Mohon tunggu...
Qory Dellasera
Qory Dellasera Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis adalah bekerja untuk keabadian -PAT-

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Memperingati Hari PRT Internasional, Kapan Negara Akan Meratifikasi Konvensi ILO 189?

16 Juni 2018   20:45 Diperbarui: 16 Juni 2018   21:27 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari data kekerasan PRT yang dirilis ILO pada 16 Juni 2017 menampilkan angka yang mengkhawatirkan. Hanya ada 15 kasus PRT meliputi kasus ketenagakerjaan, kriminalisasi dan pidana, yang ditangani secara hukum. Data yang dihimpun Jala PRT di tahun 2016, hingga September terdapat 217 kasus kekerasan yang dialami PRT.  Lita Anggraini, Kordinator Nasional Jala PRT mengungkapkan "80 persen kasus kekerasan PRT dari total 217 kasus tersebut berhenti di Kepolisian"

Tidak ada standar upah minimum untuk PRT. Besarnya upah PRT ditentukan berdasarkan kebaikan dan kemurahan hati majikan. Standar upah akhirnya menjadi standar majikan. Jam kerja, beban kerja, imbalan yang diperoleh, jenis pekerjaan yang dilakukan, semuanya ditentukan oleh majikan. Hal ini telah dijelaskan oleh Marx dalam Wage-Labor and Capital (2008):

Despite the variety of their statements, they would all agree upon one point: that wages are the amount of money which the capitalist pays for a certain period of work or for a certain amount of work. Consequently, it appears that the capitalist buys their labor with money, and that for money they sell him their labor. But this is merely an illusion. What they actually sell to the capitalist for money is their labor-power. This labor-power the capitalist buys for a day, a week, a month, etc. And after he has bought it, he uses it up by letting the worker labor during the stipulated time. With the same amount of money with which the capitalist has bought their labor-power (for example, with two shillings) he could have bought a certain amount of sugar or of any other commodity. (2008, h. 17)

Posisi Negara Terhadap Situasi PRT

Hingga saat ini Konvensi ILO 189 dan rekomendasi nomer 201 tentang Kerja Layak PRT belum ada tanda-tanda akan segera diratifikasi oleh negara. Jala PRT (Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga) sejak tahun 2004 telah mengajukan Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT (RUU PPRT) sebagai instrumen perlindungan bagi PRT.

Namun hingga 14 tahun berjuang, RUU PRT ini belum juga disahkan. Pemerintah berargumen bahwa standar ketenagakerjaan untuk PRT tidak dapat diterapkan, karena PRT bekerja di rumah pribadi dan tidak melakukan aktivitas produksi. Hal ini terjadi karena negara menganggap rumah tangga adalah wilayah privat, sehingga hubungan kerja dinegosiasikan secara individual.

Keengganan negara untuk mengintervensi kerja rumah tangga mengakibatkan PRT bergantung pada "kebaikan hati" majikan. Negara harusnya berpihak pada kepentingan kelas yang tertindas.

Pada kenyataannya, negara tidak akan pernah berpihak pada kelas yang tidak menghasilkan apa-apa. Negara menurut Marx, hanya memperpanjang pertentangan antarkelas. Sementara, negara lebih memilih berpihak pada kelas pemodal dan memanfaatkan pertentangan kelas ini untuk menikmati keuntungan sendiri. Lenin dalam Negara dan Revolusi , menjelaskan maksud Marx tentang negara

Ini menyatakan dengan jelas sekali ide dasar Marxisme mengenai masalah peran historis negara dan arti negara. Negara adalah produk dan manifestasi dari tak terdamaikannya antagonisme-antagonisme kelas. Negara timbul ketika, di mana dan untuk perpanjangan terjadinya antagonisme-antagonisme kelas secara obyektif tidak dapat didamaikan. Dan sebaliknya, eksistensi negara membuktikan bahwa antagonisme-antagonisme kelas adalah tak terdamaikan.

Jika kita membaca Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2015 hanya secara implisit mengatur hubungan kerja antara majikan dan PRT, tetapi justru secara eksplisit berpihak pada lembaga penyalur PRT. Permenaker ini masih sangat lemah dari sisi ketenagakerjaannya, sehingga tidak dapat dijadikan pegangan untuk perlindungan PRT.

Terbitnya Permenaker ini tidak lebih dari upaya meredam tuntutan PRT yang bersuara menuntut perlindungan. Begitu juga Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yang mengatur tentang Ketenagakerjaan, majikan tidak dimasukkan dalam kategori pemberi kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun