Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Kado" Hari Pers Nasional, Remisi Pembunuh Wartawan Akhirnya Dibatalkan

9 Februari 2019   14:28 Diperbarui: 9 Februari 2019   14:34 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional 2019 (Foto: Suaramerdeka.com)

Pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Grand City Surabaya, Presiden Jokowi mengumumkan telah meneken pembatalan remisi yang diberikan terhadap I Nyoman Susrama, terpidana pembunuh berencana wartawan Radar Bali (Jawa Pos Group), AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

Ihwal pembatalan tersebut disampaikan Presiden kala menjawab pertanyaan Pemimpin Redaksi Jawa Pos Koran, Abdul Rokhim mengenai remisi yang didapat oleh Susrama. Abdul Rokhim menagih revisi remisi pembunuh Prabangsa.       

"Sudah-sudah saya tanda tangani," ujar Jokowi menjawab pertanyaan tersebut.

Awal Desember lalu, melalui Keputusan Presiden Nomor: 29/2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara, nama Susrama masuk di urutan 94.

Kasus pembunuhan berencana itu terjadi pada 11 Februari 2009 silam di kediaman Nyoman Susrama yang berlokasi di Banjar Petak, Bangli. Fakta-fakta yang terungkap bahwa Susrama bukan pelaku langsung, melainkan aktor intelektual yang mendalangi aksi keji tersebut.

Adapun motif pembunuhan berencana tersebut setelah Prabangsa diketahui menulis berita terkait dugaan korupsi yang dilakukan Nyoman Susrama, yakni proyek-proyek Dinas Pendidikan di kabupaten Bangli sejak awal Desember 2008 hingga Januari 2009.

Nyoman Susrama tentu saja bukan rakyat jelata. Ia adalah adik Bupati Bangli yang menjabat sejak 2000-2010. Ketika kasus pembunuhan itu terjadi, Nyoman Susrama juga baru saja terpilih sebagai anggota DPRD Bangli dari PDIP, namun belum dilantik.

Pada saat kabar pemberian remisi kepada Susrama terdengar oleh publik, langsung terjadi kegaduhan. Kritikan pedas bahkan ragam tudingan langsung diarahkan pada pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada kebebasan pers bahkan terkesan ingin melindungi dalang pembunuhan berencana.

Petisi jurnalis menolak remisi pembunuh Wartawan Radar Bali (Antara Foto/Rahmad)
Petisi jurnalis menolak remisi pembunuh Wartawan Radar Bali (Antara Foto/Rahmad)
Tidak ketinggalan Presiden Jokowi yang langsung dihujat habis-habisan oleh mereka yang geram dengan pemberian remisi tersebut. Beberapa orang yang mengklaim sebagai pendukung Jokowi bahkan langsung mengikrarkan diri tidak akan memilih Jokowi lagi di Pilpres mendatang. Lebih baik golput, ujar mereka.

Para ahli hukum juga bersuara dan sepakat bahwa remisi Susrama memang sepatutnya dicabut. Mereka berpendapat, pencabutan/pembatalan itu bisa dilakukan karena adanya desakan dari publik.

Lalu bagaimana kita menanggapi kabar Presiden Jokowi yang mengaku sudah menanda tangani pembatalan pemberian remisi tersebut?. Menurut saya, tentu saja kita harus bersyukur. Pembatalan tersebut berarti bahwa pemerintah dalam hal ini Presiden masih mendengarkan aspirasi/desakan dari publik yang terus menuntut penegakan hukum yang seadil-adilnya.

Saya membayangkan, pilihan ini tentu bukan tanpa risiko khususnya bagi Presiden. Secara kalkulasi politik, di satu sisi pembatalan ini mungkin saja bisa "mengobati" kekecewaan beberapa pendukungnya.

Namun di sisi lain, pembatalan ini sangat mungkin dijadikan para lawan politiknya sebagai amunisi baru untuk menyerang Jokowi. Ia akan dituding sebagai pemimpin yang tidak konsisten dengan kebijakan yang telah diambil.

Selanjutnya akan ada tudingan bahwa pembatalan ini diambil semata-mata demi meraih simpati publik terutama di masa-masa mendekati pelaksanaan pemilu. Ujung-ujungnya, Presiden Jokowi akan kembali divonis tidak cakap dan tidak memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai pemimpin.

Demikian halnya, pembatalan ini pun belum tentu akan sukses mengembalikan mereka yang sudah terlanjur mengikrarkan golput dan tidak akan memilih Jokowi di Pilpres mendatang.

Namun terlepas dari berbagai kalkulasi politik yang ada, dalam kerangka penegakan hukum dan pertimbangan kemanusiaan, pembatalan ini memang patut diapresiasi dan memang sudah seharusnya dilakukan. Tidak sepantasnya pemerintah terkesan "lembek" terhadap dalang kasus pembunuhan terencana.

Pelaku memang harus menjalani hukuman sesuai kapasitas dan perbuatan yang dilakukannya. Tidak ada alasan untuk memberikan kelonggaran padanya, sekalipun ia berasal dari partai politik pendukung pemerintah. Hukum harus ditegakkan dan tidak tebang pilih.      

Terlebih lagi, pembunuhan berencana tersebut dilakukan dalam rangka balas dendam sekaligus bisa dibaca sebagai upaya pembungkaman terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugasnya. Para wartawan, jurnalis dan semua yang terkait dengan itu semestinya mendapat perlindungan dari pemerintah.

Insan pers sangat dibutuhkan bangsa ini untuk mencerdaskan kehidupan warga, mengabarkan berita/peristiwa terkini sekaligus mengawasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan publik. Saking vitalnya peranan pers, ada yang menyebutnya sebagai pilar keempat demokrasi.

Pada akhirnya, pembatalan/pencabutan remisi pembunuh berencana wartawan di Bali, bisa dikatakan sebagai "kado" Hari Pers Nasional (HPN) dari Presiden Jokowi. Ini sekaligus menjadi sinyal penting bahwa pemerintah tidak akan melindungi pihak-pihak yang ingin membungkam kebebasan pers.    

Biarlah peristiwa ini menjadi pelajaran berharga buat semua. Pemerintah harus berhati-hati dan sangat selektif saat akan memberikan remisi. Jangan terjadi lagi remisi diberikan tanpa pertimbangan matang dan akhirnya terpaksa harus dicabut/dibatalkan lagi karena kuatnya desakan/protes dari publik. Semoga ke depannya, (kebebasan) pers kita pun semakin baik dan berkembang. Selamat Hari Pers Nasional.              

***

Jambi, 9 Februari 2019        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun