Mohon tunggu...
Zulfa Nh
Zulfa Nh Mohon Tunggu... -

Dosen di IAIN Tulungagung. Sejak SD bercita-cita jadi penulis, dimulai dari menulis buku harian. Bisa dikunjungi di www.sweetlovee.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Agar Tidak Menjadi "Si Bodoh yang Sombong"

21 September 2013   09:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:36 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kemarin saya menyimak perbincangan antara seorang dosen dengananak muda mantan mahasiswanya. Dikatakan mantan bukan karena ia telah lulus dan menyandang gelar sarjana, tetapi karena memutuskan untuk berhenti kuliah. Beberapa petikan yang saya dengar antara lain, “Pintar tidak menjamin sukses, banyak orang pintar malah jadi pecundang”, “ Saya mau bekerja dulu, kalau sudah sukses dan mapan baru akan belajar”.

Terus terang saya agak terganggu dengan pernyataan itu. Bukan karena saya kebetulan bekerja sebagai dosen, tetapi lebih karena bergesernya penghargaan dari ilmu kepada harta. Jika yang dimaksud dengan sukses adalah semata-mata kaya harta, pintar dalam arti lulus sekolah mungkin memang bukan jaminannya. Banyak orang yang menjadi kaya tapi ia tidak sarjana, atau tidak lulus sekolah menengah. Tetanggsaya bahkan tidak lulus SD dan buta huruf tapi hartanya lebih banyak daripada saya yang mahasiswa S3. Tetapi, apakah ukuran sukses seseorang hanya banyaknya harta benda? Menurutku tidak. Sukses menurutku menunjuk pada seberapa besar seseorang dapat memberikan manfaat bagi sesama, seberapa konsisten menjalankan ajaran kebaikan, seberapa teguh ia memilih keyakinan tentang nilai dan memperjuangkannya.

Bisa jadi secara harta seseorang hanya memiliki dalam kadar yang cukup, tidak berlebih, tetapi ia mampu menggunakan harta itu untuk belanja-belanja yang tepat dan menyejahterakan lahir batinnya. Menurutku, ia orang yang sukses. Bahkan, orang yang tidak berpunya, tetapi selalu bersyukur, berakhlak baik, dan mampu menggunakan ketidakberpunyaanya untuk menciptakan manfaat bagi sesama, tanpa terjebak dalam jalan yang sesat, ia adalah orang yang sukses. Termasuk, sukses sebagai teladan dan inspirasi bagi orang lain. Sebaliknya, orang yang diberi anugrah harta yang berlimpah ruah, tetapi berkepribadian sombong, suka menghina orang miskin, tidak mau menyantuni anak yatim, hanya membelanjakan hartanya untuk mempertegas kesombongannya , menurutku ia adalah orang yang gagal, entah ia pintar secara akademik atau tidak. Karena, hanya Tuhan yang memiliki hak untuk sombong.

Kembali lagi, pintar akademik tidak menjamin sukses? Mungkin ada benarnya, tetapi harus juga dipertimbangkan, tidak pintar juga bukan jaminan sukses. Oleh karena itu, jika pernah melihat orang pintar secara akademik tetapihidupnya kurang sukses, maka mestinya pandangan kita diluaskan pada orang lain yang pintar sekaligus sukses. Artinya, membuat pertimbangan haruslah matang, tidak hanya menggunakan satu referensi agar tidak terjebak dalam sikap apatis yang merugikan.

Jika kuliah bagi seseorang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhannya, lalu ia memutuskan keluar bagiku sah-sah saja. Tetapi, hal itu bukan pembenar untuk bersikap alergi terhadap ilmu. Keluar dari kampus tidak menggugurkan kewajiban untuk selalu belajar. Sekalipun orang itu memutuskan untuk bekerja, sebagai apapun, ia tetap wajib menambah pengetahuan.Dan memang sumber pengetahuan tidak terbatas hanya ada di kampus, sekolah, pesantren, atau lembaga lain yang berlabel pendidikan. Bagi orang yang mau belajar, setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, setiap peristiwa adalah buku, setiap pengalaman adalah sumber perenungan yang dapat menghasilkan ilmu. Pelajaran yang tak pernah selesai untuk wajib dipelajari adalah budi pekerti. Tidak hanya dipelajari, tetapi juga diamalkan. Dengan demikian, apapun pekerjaan yang ditekuni, setiap orang dapat bertambah pintar, dan berbudi pekerti luhur. Tanpa mau belajar,seseorang yang memilih bekerja dan kemudian dikaruniai harta yang banyak hanya akan terjebak dalam kesombongan akan kebodohannya. Jadi manusia yang bodoh tapi sombong, sombong tapi bodoh. Menepuk dada sambil berkata pongah, “Inilah aku, bodoh tapi kaya, tidak seperti dia.. pintar tapi miskin”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun