Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Opaku Meninggalkan Toleransi pada Anak-anaknya, Jenazahnya Dikelilingi oleh Anak-anaknya yang Berbeda Keyakinan

23 Juni 2021   10:20 Diperbarui: 23 Juni 2021   10:40 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat saya menuliskan cerita ini Opa saya genap 14 hari meninggalkan kami sekeluarga. beliau meninggalkan 6 orang anak dan beberapa cucu serta cece, satu hal yang sangat saya sedihkan adalah tidak hadirnya saya pada acara pemakaman almarhum. hanya beberapa video singkat dan foto-foto acara pemakamannya bisa sedikit melegakan saya. Masih jelas dipelupuk mataku saat kami duduk di tungku perapian tempat kami memanggang Kopra di kebunnya.

Tahun 2018 saat saya terakhir mudik ke kampung halaman kami di Mongondow, almarhum bersama Oma kami ajak untuk ikut ke Jakarta. ada hutang yang mesti aku bayarkan kepada mereka berdua. yah..saya telah bernazar untuk membawa mereka berdua melihat Ibukota yang hanya dapat mereka saksikan di layar kaca dari kampung nan jauh.

Betapa bahagia kulihat raut wajah mereka saat melihat julangnya Monas dengan puncak emasnya, kami mengelilingi beberapa tempat di Jakarta meski murah meriah tetapi saya bahagia bisa menepati janjiku pada mereka. 

Opahku adalah seorang pelayan gereja tepatnya adalah seorang Penatua, saya tidak tahu kapan dia beliau  didapuk menjadi pelayan gereja, setahuku sejak saya dibangku sekolah dasar. Meski memiliki watak yang keras dan disiplin tak pernah sekalipun beliau memberi kami hukuman dalam bentuk cambukan atau sejenisnya seperti yang biasa dilakukan Omah kepada kami ketika kami melanggar sesuatu. tatapan mata yang menusuk dan terarah sudah cukup membuat kami patuh dan gemetaran.

Sekitar 3 tahun terakhir Opah divonis menderita Jantung Coroner, membuatnya tidak bisa lagi beraktifitas seperti biasanya di kebun yang digarapnya bersama Omah. Saat saya mengajaknya ke Jakarta beliau sebenarnya menolaknya, tetapi aku membohonginya dengan mengatakan bahwa saya sudah memboking tiket untuk mereka berdua. akhirnya dia berangkat bersama kami saat balik ke Jakarta.

Keluarga Opahku mungkin satu dari sedikit keluarga Indonesia yang menjunjung tinggi toleransi beragama, betapa tidak anak-anaknya memiliki keyakinan yang berbeda-beda, Protestan, Advent, Islam dan juga Pantekosta. sungguh sebua ironi bagi sebagian orang yang memandang Opahku sebagai pelayan gerejanya. Tetapi bagi saya itu adalah sebuah kebesaran hati Opahku, toleransi tiada batas kepada anak-anaknya untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing.

Beliau hanya berpesan jika itu cukup untuk meyakinkan kalian dan membahagiakan maka silahkan dijalani dan jangan disesali.

Hingga pada akhir hayatnya kulihat di gereja tempat dia disemayamkan jasadnya dikelilingi oleh Anak-anaknya yang memiliki keyakinan yang berbeda-beda, masing-masing  mereka memanjatkan munajat terbaiknya kepada tuhan mereka masing-masing. yang jelas permintaan mereka semuanya sama agar Opahku Masuk ke dalam Kerajaan Sorga, seperti yang dia yakini selama ini. 

Betapa Indonesianya dan Pancasilanya Opahku, Selamat Jalan Peluk Cium dari Kami.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun