Mohon tunggu...
Subandi Bandi
Subandi Bandi Mohon Tunggu... -

Pengamat lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Harus Dikepret

28 September 2015   13:02 Diperbarui: 28 September 2015   13:05 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di Negara ini masih banyak kalangan yang  tersebut sebagai "orang-orang dari masa lalu". Kalangan ini tersebar dari di dunia industri, birokrasi, dan terutama politik. Mereka secara aktif terus- menerus membudidayakan KKN dalam tata pergaulan sehari-hari. Orang-orang masa lalu adalah sebuah keniscayaan yang harus dialami oleh Bangsa sesial Indonesia yang pernah 32 tahun dipimpin rezim yang ajarkan budaya KKN secara masif, sistematis, dan terstruktur.

Rezim Suharto memang sudah jatuh, tapi para eks pendukung Cendana sudah menjadi raja-raja baru di era liberalisasi politik pasca Reformasi 1998. Tidak ada yang salah dengan hal itu, hak berpolitik setiap orang Indonesia memang dijamin undang-undang, tak peduli apakah mereka dahulu pendukung Orde Baru atau tidak. Masalahnya adalah cita-cita pemberantasan KKN yang dicanangkan Reformasi 17 tahun yang lalu seperti berjalan di tempat karena ulah "orang-orang dari masa lalu" tersebut.

Sampai detik ini, telanjang di depan mata kita: seorang Wakil Presiden memanfaatkan informasi dan jabatannya untuk kepentingan bisnis pribadi keluarga dan kroninya. Seperti dalam konsesi pembangunan proyek-proyek pembangkit listrik dalam slogan kosong "35 ribu Megawatt", proyek pembangunan penampungan (storage) BBM Pertamina di Banten, impor bahan pokok seperti beras, yang belum lama (27/9) ditolak Presiden. Dan lain-lain sehingga saat ini si Wapres sendiri sudah "tembus" ke dalam 50 Orang Terkaya di Indonesia..  

Seorang Menteri BUMN, setali dua uang dengan Wapres, juga lebih sibuk memperkaya keluarga dan kroninya, bahkan asing! ( rencana buyback saham BUMN beberapa saat lalu). Si Menteri dengan lihainya merekayasa pembelian puluhan pesawat yang ternyata hampir membangkrutkan maskapai Nasional, meskipun tentu menguntungkan dirinya yang memperoleh fee proyek; merancang pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang ternyata hampir membuat permasalahan teknis yang pelik (jarak Jkt-Bdg yang hanya 150 km tidak cocok untuk kereta api cepat berkecepatan 350 km/jam yang berhenti di 8 stasiun); merekayasa proyek pembangunan pipanisasi BBM sepanjang Pulau Jawa, yang menguntungkan kakak kandung si Menteri BUMN, dan lain-lain.

Dari level Wapres, turun ke Menteri, mental " orang-orang dari masa lalu"  juga menghinggap di Direktur sebuah BUMN yang belakangan sering manggung di layar kaca. Iklan-iklan mentereng BUMN-nya di media-media cetak terkemuka nasional (tersiar kabar ybs menyewa konsultan media dari luar negeri untuk memoles citranya yang sudah rusak). Fenomena bergabungnya mental KKN dan inlander pun terdapat dalam dirinya. Terhadap kekuatan modal asing dirinya menyembah-nyembah, tapi terhadap aparat penegak hukum yang hendak memberantas korupsi malah dilawannya (digesernya Kepala Detektif POLRI)- dengan menunjukkan kekuatan koneksinya dengan para Menteri, Wapres, hingga berani mengancam Presiden. Belakangan terungkap isteri si Dirut BUMN pernah menyuap si Menteri BUMN dengan perabotan dan lukisan.

Sedikit tentang Menteri ESDM, yang ternyata merupakan kepanjangan tangan kakak si Menteri BUMN dan sangat patuh terhadap Wapres. Memang dirinya mungkin tidak pernah korupsi, namun jelas tanpa tanda tangannya berbagai proyek sektor ESDM milik Wapres dan Menteri BUMN tidak akan terlaksana. Belakangan si Menteri ESDM menampakkan pula mental inlandernya dalam Blok Masela.

Ia lebih memilih penggunaan teknologi FLNG milik Shell yang belum teruji dan tidak memiliki efek pembangunan ekonomi kawasan Timur Indonesia, dibanding kilang LNG darat (on shore) yang sudah teruji dan memiliki efek pembangunan ekonomi kawasan Timur Indonesia. Ada indikasi Menteri ESDM rela menjadikan Negara ini kelinci percobaan demi keuntungan perusahaan asing semacam Shell, sembari membiarkan kawasan Timur Indonesia tidak terbangun sehingga mengancam kesuksesan program Tol Laut Presiden.

Di tengah-tengah pesta pora kalangan "orang-orang dari masa lalu" inilah, muncul di tengah gelanggang seorang Menteri Koordinator Maritim yang bergelar Rajawali Ngepret. Si Menko ini bukan dari kalangan orang-orang masa lalu, sebaliknya dirinya adalah penggugat praktek KKN semenjak masa Orde Baru sedang jaya-jayanya di tahun 1978. Saat itu dirinya adalah pemimpin gerakan mahasiswa di ITB, penulis Buku Putih yang melegenda di kalangan Pergerakan, yang menyebabkan dirinya menjadi tahanan politik di Penjara Sukamiskin bertahun lamanya.

Begitu 20-an tahun kemudian Reformasi bergulir dan dirinya menjadi Menteri di bawah Kabinet Gus Dur, ternyata sikap kritisnya terhadap KKN semakin tebal. Meski mungkin masyarakat sudah lupa sepak terjangnya selaku Menteri saat itu, karena memang usia Kabinet Gus Dur yang juga singkat. Kini, setelah hampir 15 tahun berselang, dirinya kembali dipercaya oleh Presiden Terpilih sebagai Menko yang membidangi Maritim dan Sumber Daya, dan di hari pertamanya dilantik, proyek-proyek besar yang bersinggungan dengan Wapres dan Menteri BUMN lagsung kena kepret.

Bagi si Menko Maritim, hal yang dilakukannya kini: kepret (berasal dari bahasa Betawi: memercik) tak ubahnya yang dilakukannya tahun 1978 lalu sewaktu muda. Justru secara positif, karakter semacam yang dilakukan Menko adalah jelas suatu konsistensi yang diperlukan Presiden demi mewujudkan Revolusi Mental. Mentalitas KKN sedang dinegasikan, dan itu melalui apa yang disebut sebagai jurus Rajawali Ngepret. Kalau ada yang bilang, bahwa tindakan Menko Maritim adalah suatu bentuk penyakit psikologis yang bernama megalomaniac, itu sah-sah saja pada orang yang sedang memimpin. Justru yang harus disoroti adalah kelakuan post power syndrom mantan bosnya, Presiden terlama ketiga memimpin Indonesia, yang bepergian kemana-mana masih dengan pengawalan Paspampres di masa pensiun (Peraturan ini dia telurkan setahun terakhir rezimnya).

Tidak ada yang salah dengan jurus Rajawali Ngepret. Publik lambat laun sudah mulai merasakan (roso), bahwa memang perlu terdapat semacam lompatan (revolusi) mental berkesadaran. Dulu kita selalu bicara tentang etika ini etika itu, namun lupa bahwa KKN adalah pelanggaran etika bernegara yang sangat serius. Karena itulah sudah saatnya kita semua masuk ke dalam konten: mengapa harus dikepret? ****

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun