Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pengalaman Berburu Mainan Anak

15 Juni 2020   10:00 Diperbarui: 15 Juni 2020   10:05 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen Syarifah Lestari

Biasanya jika membeli mainan, kami pilih toko terdekat. Rumahku yang tak jauh dari pasar, membuat nyaris toko apa saja bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

Tapi kali ini, mainan yang sudah lama diangankan si adek tak juga ditemukan di antara toko yang ada. Sapu-sapuan.

Sepertinya ada sensasi tertentu yang ia rasakan saat melemparkan mainannya. Bukan dituang seperti umumnya mengeluarkan mainan, tapi ia mengambil satu per satu dan dilemparkan cukup jauh. Setelah usai, mainan itu dikumpulkannya lagi.

Jadi sapu-sapuan yang ia idam-idamkan itu, gunanya untuk menyapu mainan yang sudah ia lempar ke sana kemari. Asli absurd.

Kutawarkan sapu biasa ukuran kecil (siapa tahu ada), dia menolak. Itu bukan mainan, katanya. Alhasil kami beralih ke toko daring (online shop).

Hati-hati dengan Gambar
Dengan lugu, kuketik "sapu-sapuan" di kolom pencarian salah satu platform olshop. Hasilnya tepat kok, muncullah gambar mainan sapu anekamerek. Lantas apa? Pilih yang termurah dong!

Dapat harga termurah, cek review pembeli. Semuanya oke. Ditambah belanjaan si kakak, akhirnya transaksi selesai. Uang ditransfer, tunggu beberapa hari sampai aku lupa.

Anak-anak yang saban hari menunggu kang paket, akhirnya menagih setelah tiga hari barang yang ditunggu tak juga datang. Maka kucek kembali ke aplikasi.

Luar biasa! Pesananku bahkan belum direspons pihak toko. Dasar egois, padahal kalau belanja domain, hosting, dsb, selalu kucek progress transaksi. Karena mainan menurutku tak penting, jadi tak pernah kuperhatikan. Kasihan dua bocah.

Setelah kucoba chat, sampai hari berikutnya tak juga ada respons, maka transaksi kubatalkan. Tapi ada untungnya juga mainan tsb tak jadi kubeli.

Entah dapat ilham dari mana, kucoba baca baik-baik review yang ternyata tanpa foto semua. Deskripsi barang sebelumnya sudah kubaca, tapi tak terlalu diperhatikan. Fokusku waktu itu pada beratnya, menimbang efek ke ongkos kirim.

Tapi akhirnya Youtube menolong kami! Ketika nama mainan kucari di Youtube, aku dan anak-anak merasa terkecoh sekaligus merasa beruntung.

Mainan yang di fotonya tampak seukuran dengan seorang anak, nyatanya hanya seukuran tangan mereka! Kalau saja kami jadi membeli, lebih mungkin kupakai sapu itu untuk menyapu debu di laptop daripada dipakai si adek mengumpulkan mainan. Efek digital.

Anak Perempuan Main Pistol?
Jadi kami beralih ke toko dan mainan lain. Kubiarkan anak-anak mencari dan memasukkan mainan apa saja ke keranjang. Bukan untuk dibeli semua, nantinya akan kusortir sebelum membayar.

Pada akhirnya yang dipilih anak-anak adalah uno stacko dan pistol air. Kedua anakku perempuan semua, tapi kubiarkan mereka memilih pistol, yang bagi sebagian orang adalah mainan khusus anak laki-laki.

Bahkan dalam obrolan kami suatu hari, kukatakan pada mereka jika suatu saat dianugerahkan anak laki-laki, adik mereka itu akan kuajari cara menyapu rumah dan membiasakannya mencuci piring. Tugas rumah tangga tak punya jenis kelamin!

Jadi sejak awal tidak ada pembagian anak perempuan harus main boneka agar besar bisa nyebokin anak. Anak laki-laki main mobilan agar bisa nyetir. Laki-laki dan perempuan harus sama-sama bisa urus anak, sama-sama bisa bawa motor dan mobil.

Yang pasti laki-laki dilahirkan sebagai pemimpin keluarga, perempuan sebagai pendamping. Keduanya punya hak dan kewajiban yang saling melengkapi.

Mainan Banyak Aturan yang Dimainkan Tanpa Aturan
Anakku lebih dulu mengenal uno stacko, mainan berupa balok yang edukatif sekali. Kami memainkannya begitu saja, tarik balok bawah, letakkan di atas. Yang merobohkan berarti kalah.

dokumentasi Syarifah Lestari
dokumentasi Syarifah Lestari
Sesuai prasangkaku, mainan ini seharusnya punya aturan, melihat lambang yang ada di sisi-sisinya. Ketika kucari info di Google, sebagai emak-emak normal, rasanya seperti melihat soal Fisika ketika aku baru saja diterima sebagai guru komputer. Di luar kuasa!

Kucoba mempelajari dan mengajarkan pada anak-anak. Si kakak yang sadar kalau emaknya pun tak begitu paham, memberi solusi.

"Sudahlah, Mi. Main suko-suko kitolah. Sudahlah belajar untuk ujian, belajar itu lagi!"

Oh iya, aku ingat lagi. Dia kan masih ujian online pekan ini. Kenapa beli mainan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun