Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menangkal Gelombang Komersialisasi di Kawasan Konservasi

8 Agustus 2018   16:30 Diperbarui: 9 Agustus 2018   02:40 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: kompas.com)

Foto: floresa.co
Foto: floresa.co
Menurut mereka, penguasaan atau pengelolaan pihak swasta atas titik-titik strategi dalam kawasan TNK tidak membawa manfaat apa-apa terhadap masyarakat, terlebih khusus masyarakat yang berada dalam kawasan TNK.

Pengalaman buruk memang sudah pernah terjadi ketika TNK dikelola swasta. Pada tahun 2003, sebuah perusahaan swasta diberikan izin untuk pengusahaan pariwisata alam (IPPA) selama 30 tahun. Terhitung sejak 2004 sampai dengan 2034. Namun setelah 10 tahun beroperasi, perusahaan ini bubar tanpa ada pertanggungjawaban publik yang jelas.

Menurut warga, kehadiran pihak swasta dalam pengelolaan kawasan strategis TNK akan menambah beban penderitaan bagi masyarakat dalam kawasan dan juga para pelaku usaha wisata lokal.

Sikap pemerintah

Dari dua kasus ini, publik akan bisa menilai sikap pemerintah terkait isu-isu konservasi dan lingkungan. Apakah pemerintah tetap memiliki fokus dan kepedulian terhadap isu-isu tersebut, atau jangan-jangan sudah mengabaikannya demi kepentingan komersialisasi dan investasi ekonomi ?.  

Mungkin ada dalih bahwa sebenarnya konservasi tetap bisa berjalan seiring dengan laju komersialisasi. Namun, sepertinya itu masih dalam kajian teori yang serba ideal dan di angan-angan. 

Sesuai peruntukannya sejak awal, Taman Nasional jelas-jelas memiliki fungsi konservasi. Berbagai jenis makhluk hidup (hewan dan tumbuhan) yang unik ada di sana. Ciri khasnya itu pula yang membuat banyak orang tertarik untuk melihat dan mengunjunginya secara langsung. 

Taman Nasional Komodo misalnya, keberadaannya sudah mendunia. Keunikannya itu sulit ditemui di negara mana pun. Para wisatawan mancanegara banyak yang menjadikan tempat itu sebagai destinasi wisata wajib saat berkunjung ke Indonesia. 

Pemerintah seharusnya memikirkan langkah-langkah strategis guna melestarikan kawasan langka tersebut, bukan malah membuka "jalan" yang berpotensi merusaknya. Ide membangun sarana prasarana parawisata harus difikirkan dengan sangat hati-hati dan tak boleh terburu-buru. 

Penolakan warga di TNGGP dan TNK merupakan reaksi kekuatiran bahwa proses komersialisasi yang terjadi hari ini jika tak segera dihentikan, akan terus berlanjut hingga akhirnya keberadaan dua kawasan konservasi tersebut akan hilang dan tinggal menyisakan monumen sejarah.

***

Jambi, 8 Agustus 2018

    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun