Mohon tunggu...
Bayu Ariso
Bayu Ariso Mohon Tunggu... -

Iam simple person between ones million persons,,\r\nMedia adalah simbol demokrasi,simbol kebebasan yang BERTANGGUNG JAWAB demi kemajuan bangsa. Jadi ikuti aturan mainnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sakit Hati Politisasi

30 September 2014   09:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:58 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam sejahtera untuk Kita semua..

Sekedar membaca artikel teman teman semua terkait dengan acara atau panggung sandiwara peristiwa politik yang sedang terjadi akhir akhir ini. Penulis sering menengok dan menganalisis sambil ikut terbawa suasana sebagai renungan hati bahwa apa yang teman-teman tulis adalah opini dan analisis dari kacamata pribadi masing-masing yang mungkin masih terlalu detail dalam ranah sosial. Akan tetapi dari kaca mata politik demokrasi saat ini, ranah sosial akan menjadi sebuah hal yang tabu, gotong royong, musyawarah, interaksi yang memaknai sebuah simbol sebagai manusia zoon politiconitu sama sekali tidak terwujud dan diaplikasikan dalam prakteknya.

Sebagai simbol demokrasi Pancasila, cukup sekedar tahu saja, bahwa azas yang seharusnya dipakai dalam sidang atau pertemuan untuk membahas permasalahan tertentu seharusnya adalah azas musyawarah untuk mufakat, saya sendiri SANGAT MENYESALKAN dengan adanya peran antagonis dari pribadi masing-masing yang hadir dalam rapat tersebut. Celoteh dan perkataan yang seharusnya bisa dikontrol sebagai wakil pemberi suara yang konon katanya mempunyai segudang pengalaman dan pemikiran realistis, sampai merelakan diri menyambangi ahli-ahli di negara lain yang lagi lagi konon katanya sebagai pembelajaran demokrasi dan memperdalam diri dari aspek kualitas agar bisa menciptakan dan mengapliksikan apa itu arti demokrasi sesungguhnya itu masih saja terdengar sangat konyol. Dalam hal ini, penulis ingin sedikit mencurahkan segala carut marutnya peralihan rezim kepemimpinan yang sudah hampir 26 tahun yang secara sadar berjalan di arus yang sangat deras.

Dilihat dari hal kecil saja yang nantinya akan menjadi besar, sebagai contoh dalam pengambilan suatu keputusan, mengapa dalam hal ini malah sering adanya voting ketimbang musyawarah untuk mufakat, konon katanya kita itu berada dalam demokrasi Pancasila yang mengedepankan azas musyawarah. bukankah sebuah argumen bisa jadi pertimbangan pemimpin rapat, mengapa ego ego sekelompok suara akan dijadikan pemenang rapat, padahal disini pada intinya bukan untuk siapa menjadi pemenang atau penguasa, tetapi dikembalikan ke formula asal, yaitu perwakilan. Inikah Demokrasi Pancasila atau Demokrasi Liberal. Sistem yang dipakai Presidensiil kah atau Parlementer sebagai simbol kekuasaan Eksekutif yang berjaya. Hal ini dibuktikannya ketika media sosial sebagai curhatan RI 1, semua heaters dan lovers ikut meramaikan dengan berbagai opini mereka yang saya rasa masih jauh dari kata tanggung jawab. Ironis sekali rasanya jika pembaca sekalian sebagai pribadi netral yang tahu akan baik buruknya suatu perkara, pastinya akan selalu memendam perasaan miris melihat opini opini segelintir orang yang mengatasnamakan demokrasi yang konon katanya bebas berpendapat. Bebas disini adalah wujud demokrasi, lebih tepatnya "kebebasan" yang bertanggung jawab. Bisa dipertanggungkan secara lisan maupun tulisan dan juga menjawab secara legal di mata hukum. Seorang RI 1 saja juga menggunakan media sosial sebagai wadah suara-suara kaum marginal yang tak berdaya melawan rezim penguasa. Tapi kenapa, lagi-lagi opini tersebut menjadi bahan sitaan yang haram. Seperti dua sisi mata uang, serupa tapi tak sama, bagai pinang di belah dua. Semua mempunyai karakter berbeda meskipun dalam satu hubungan atau ada keterkaitannya.

Penulis menyayangkan bahwa paham atau ideologi Pancasila saat ini sedang dikibarkan untuk menjadikan alasan berjuang untuk mengembalikan esensi tersebut. Bukankah demokrasi Pancasila sudah kita pegang teguh sejak lama. bukankah demokrasi Pancasila adalah simbol dari praktek praktek politik. tapi sayangnya mereka tidak bisa menghargai esensi tersebut. Simbol musyawarah untuk mufakat saja mereka anti. Sangat disayangkan sekali, yang konon katanya perwakilan rakyat, tapi malah mengedepankan ego penguasa yang terselubung. Demokrasi memang begini adanya, penuh dengan adegan dan akting antara senang, bahagia, puas,lega dan menangis tertawa. Semua hanya diri sendiri dan Tuhan yang tahu. Jelasnya Kalau sudah kalah pamor dan memperjuangkan, tapi nihil hasilnya, siapa saja pasti merasa sakit hati. Sakit hati dalam skala besar dan akhirnya bisa membalas melalui jalan lain. merusak sistem yang sudah berjalan dengan dalih mengembalikan ideologi. Wong rapat saja pada ribut, voting, mengibarkan ego masing masing kok bisa bilang mengembalikan sila keempat Pancasila.

MAAFKAN KAMI BAPAK BANGSA, NEGARAMU KINI LIBERAL....

Salam Superr

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun