Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Temanku Jadi Orang Kaya!

22 April 2020   09:15 Diperbarui: 22 April 2020   09:24 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by freestocks on Unsplash

Menyimak tulisan salah seorang kompasianer senior, terpikir pula untuk menuliskan pengalaman yang mirip. Tentang kawan lama, yang terpaksa kulupakan pertemanan kami, karena setiap bertemu hanya menghadiahkan sebal.

Bukan hendak memutuskan silaturahmi, tapi kita memang disarankan untuk menghindari teman toksik kan?

Aku dan teman sekolahku ini dulunya adalah tetangga. Usianya setahun di atasku, tapi ketika aku naik ke kelas 4, ia tinggal kelas. Tak jadi naik ke kelas 5. Alhasil kami jadi teman sekelas di SD Negeri dekat rumah.

Sebagaimana anak-anak lain di kampung itu, kami hanya anak dari orang biasa. Di sana ada kuli bangunan, tukang sayur, sopir angkot, dsb. Iya, menengah ke bawah.

Jadi makanan sehari-hari dan berapa uang jajan kami, sudah sama-sama tahu.

Walau sering tak sejalan, banyak perbedaan, dan nyaris tak punya kesamaan minat, toh kami tetap berteman. Setelah satu SD, kami kemudian sekolah di SMP yang sama.

Temanku ini punya banyak musuh, cewek-cewek yang tak suka melihat cewek centil, padahal mereka juga centil. Menggibahi tentang bedak dan parfumnya yang berlebih, gayanya yang sok kaya, dll.

Para rival ini pun mencari informasi tentang temanku ini lewat aku yang tetangganya. Tanpa maksud memanas-manasi, kusampaikan saja bapak ibunya kerja apa. Setelah kutahu tujuan mereka, barulah kusetop setoran informasi.

Maklum, sampai SMP aku masih baca Gober Bebek. Jadi aku tak tahu menahu soal konspirasi ala ciwi ciwi itu.

Kemudian kami beda SMA, dan ia pindah rumah. Sesekali aku bertandang ke rumahnya, karena tak jauh dari rumah itu (dulu) ada kebun rambe. Aku suka melihat tempat yang teduh dan penuh pohon besar.

Jika datang ke sana, kuparkir motor di depan rumahnya, lalu berjalan ke kebun itu. Tapi bapaknya selalu melarang, dan meminta kami ngobrol di rumah saja. Dan di rumah itu, ada ibunya yang tak pernah bosan bertanya, "Itu motor kau dewek yo?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun