Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Danantara Suntik Rp30 Triliun ke Garuda, Misi Penyelamatan atau (Lagi-lagi) Pemborosan?

9 Oktober 2025   07:16 Diperbarui: 9 Oktober 2025   07:16 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dok Garuda Indonesia via Kompas.com)

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan segera menyuntikkan dana jumbo sebesar US$1,84 miliar atau Rp30,5 triliun (asumsi kurs Rp16.606 per dolar AS) ke PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk.

Penyuntikan dana tersebut akan dilakukan melalui skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) alias private placement oleh anak usaha Danantara yaitu PT Danantara Asset Management atau DAM. Rencana besar ini akan dibawa pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk meminta persetujuan para pemegang saham, November mendatang.

Konon kabarnya, dana hasil private placement tersebut akan dialokasikan untuk mendukung keberlangsungan usaha perseroan dan anak usahanya, Citilink. Penggunaannya mencakup pembiayaan modal kerja, perawatan pesawat, ekspansi armada, serta pembayaran utang bahan bakar Citilink.

Suntik dana atau Suntik mati? 

Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya bulan Juni 2025, Danantara juga melalui PT DAM sebenarnya sudah menyuntikkan dana sebesar Rp6,65 triliun ke Garuda. Saat itu, Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria yang kemarin baru saja dilantik Presiden Prabowo menjadi Kepala BP BUMN, mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan wujud dari pendekatan baru dalam restrukturisasi dan transformasi Garuda di bawah pengelolaan Danantara Indonesia. 

Sejak dulu, setiap kali tersiar berita pemerintah (sebelum dibentuknya Danantara) berencana menyuntikkan dana ke Garuda Indonesia, pasti akan langsung mendapat sorotan tajam dari publik. Selalu muncul pertanyaan mendasar dan sangat penting, sampai kapan pemerintah harus menanggung beban mempertahankan BUMN-BUMN yang dari sisi bisnisnya selalu merugi seperti Garuda Indonesia. 

Buat yang penasaran, silakan cek di mesin pencari google untuk melihat historis kinerja perusahaan ini dari tahun ke tahun, termasuk masalah-masalah di dalamnya. 

Perusahaan BUMN kita memang bisa dikategorikan menjadi dua kategori besar yaitu: Pertama, BUMN yang selalu mencatatkan keuntungan dan rutin memberikan dividen triliiunan rupiah ke negara (misalnya Bank-bank Himbara, Telkom, perusahaan tambang semisal Bukit Asam, Antam). Kedua, BUMN yang terlalu sering atau bahkan bisa dikatakan rutin mencatatkan kerugian. Selain Garuda Indonesia, perusahaan yang masuk kategori ini adalah BUMN yang bergerak di sektor farmasi dan beberapa BUMN Karya (konstruksi).

Terhadap perusahaan-perusahaan merugi tersebut, pemerintah memilih menyuntikkan dana segar melalui berbagai skema untuk memastikan agar operasional perusahaan tersebut bisa terus berjalan.

Ini yang terus menjadi sorotan dan menimbulkan pertanyaan publik. Pemasukan negara salah satunya melalui dividen yang diterima dari beberapa BUMN "sehat" sebagian besar akan langsung tersedot dan disalurkan ke BUMN-BUMN "sakit". Pertanyaannya, sampai kapan ini akan terus dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun