Jauh sebelum Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok menjadi Gubernur DKI dan sekarang menjadi tokoh berpengaruh di Indonesia, di Pulau Flores tepatnya di kota Maumere ada salah seorang tokoh yang juga keturunan Tionghoa yang sama persis dengan Ahok. Kedua orang ini bak pinang dibelah dua baik karakter, konsistensi, sikap dan tutur katanya. Soal ketidakadilan dan korupsi sikapnya juga sama dengan Ahok, akan melawan tanpa kompromi apapun resikonya.Â
Nama lengkapnya Victor Emanuel Rayon, di Pulau Flores beliau dikenal dengan nama Babah Akong. Usia sudah hampir 70 tahun, tapi jangan ditanya soal semangat, apalagi kalau sudah berbicara soal korupsi, kebobrokan birokrasi, dan kerusakan lingkungan, semangat beliau bisa mengalahkan semangat seratus anak muda sekalipun. Seperti Ahok, beliau akan meledak-ledak jika melihat birokrat yang manipulatif dan menyengsarakan rakyat, dan kalau sudah begitu kata-kata kebun binatang pun bisa berhamburan. Sikapnya konsisten dan tegas  bahwa ‘ketidakadilan dan korupsi’ harus dilawan, siapapun orangnya. Soal perlawanannya terhadap korupsi dibuktikan Babah Akong dengan menolak proyek-proyek lingkungan yang manipulatif yang diberikan oleh pemerintah. Track record Babah Akong dalam melawan korupsi dan mengkritisi pemerintah terekam jelas di kalangan aktivis, wartawan dan masyarakat di Pulau Flores.Â

Perjuangan Babah Akong tidak sia-sia, pengabdiannya untuk lingkungan pernah diganjar Kalpataru oleh Presiden SBY. Kisah perjuangannya menghijaukan pesisir Flores didokumentasikan dalam sebuah film pendek berjudul ‘Prahara Tsunami Bertabur Bakau’ film tersebut menang di lomba film dokumenter tingkat nasional, beliau juga diberi gelar Pahlawan Lingkungan oleh salah satu stasiun televisi nasional, dan kecintaan Babah Akong dengan lingkungan dan mangrove menjadikan beliau sebagai rujukan para mahasiswa, LSM, dan peneliti baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dilahirkan sebagai keturunan Tionghoa tidak membuat Babah Akong ciut nyali dan minder, beliau membaur dengan warga lokal dari berbagai etnis dan agama. Walaupun lahir dari keluarga kaya beliau tetap ‘istiqomah’ dalam kesederhanaan, rumahnya yang berdinding bambu menjadi saksinya. Sifat ringan tangannya untuk membantu siapapun yang datang kepada beliau, telah menghilangkan stigma bahwa warga keturunan Tionghoa hidup jauh dari masyarakat dan eksklusif. Rumahnya terbuka 24 jam untuk siapa pun yang datang, baik untuk berdiskusi, penelitian, wawancara maupun untuk melihat karya beliau berupa hutan mangrove seluas 30 H. Maka tidak mengherankan setiap hari rumahnya ramai dikunjungi tamu dari berbagai kalangan, baik lokal maupun dari luar negeri. Soal sikapnya yang suka menolong dan kesederhanaan hidupnya, beliau pernah mengatakan ‘Untuk apa hidup kaya tapi tidak bermanfaat untuk sesama? Biarlah saya hidup begini yang penting bisa membantu dan bermanfaat untuk orang lain’ sebuah sikap yang patut kita teladani.

Kemunculan Ahok di panggung politik nasional dengan segala kontroversinya juga menjadi perhatian Babah Akong. Menurut beliau kemunculan Ahok merupakan pertanda baik, sebagai sesama keturunan Tionghoa kemunculan Ahok bisa membuktikan bahwa warga Tionghoa bukan lagi warga kelas dua yang selalu dipandang penuh curiga, Ahok bersama semua anak bangsa di negeri ini punya hak sama untuk melakukan perubahan demi kebaikan bangsa dan negara ini. Babah Akong sangat berharap semua warga keturunan Tionghoa bisa bersama-sama ikut berkontribusi untuk kemajuan negeri ini apapun bidangnya.
Keberanian Ahok yang melakukan perubahan di Jakarta membuat Babah Akong mengagumi sosok Ahok. Di mata Babah Akong , Ahok adalah pribadi yang lengkap, berani, konsisten dan tidak mudah tunduk kepada siapapun yang menghalanginya melakukan perubahan. Sikap seperti Ahok sangat jarang dimiliki oleh para pemimpin yang sedang berkuasa di negeri ini, biasanya mereka cuma berteriak perubahan tetapi ciut nyali untuk melakukannya karena mereka mudah tunduk kepada uang dan kepentingan partai. Ahok mengajarkan kepada pemimpin di negeri ini bahwa yang dilakukannya adalah ‘amanah’ yang sesungguhnya, jabatan hanyalah sementara yang harus digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat apapun resikonya, nyawa sekalipun.
Babah Akong dan Ahok adalah contoh nyata bahwa siapapun orangnya bisa melakukan perubahan untuk negeri ini tanpa harus dilihat dari latar belakang dan asal-usulnya. Babah Akong dengan kerja kerasnya telah menghijaukan pesisir Pulau Flores, hutan mangrovenya saat ini telah menjadi benteng alami dari ancaman tsunami yang setiap saat bisa menerjang kembali. Begitu juga Ahok, reformasi birokrasi yang dilakukannya semata untuk melindungi rakyat Jakarta dari birokrat korup dan culas. Apa yang telah dilakukan kedua tokoh ini sangat inspiratif, sungguh sangat menarik apabila bisa mempertemukan kedua tokoh ini, tokoh keturunan Tionghoa yang sudah berkontribusi melakukan perubahan di negeri yang sangat dicintainya. Barangkali Kompasiana TV bisa memfasilitasinya, semoga. Â
              Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI