melekat pada dirinya. Besar sekali harapannya pada kabinet yang disusun tahun lalu.

Belum selesai utang di bank ini, sudah nambah di bank sana. Bahkan yang masih tersisa sekian bulan lagi sudah diajukan ulang dengan pelunasan dari utang baru.

Karena namanya sudah tak bisa dipakai lagi, sebab terdata punya tagihan di mana-mana, Mamas menggunakan nama saudara dan agunan milik orangtua. Selain untuk usaha, semua itu dilakukan untuk menopang sekian banyak orang yang biasa menerima bantuannya, sekaligus menjaga nama baiknya sebagai orang mapan.   

Baca juga: Tak Hanya Ekonomi, Mental Juga Harus Kuat!

Di masa pandemi ini, Babang dan Mamas adalah orang yang paling sulit, melebihi mereka yang terpaksa keluar tanpa masker SNI dan tak bisa menjaga jarak, demi bisa makan.

Kenapa begitu? Sebab penampilan mereka tak mendukung untuk menerima BLT atau yang semacamnya. Lebih parah lagi, ego mereka keras bertahan untuk mengakui bahwa saat ini kita semua sedang susah.

Keduanya berusaha terlihat "semua baik-baik saja" di hadapan semua orang, bahkan di hadapan orang terdekat. Istri.

Februari sampai Juli mereka masih bisa bertahan. Memasuki Agustus, mulai goyah. September, siap-siap rumah tangga kacau. Mungkin Oktober ini baru para istri sadar, suami mereka menyimpan bon utang yang angkanya tak pernah terbayangkan.

Aku juga seorang istri, agak mengherankan memang jika istri tak tau masalah yang membelit suaminya. Entahlah kalau sebenarnya di rumah mereka sudah ada keributan sejak lama, aku tidak mencari tau.

Dari secuil ilmu tentang psikologi pernikahan yang kutau, memang laki-laki umumnya berusaha menunjukkan superioritas. Itulah sebabnya perempuan dibekali intuisi.  

Kalau kubilang istri Babang dan Mamas tak bersalah, nanti dikira aku pilih kasih karena faktor gender. Dibilang salah, aku kan tak tau banyak.

Aku cuma bisa menebak, Babang dan Mamas belum pernah membaca tentang Mark Zuckerberg yang belanja di toko diskonan, juga soal Michael Bambang Hartono yang makan tahu pong di warung sederhana, atau kisah lain yang semacam itu.  

Ya sudahlah, gak berani juga sok-sok menilai. Pokoknya begitu, kamu cari sendiri hikmahnya ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun